Chapter 5

9.6K 1.2K 64
                                    

...

Keadaan kepala yang kian berangsur membaik menjadi titik di mana Jungkook memaksakan kehendak untuk segera beranjak. Sekadar membasuh muka demi mendapatkan setetes kesadaran yang masih setia di ambang batas. Menghasut keadaan untuk segera mendukung apa yang ingin ia lakukan cukup membuat Jungkook merutuk.

Sialan.

Terdengar bodoh jika ia menikmati tetapi enggan menanggung resiko pada minuman beralkohol di atas meja.

Jungkook bangkit dengan keadaan sempoyong. Obsidiannya sedikit berkeliling untuk memastikan perkara tempat yang kian malam kian ramai. Acuh tak acuh ketika Jungkook tidak menangkap presensi Hoseok di sampingnya.

"Kau akan ke mana?"

Hoseok tiba-tiba datang dengan mencoba untuk memapah Jungkook. Ia tidak mungkin membiarkan pemuda kacau itu terlantar dengan arahan kicauan sesat yang bisa saja keluar dari mulut itu tanpa sebuah perintah.

"Ke kamar mandi." Jungkook menepisnya pelan, mengarahkan tungkai dengan sesekali sandungan kecil yang didapat.

Hoseok tidak membalas. Menyahut pun percuma ketika Jungkook melenggang pongah tanpa waspada dengan tubuh sempoyong menyedihkan. Hoseok tahu jika semuanya tidak akan berjalan dengan mudah. Bahkan untuk menyimpan hulu tombak pun perlu kehatian agar tidak meluka dengan goresan, karena tidak semudah itu untuk berurusan gegabah pada sebuah benda remeh, sensitif, dan tajam. Meski bernampak kecil sekalipun.

Dengan gerakan merayap, Jungkook berjalan beserta papahan pada setiap sudut benda mati, menyenggolkan diri menggapai untaian dinding sebagai pijakan yang mangkuh membuatnya mengeluh karena pening.

Jungkook merasa dirinya benar-benar terlihat menyedihkan. Ia bahkan merelakan sebuah pernikahan untuk mengikuti permainan yang sudah terlanjur Jungkook ikuti.

Awalan dengan rasa yang terbilang biasa cukup membuatnya terdiam ngilu seperti orang idiot, tetapi tatkala permainan akan berjalan seiring mencapai sebuah titik puncak, dirinya mengeluh dengan tuntutan ego (tidak mungkin jika ia harus runtuh di tengah jalan). Bahkan awalannya saja cukup mampu membuatnya menjadi seorang lelaki pesakitan.

Percikan air menghantam permukaan wajah ketika Jungkook membasuhnya dengan tangan sedikit bergetar. Sialan. Sangat sialan. Ia tidak mungkin menjadi pemuda selemah ini. Bahkan Jungkook mampu dikalahkan dengan sebuah onggokan minuman bergelas yang ia tenggak sampai habis. Bagaimana bisa semudah itu ia bergetar karena sebuah cocktail.

Hempasan napas ia lakukan tatkala meniti wajah serta tubuhnya di balik sebuah kaca. Melihat parasnya saja mampu membuat hatinya meringis.

Sekacau ini 'kah?

Bahkan ia seolah melihat wujud percikan dari seorang monster yang sesungguhnya. Tindak kekerasan yang selalu Jungkook layangkan, bahkan cengkraman keras yang lengannya lakukan mampu mengirim rasa bersalah akan dosa yang kian bertumpuk menjadi sebuah ruang neraka—khusus dipersiapkan untuknya.

Persetanlah, ia hanya akan mengikuti ego yang terus berkuasa. Melupakan sirat akan rasa bersalah yang merupakan kunci utama jalan menuju sebuah kebenaran yang nyata. Berdasarkan kenyataan yang menjadi dominan. Jungkook berani taruh jika ia tidak tahu kenapa tubuhnya seolah telah dikuasai sesuatu. Entah ego, entah pun nafsu.

Ketika pijakan kembali bermain di tempat semula, belum sampai tepat di bidang ruang yang sesungguhnya. Remang-remang terlihat di sana. Meski kesadaran masih terbilang awam, Jungkook tidak akan pernah salah untuk melihat dan menerka. Rangkulan si brengsek di sana tepat pada pundak istrinya terlihat sangat menyakitkan seperti sebuah serangan tusuk-menusuk yang dilakukan puncak tajam pada bilah pisau.

ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang