Layaknya hempasan kapas yang berhambur halu tanpa beban. Dengan diri yang mencoba untuk membenteng kokoh, Seulbi merasa jika ia seakan mendapat sebuah kebaikan pun perasaan hampa yang berpadu kosong secara bersamaan. Hatinya bersikeras untuk tetap mengenal apa itu rindu serta bubuhan cinta yang sejak dulu tak pernah henti Seulbi torehkan kepada Jeon Jungkook.
Namun sekarang, Seulbi mencoba untuk mengenyahkan ego yang senantiasa menyelimuti, meski nyatanya perasaan yang mati-matian ia tahan—berusaha keras untuk meruntuhkan tembok pertahanan yang seakan benar-benar melekat pada ulu hati, tertulis secara permanen.
Perasaan cemas dengan keadaan suaminya yang tengah dirundung demam, siapa yang tidak akan merasakan? Ahn Seulbi merupakan segelintir istri—yang tentu saja akan jauh lebih peduli pada sang suami. Meski Seulbi tahu ia akan kembali tersakiti. Perihal Kim Taehyung yang lebih membutuhkannya pagi tadi, tentu saja Seulbi bergerak dengan tamparan alibi yang ia buat. Setidaknya jika Seulbi berlaku seperti itu, jauh dari kata harapan yang besar, memang, bisa saja Jungkook merasa tertampar dengan kebohongannya, bukan?
Ah, Seulbi tersenyum miris dalam hati. Berlaku dengan sedemikian rupa nyatanya sama saja membodohi diri sendiri. Tapi jika ia tidak berlaku seperti itu, jelas saja Jungkook akan bergerak kelewat lihai untuk kembali menghujamnya dengan ribuan rasa sakit yang akan terus menggali untuk menyambangi.
"Kau akan pulang sekarang?"
Seulbi tersentak tatkala seruan dari belakang sana mampu membuatnya mendongak seraya menilik cemas ke arah jam dinding di dekat pintu. "Ya, Kak Jia. Suamiku terserang demam, jadi aku ingin meminta ijin untuk pulang lebih awal, Kak."
•••
Entah sudah yang keberapa kali—mungkin pula tak terhitung ketika Taehyung berucap dengan kesungguhan hati untuk menawarkan diri agar pemuda itu dapat mengantarkannya sampai pada kediaman. Ketahuilah, bahkan Ahn Seulbi menolak mati-matian pemuda yang tak tahu di mana arah datangnya—sudah bertengger saja di depan butik dengan surai hitamnya yang sedikit berantakan tertiup angin.
Ingin rasanya Seulbi menghabiskan waktu bersuka ria di luaran sana tanpa memikirkan perasaan yang teramat menghantam seakan menjadi beban yang teramat berat. Berbagai tindakan bahkan Seulbi lakukan untuk setidaknya menendang kiasan romansa yang melekat tak tahu diri—menghancurkannya semakin dalam.
Sepanjang perjalanan, penglihatannya tak luput dari berbagai objek yang terlihat. Pekatnya jalanan menjadi hiburan tersendiri untuk mendukung renungan kosong tidak berisi miliknya—yang jelas enggan untuk membuahkan sebuah hasil yang berujung untuk menjadi lebih baik. Semuanya sama saja. Menyiksanya, sungguh.
Keduanya beriringan menapak pada lorong apartemen yang terasa sunyi. Seulbi membenci tabiat diri yang selalu merasa cemas bahkan nyaris terdengar sedikit berlebihan. Barangkali jika sesosok yang dicemaskan teramat sangat tidak tahu diri untuk segera menyadari. Bahkan dengan sangat bodohnya ia meminta Taehyung untuk mengantarkan sampai di dalam.
Entah alasan yang Seulbi lontarkan terdengar sedikit konyol ataupun sinting sedikitnya jika buat untuk dijadikan sebuah rayuan. Hanya saja Seulbi berwas-was hati terlebih dulu—jika bisa saja Jungkook tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Setidaknya ia bisa memohon bantuan kecil pada Taehyung untuk segera menolongnya, meski pemuda itu mendecih teramat keras—enggan untuk beradu kulit dengan si Jeon meski dalam keadaan jarak satu senti sekalipun.
Dari hati yang paling dalam, terkadang Seulbi berkeinginan sekali untuk memukul kepala lelaki sialan yang tengah demam di dalam sana. Hanya saja Seulbi tahu, benjolan kecil seperti itu tidak mampu membayar semua akan luka yang Jungkook torehkan pada tubuhnya, pun hatinya. Terlalu banyak dan panjang jika harus dilontarkan satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest