Mari bermain sakit-sakitan untuk seseorang yang paling merasa sakit untuk kali ini. Perkembangan tak kunjung jua muncul, hanya ada sokongan di mana titik rendah itu muncul untuk melebur semua duka yang nyaris permanen. Permohonan akan sebuah rasa yang terlajur konyak dan hancur tidak mengindahkan semuanya agar berjalan searah dengan sebuah hal yang didamba.
Seulbi terlanjur mencecap semuanya. Pahit bergetir sengau bergerak kilat untuk kembali menumbuk agar terlihat menjadi bubuk tanpa pajangan akan sebuah bentuk. Membiarkan diri merongrong sepi dengan perasaan yang sejumputnya embun pagi, pun tanpa sebuah hembusan angin yang kerap kali membelai geli.
Jika saja rasa sakitnya lekas hilang pun dapat tergantikan dengan sejuta kali perasaan baik seakan tanpa nyeri, alangkah jauh lebih baik pula Seulbi berperang senang—barangkali jika memang satu goresan rasa sakit—akan terganti dengan guratan takdir yang membawa haru akan sebuah langit cerah menerang biru. Menyingkirkan langitan hitam yang kerap kali membelenggu erat dalam ulu.
Irisnya masih menjelajah perih siluet punggung yang selalu bersikap arogan, selayaknya dominan. Seulbi menetapkan hati untuk kembali berlakon. Lelah, sungguh. Bukan main, malah. Kendati ia mampu untuk berucap setegar bunga di pagi hari, nyatanya ia akan kembali layu di sorot panas dan terik tajamnya si penerang bumi.
Gerakan tungkainya seakan membisu kaku, tidak ingin beranjak walau sekejap. Awaknya sudah terlanjur menghampiri dengan nyali yang membubuhkan segudang bukti. Semua penjahat sama saja, ingin menang sendiri tanpa tahu siapa gerangan yang benar-benar pantas untuk dinobatkan sebagai pelanggar penuh sanksi.
"Darimana kau tahu tempat kerjaku?"
Jeon Jungkook tersentak kaget tatkala suara istrinya menguar dingin dari belakang. Tangannya dengan segera menaruh ponsel dalam genggaman pada sekatan saku celana yang terjait rapih, pun setelahnya tersenyum aneh kelewat remeh.
Si Sialan ini!
Seulbi merutuk dalam hati kedatangan suaminya yang diperkiraan muncul dengan sengaja. Tidak habis pikir, sungguh. Untuk apa lagi si Jeon menampakan presensi di hadapan Seulbi—yang jelas teramat jelas jika semuanya akan berakhir sebentar lagi.
"Pertanyaanmu sangat tidak penting, Bi. Aku kemari untuk menjemput istriku, tentu saja. Mari makan siang bersamaku," ucapnya dengan kerutan dahi yang terlalu dibuat-buat.
Seulbi menatap tidak percaya dengan pemaparan yang Jungkook keluarkan.
Dia itu benar-benar Berengsek, atau apa?!
Tiba-tiba Ahn Seulbi terkekeh murah tidak terduga. Matanya membeliak untuk membuktikan jika dirinya benar-benar muak dengan lakon drama yang Jungkook lakukan. Berbelit dengan perasaan yang rapuh tak terkendali, Seulbi menyahuti suaminya dengan timpalan, "Kau bercanda? Haha—" jedanya diselingi tawaan hampa yang dikeluarkan, "Bahkan, hubungaku dengan kau akan berakhir sebentar lagi, Tuan Jeon."
Perasaannya kembali dirundung gelisah tatkala iris itu kembali menatapnya tajam, pun seringaian kecil yang ditampilkan. Seulbi menyelesaikan kalimatnya teramat menghantam, sungguh. Bahkan, sekarang bukan saat yang tepat untuk membanggakan diri.
"Apa seminggu tidak bertemu denganku, ingatanmu terkikis oleh waktu? Sial sekali jika aku harus kembali mengingatkan." Jungkook berucap seraya mendongak remeh, pun kembali menatap wanita yang masih menjadi istrinya dengan sorotan tajam dan dalam.
"Kau tidak akan pernah lepas dariku, Jeon Seulbi! Kau milikku. Sampai kapanpun, mengerti?!" ucapnya pelan namun sirat akan sebuah perintah dan petenan yang keras, pun tegas.
Seulbi memutar bola mata jengah. Apa-apaan yang dilakukannya, coba? Jungkook terlalu sering untuk mengganti arah pada haluan. Seulbi terlanjur muak dengan belokkan jalan yang selalu mengutarakan ucapan sesuka hati.
"Jika kau datang hanya ingin bersilat lidah denganku, enyahlah!" Seulbi berucap teramat dongkol.
Jungkook kembali terkekeh sinting. "Tidak, tidak juga. Aku hanya ingin menghabiskan makan siangku denganmu, itu saja."
Seulbi kembali menatapnya, memberontak untuk melakukannya lagi bukanlah hal yang cukup asing.
"Tidak. Aku sudah memiliki janji."
Tidak cukupkah dengan kata 'enyah' Jungkook lantas pergi begitu saja. Diakui dalam hati, Seulbi enggan untuk kembali bertemu dengan si Berengsek di dalam waktu terdekat ini. Ia ingin melenyapkan diri dari pahitnya dunia, barang iritnya sedetik yang Seulbi inginkan.
"Kau tidak mempunyai banyak teman untuk sekadar memiliki sebuah janji. Jadi, kali ini behenti untuk memb—" timpalannya terpotong begitu saja tatkala Seulbi melambaikan tangan, pun berteriak gemas untuk memanggil nama yang selalu Jeon Jungkook sumpah serapahi.
"Kim Taehyung."
Seulbi berseru untuk membalas pemuda itu yang nyatanya tengah melangkah masuk seraya tersenyum manis, pun balasan lambaian tangan yang terlihat sangat ramah.
"Maaf, Tuan Jeon. Aku memiliki sebuah janji dengan pemuda yang baru saja datang. Aku permisi." Seulbi berucap dengan hati yang teramat membuncah tatkala menanggapi ucapan Jungkook dengan sebuah kenyataan yang menampar.
Satu hal yang sangat Jeon Jungkook benci seumur hidupnya.
Membiarkan istrinya bertemu sesuka hati dengan pemuda yang bernama, Kim Taehyung. []
***
a/n: haloo ...
Take care of yourself😘
Vay😗
Dali💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest