Jalur yang Seulbi ambil sudah terlampau salah sedari awal. Lengkungan di langit sana tidak lagi terlihat sama. Ingin memaki, tetapi memaki pada siapa. Kendati pula, perasaan akan rindu sudah membuncah teramat ingin. Ikatan tali sebuah hubungan sudah terputus hilang selepas pelukan dan salam perpisahan yang terakhir dilakukan. Sungguh, Seulbi tidak jarang—ataupula, sedikitnya tersentak akan renungan sendu yang membuatnya kembali terlihat menyedihkan.
Waktu masih terbilang cukup awal jika hanya bergerak untuk sekadar membuat sarapan. Dengan tangan yang sesekali berlihai untuk mengiris, membalik, pun menabur racik. Seulbi terdengar pelan bersenandung kecil dengan perasaan yang sedikit membaik. Dengan buahan senyum tipis yang baru saja terbentuk, Seulbi merekah puas tatkala makanan yang ia buat telah usai semuanya.
Dengan kedua tangan yang bergerak rusuh secara acak untuk segera melepaskan kain yang melekat di tubuhnya. Wanita itu sedikit mengeram dalam hati. Entah Seulbi yang mengikat sampul tali kelewat erat, ataupun jari-jarinya yang terlampau pendek.
Hanya saja, hidangan yang sedikitnya belum tertata semua di atas meja, wanita itu lebih dulu disibukkan untuk segera melepas kain yang melapis awak dengan ikatan sampul saling mengait rapat. Dengan mulut yang terbuka kesal pada rutukan apa yang sedang dituju, Seulbi keheranan sekejap tatkala seruan bel di depan sana berbunyi kelewat nyaring.
Pelipisnya mengerut heran. Siapa yang sudi menyambangi kediaman kecil dan kumuhnya. Kendati jika itu Taehyung, bahkan si Bodoh itu teramat sangat lantang seakan menggebrak pintu—
melupakan tabiat sopan untuk setidaknya mengucapkan sambutan salam hangat di pagi hari."Tunggu seben—" belum usai sambutan ramah ia ucapkan. Nyatanya Seulbi termangu sinting dengan presensi pemuda yang nyaris dua minggu tidak ia kehendaki untuk bertemu pandang.
"Selamat pagi, Ahn Seulbi."
Tidak ada sebuah senyum yang dapat menyembulkan sedikitnya gigi depan. Jeon Jungkook berdiri tepat berada di hadapannya dengan wajah tanpa sebuah hangat jiwa yang dapat menghantarkan sebuah senyum. Potret datar sedingin embun yang pemuda itu serahkan mampu membuat Seulbi lagi-lagi mendecih dalam hati. Rasa-rasanya ia ingin segera berpindah pandang dan berbalik sinis seraya membanting pintu kelewat kencang untuk kali yang pertama.
Tampang semacam apa itu?
"Aku rasa ada hal penting yang ingin kau sampaikan padaku, Tuan Jeon. Bahkan kau terlihat amat merendah—hanya untuk sekadar menguntit tempat tinggal mantan istrimu," sambutnya dengan setengah hati. Seulbi sebetulnya enggan untuk menyahut sapaan pemuda itu dengan paparan yang jauh dari kata lembut.
Jungkook sudah sampai tepat di mana haluan yang sedari kemarin-kemarin ia inginkan. Hunian wanita itu sudah sedari awal ia ketahui tanpa sepengetahuan sang pemilik. Hanya saja, Jungkook harus menahan diri untuk tidak segera menampakan batang hidung. Pasalnya terlihat teramat berengsek jika ia mengunjungi selepas persidangan baru saja menembus usai. Teramat bagus pula Jungkook dapat mengerti perihal keadaan yang jauh dari kata baik.
"Hanya saja, si Jeon ini ingin menumpang sarapan di tempat baru sang mantan istri," ujarnya begitu saja.
Si Bodoh ini!
Seulbi menggeram tak habis pikir dalam hati. Mari kita bertukar pikiran. Seorang mantan suami yang baru saja terlaksana pada dua minggu terakhir, menguntit hunian tinggal si mantan istri hanya untuk menumpang sarapan.
Cih, lelucon macam apa.
Jungkook masih terdiam selepas pengakuan gerangannya yang bermuara untuk datang kemari di pagi hari. Jatuh atau tidak, ditolak atau tidak, nyatanya keinginannya terlalu bersikukuh untuk segera terlaksana.
"Maaf, aku tidak menerima tamu di pagi hari, Tuan," ucapnya seraya menempuh tekad untuk segera mengenyahkan tabiat sinting pemuda di hadapannya.
Jungkook sedikit menatap Seulbi tidak terima tatkala wanita itu berbalik seraya bersiap untuk menutup pintu. "Maaf, Nona. Akupun enggan untuk menerima penolakan." Jungkook berucap dengan gerakan tak kalah rusuh untuk segera menerjang pintu yang masih terbuka setengah badan.
Seulbi membulat tidak percaya. Penolakan sudah ia lontarkan sedari awal. Apa pemuda itu terlalu bodoh hanya untuk mencerna sebuah penolakan?
Tatapan dongkol sudah menghias segela sudut penglihatan. Percuma saja Seulbi bergerak menahan pemuda gila itu untuk tidak sesuka hati menjejal huniannya. Jungkook terlalu sering bersikap semau hati, sungguh. Lagi-lagi Seulbi hanya mampu mendengus pasrah seraya bergumam tanpa minat,
"Terserah."
Seulbi melangkah dengan fokus yang mencoba untuk menghindar. Jungkook menatapnya terlampau lamat. Entah apa yang sedang direncanakan, Jungkook tiba-tiba beranjak dari tempat dan berjalan menghampiri Seulbi yang baru saja mendudukkan diri selepas wanita itu menyiapkan segala hidangan.
"A-apa yang kau lakukan?!" Hentakan suara yang nyaris saja tersendat sepenuhnya, Seulbi keluarkan. Jungkook tepat berada di belakangnya dengan hembusan napas yang terasa menggelitik panas di perpotongan leher. Detak jantungnya mendadak berdentum keras dengan bintikan keringat dingin yang sedikitnya keluar tanpa aba.
Jungkook menyeringai tipis tatkala menangkap reaksi berlebihan dari sang mantan istri. Buncahan akan pemikiran gila menyinggah begitu saja, jika Ahn Seulbi masih sepenuhnya terjatuh pada sesosok Jeon Jungkook. Pergerakan dari Seulbi mampu melutu bagian hati dengan gedoran lega akan sebuah rasa.
Ahn Seulbi masih menaruh hati yang cukup besar untuknya.
"Apa kau terlalu nyaman memakainya, sampai berkeinginan besar untuk memamerkannya padaku. Kau benar-benar menggemaskan, Nona Ahn." Jungkook berbisik tepat di dekat telinga Seulbi, pun dengan jari yang bergerak untuk melepas ikatan sampul kain tipis yang melapis tubuh wanitanya. []
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest