Keseimbangan dari hal yang sebenarnya adalah ketika di mana seseorang sama-sama mendapat luka. Kendati Seulbi sudah jelas teramat sangat—jika lukanya jauh lebih dalam dari apa yang dikira. Sebetulnya ia bisa saja tetap bertahan untuk memperkuat kokohan rumah tangga agar dapat terus berdiri untuh. Hanya saja, jika bukan dirinya yang merasa, siapa lagi? Manusia lain bahkan terlalu kasar untuk menolak perihal pertikaian hati yang lagi-lagi membuat nyeri.
Menyedihkan.
Melarikan diripun percuma, jika lelaki sekeras dan semau hati seperti Jungkook kembali bertindak untuk melakukan jebakan agar si pesakitan ini terjerumus perih berjalan ke arah luka yang sama. Sialan sekali memang.
Tepat kali ini, hatinya merasa dongkol bukan kepalang. Jeon Jungkook kembali menghadangnya selepas jam kerja usai beberapa menit yang lalu. Ditatap sinis pun, nyatanya si Sialan itu tidak mengindahkan dan malah sinar-bersinar menawarkan ajakan makan malam.
Bajingan ini.
Kasar, memang. Nyatanya Seulbi memberontak keras untuk tidak kembali menjadi sesosok yang bergemulaian jijik selemah ilalang. Pengorbanan sudah cukup sampai sini, tidak untuk terus berlanjut. Mungkin.
"Aku ingin berbicara padamu, Bi. Kau tidak bisa terus menghindariku seperti ini. Tolong dengarkan aku," ucapnya begitu seraya menatap lawannya kelewat lamat.
Seulbi memalingkan wajah jengah, mencoba untuk melarikan diri dari tatapan yang sangat teramat ia rindukan.
"Peduliku apa? Kau bukan seseorang yang begitu penting bagiku. Jadi, biarkan aku pergi."
Baru saja tungkainya hendak melangkah, kelihaian tangan pemuda itu kembali mencekal pergelangan tangan Seulbi dengan erat.
"Dengarkan aku kali ini, Bi. Kau bisa menyebutku lelaki yang teramat bodoh, dungu, bajingan, pengecut—atau sebuah umpatan yang pantas untukku. Aku baru menyadarinya sekarang, jika aku men—"
"Kau mencitaiku, begitu, Jeon?" Sela wanita itu terlalu cepat.
Tiba-tiba Seulbi terkekeh sengau dibuatnya, memperlihatkan seberapa besar ia mampu untuk kembali menahan perasaan yang kian bergejolak sakit. Sepasang iris gelap itu menatapnya penuh, sungguh, semenyakitkan ini ternyata menahan tangis.
Bertaruh untuk hal yang akan terjadi kedepannya, Seulbi terlalu berseru lantang jika semuanya akan kembali memburuk. Mengkhianati dirinya sendiri sudah menjadi kebanggaan yang dapat disebutnya sebagai pecundang.
"Kau tahu itu tidak semudah kau mengucapkannya saat ini, Jungkook. Tidak, jangan seperti ini. Kau tidak seharusnya menyimpan harga dirimu tepat pada wanita yang sudah hancur berantakan sepertiku. Ada yang lebih pantas untuk mendapatkanmu, dan itu bukanlah aku," suaranya sedikitnya terdengar tercekat menahan isak.
Wanita Ahn itu menengadah untuk menahan lelehan air mata yang kian bergerumul hebat. Bukankah teramat seenak hati Jeon Jungkook ini? Kenapa baru sekarang, kemana hilangnya tabiat brengsek yang seringkali menorehkan berbagai macam luka yang membekas.
"Dan pula, kau tidak seharusnya berada di sini," Seulbi menghela napas sekejap sebelum melanjut mantap, "Mungkin, ini terakhir kalinya kita bertemu. Aku akan pergi ke New Zealand, kuharap ini memang pertemuan kita yang terakhir. Perihal perasaanmu padaku, sebaiknya pula kau tidak mengharapkan timbal balik yang cukup baik dariku, Jeon Jungkook." []
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest