Masa kecil dulu, Song Yeji pernah bercerita kepada sang Ibu, jika ia akan melekatkan hati pada sesosok pemuda baik, tampan, dan seorang lelaki yang kaya. Dan pula, wanita itu selalu berucap dengan tegas.
"Jika hidup melarat itu sangat menyusahkan, Ji."
Mendiang ibunya dengan lambungan tinggi berucap demikian. Kendati memang Yeji sendiri mengiyakan apa petuah yang terlontar. Jauh dari itu, Yeji akui jika ia tidak munafik, kendati mengakui kebenaran jika ia pencinta dunia—seseorang pun tidak berhak untuk menghakim. Hukum alam—memang inilah kehidupannya.
Ingat sekali dalam pikiran, di mana ia menjadi sesosok wanita yang menyimpang. Menyukai kaum sesama jenis bukanlah sebuah kebangaan. Barangkali itu memang dorongan sosial yang menyebabkannya seperti ini. Yeji sedari dulu—tidak, tidak. Mungkin di saat ia merasakan sebuah rasa sakit teramat dalam yang ditorehkan oleh pemuda semasa sekolah dulu.
Memerosok diri ke lubang yang gelap dengan pengalaman yang membuatnya seakan phobia terhadap kaum pria. Lantas, apa yang menyebabkannya menikah dengan Jeon Jungkook?
Ah, Yeji berpikir licik, ataupula malah terlihat cerdik.
Kau tahu, 'kan, jika sebuah status sosial sangat dibutuhkan dalam lingkungan yang terlihat menyimpang seperti ini?
Ya, itulah yang Song Yeji perlukan. Hanya membutuhkan status sosial untuk terlihat normal, bukan pengakuan sebuah rasa akan cinta yang menjadikannya seakan hilang akal.
Perbudak perihal cinta yang sesungguhnya. Bahkan Yeji berusaha keras untuk menutup diri, bersembunyi dengan gemetar pun efek yang timbul tatkala ia menghabiskan waktu bersama sang suami. Mustahil memang, jika selama lima tahun Jungkook tidak mencoba untuk menyentuhnya.
Tetapi dunia teramat tahu jalan licik untuk membuatnya kembali berkilah pada kenyataan. Berbohong perihal pekerjaan yang mengharuskan Yeji berangkat melintas negara, ataupula nyaris setahun ia tidak berjumpa dengan Jungkook. Song Yeji melakukan itu berulang kali. Lakonan menyedihkan yang ia lakukan—menyeret waktu sampai tepat pada saat ini.
Berengsek, memang.
Song Yeji menatap wanita yang sudah menemaninya di saat ia membutuhkan sandaran dulu. Menyorotnya dengan perasaan membuncah gila sudah ia bubuhkan dari sekian waktu yang lama. Namun entah ada apa, nyatanya Yeji seakan tertampar dengan rasa yang sedikitnya membaik untuk hal menggelikan—ataupula hanya pemikirannya saja.
"Aku yang melakukan semuanya. Kau harus bekerja lebih keras, Ji. Kau tidak mungkin akan terus menjadi pelampiasanku." Kim Yerim menatapnya dengan kepulan asap cerutu yang membubung tinggi ke atas sana.
Yeji terkekeh sengau tiba-tiba. Embusan napas nyaris terdengar setiap saat, Yeji menggeleng dengan geraman kecil (tidak habis pikir). Bercakap-cakap dengan Yerim nyatanya membuat wanita itu muluk-muluk dengan pengakuan yang begitu saja tanpa aba. "Kau bercanda? Kau masih menginginkan wanita itu?!"
Lain di hati, lain pula dalam arti. Yeji hampir tidak ada bedanya dengan Kim Yerim. Menginginkan dua orang sekaligus bukanlah sebuah kutukan, kendati itu adalah kelebihan untuk mencintai dua orang dalam satu kehidupan yang hanya menyisakan duka. Menikmati kehidupan di saat takdir yang kapan saja dapat memutuskan napas, Yeji ingin menghabiskan semuanya dengan perasaan setengah gila dan membuncah puas secara bersamaan.
"Bahkan ini terlihat menguntungkan satu sama lain, Sayang. Kau menginginkan Jungkook, dan aku menginginkan Ahn Seulbi. Semuanya akan berjalan dengan lacar, jika kau memang ingin bekerja sama denganku, Song Yeji."
•••
Cekikikan hampa ingin Seulbi bubuhkan saja tatkala mendengar seruan abal yang Jungkook keluarkan. Mencintai, katanya. Alih-alih mendecih kelewat remeh, Seulbi hanya terdiam dengan kepalan tangan yang timbul tak karuan, seolah mengambang hampa pada ucapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest