Kewaspadaan semenjak ia menginjakkan kaki di tanah yang menghantam perasa pada bayang-bayang kelam masa lalu. Ahn Seulbi merasa ia kembali menggila dengan segudang pikir yang berkecamuk.
Seharusnya ia abai saja, berhati-hati pada setiap hal yang menyangkut Jeon Jungkook adalah opsi yang perlu diwaspadai. Alibi tentang segala pikiran yang sudah ditimbunnya sewaktu itu, nyatanya menguar---menampakkan diri dengan penuh tanya yang menghinggap di segala sisi dalam otak.
Sial!
Seulbi mencerca keputusannya kemarin sore tatkala ia berkeinginan untuk menghening di pinggiran sungai dengan presensi bocah kecil dengan pemuda yang mendadak tidak ingat padanya. Kendati satu helai ingatan buruk yang dibuat si Jeon berengsek pada Seulbi. Namun, ada yang jauh lebih bajingan ternyata. Si wanita Ahn meringis pedih ketika si tubuh yang dahulu rusak ini tergoda untuk menyelidik hal yang baru saja terjejal dalam pikiran. Barangkali takdir baru siap untuk menyambangi.
Ini sedikit menyakitkan. Tidak adil sekali jika hanya ia yang dapat mengingat dan seakan pula masih terasa jelas mencecap segala torehan luka yang melekat pada tubuh dan hatinya. Hanya dirinya seorang yang dapat mengingat dan merasa akan lukanya dahulu kala, tidak dengan Jeon Jungkook yang baru saja ditemui.
Oh, yang benar saja. Sedangkan sang gerangan yang menjadi dominan, mangkir pada pikiran---mencuci otak tanpa sebab, melupakan dirinya sendiri jika Jeon Jungkook yang dahulu adalah wujud lain dari monster kasar yang bajingan.
Jeon Jungkook memang berengsek sedari dulu.
Seulbi menerawang atensi ke segala arah penjuru. Masih terasa sama, cuaca yang sedikitnya mendukung untuk ia melangkah tungkai kelewat riang. Setelah nyaris setangah jam yang lalu Kak Jia membubuhkannya pesan singkat untuk menunggu Ara pulang di tepian sekolah, ia segera bergegas pergi untuk mengabulkan. Sesekali tersenyum ramah tatkala beberapa orang tua yang hendak menjemput anaknya menyapa Seulbi dengan hangat.
"Noona Tepuk-tepuk."
Di dalam diamnya, Ahn Seulbi sedikit tersentak ketika suara kecil di samping tubuhnya berseru lantang dengan sorotan binar. Suara kecil yang terdengar familiar sudah teramat pasti.
"Heical." Ujar Seulbi selepas menoleh tergesa dengan senyum yang kian mengembang apik.
Bocah kecil itu melambai tangan dengan gigi kelinci yang menjadi pajangan. Perempuan itu sedikit terkejut, nyatanya Heical mengenyam pendidikan di sekolah yang sama denga Ara. Dan lagi, Seulbi tidak dapat menampik jika Heical seakan menjadi sesosok visual yang begitu serupa dengan Jungkook.
Kedua iris yang menggemaskan, pahatan penghidu yang mempu membuatnya iri---dan terlihat tampan secara bersamaan, bibir merah yang merona tertampak tipis. Buntalan itu terlihat dominan seperti sang ayah, barangkali Song Yeji hanya menurunkan kedua alis yang terlihat tebal hitam dan tegas.
Sedikitnya Seulbi meringis kecil dalam hati. Tentu, ia tidak melupakan siapa wanita yang melahirkan bocah menggemaskan yang tingginya tidak melebihi pinggang Seulbi.
"Kukira Noona melupakanku," ucapnya begitu dengan jemari yang memegang gagang permen. Tentu saja, Heical diajarkan oleh sang Ayah untuk tidak melupakan siapa saja yang menolongnya kala ia mendapat masalah.
Masih dengan senyum yang terpatri, Seulbi dengan lantas berjongkok seraya menggeleng pelan. Tangannya terulur untuk merapikan surai Heical yang tersingkap angin menutup pandangan. "Tidak, tentu saja tidak. Heical ini terlalu menggemaskan jika harus Noona lupakan."
Lelaki kecil itu tersenyum dengan kepala manggut-manggut seraya lidah yang terjulur mencecap perasa gula yang manis dalam genggaman. Kepalanya menoleh kanan-kiri untuk menangkap seseorang yang kerap kali menunggunya selepas area sekolah yang kian merusuh---dipadati orang-orang lain untuk segera bergegas pulang pada kediaman.
"Mama Heical belum datang?" Seulbi bertanya dengan pelipis yang mengerut tatkala menatap Heical mendongak ke segala penjuru seakan tengah menunggu.
Kendati bisa saja ia tercekat tatkala mengutarakan tanya. Dadanya seakan kembali bertalu dan terasa sesak yang tercipta menjadi padu. Sungguh, Seulbi tidak ingin kembali menatap presensi yang sedikitnya menganggu dalam pikiran. Kedatangannya hanya ingin menjemput Ara saja. Barangkali takdir kembali ikut campur untuk menangkap Jeon Heical dalam pandangan, lagi.
Sejujurnya Seulbi tidak ingin jika harus bertatap muka dengan Song Yeji. Tidak, tidak ingin membenci. Perihal itu, bahkan mengingatnya kembali---di sana pula Seulbi harus merekam masa lalu yang seakan berputar tanpa aba.
Kali ini bocah Jeon itu menatapnya dengan gelengan yang diberikan. Seulbi tidak tahu apa yang terjadi, namun selepas Heical mengutarakan jawaban, praduga jika Seulbi akan tercekat dengan hati yang teriris, nyatanya terlaksana.
"Kata Papa, Tuhan lebih sayang Mama Heical. Jadi, Mama hanya menyaksikan Heical pulang sekolah dari atas sana, bersama Tuhan."
Bagaimana bibir mungil itu bersuara. Seulbi dapat menangkap perasaan pedih yang tersirat di balik itu. Entah takdir apa yang ia tidak ketahui lampau lalu. Namun di sisinya, Seulbi lagi-lagi tidak dapat menahan sakit yang kembali mendera. Bagaimana ini. Apa kedatangannya akan kembali buruk seperti dulu, atau bahkan sebaliknya. Atau pula, memang pada dasarnya Ahn Seulbi diharuskan mencecap segala hal yang kelabu tanpa jeda. Ini bukan kehendaknya, namun ia juga tidak dapat mengelak jika ada perasaan lain yang mengganjalnya cukup dominan.
•••
a/n: heyy, gaiseuu, gimna kukasih bonus chapter ini, huhuhu T_T
Ada salam dari ayang bebebku, sini merapat :")
Seperti buat informasi penerbitan akan aku up di work selanjutnya, yeah, dan lagi untuk open po, aku masih menimang buat nanti bulan Desember, jadi kelean bisa nabung dari sekarang, hiksss T_T *terlalupedeaeng *plakk
Mari bersmedi, manteman, tarik napas, dan hempaskan:"v
Dalii💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest