Chapter 15

6.6K 1K 200
                                    

Entah sudah berapa kali Seulbi menyeret luka hingga berdarah-darah dengan hal yang sama. Secarik kertas yang tak luput dari ingatan pada malam—lampau lalu yang dipenuhi duka. Ditampar dengan kenyataan yang ada, rupa-rupanya dengan demikian—apa seorang Ahn Seulbi masih dapat untuk bertahan? Kembali memenjarakan derita sampai abadi?

Tidak, atau mungkin, iya.

Sejauh ini, Seulbi ingin sekali mengeluh, berhenti, dan pergi. Merajut kehidupan yang lebih mampu membuatnya benar-benar berharga. Ia bodoh, tolol, sinting—atau apalah itu. Jika memang Seulbi berperan sebagai manusia yang benar-benar tulus, ia pasti akan lakoni. Atau bahkan tengah ia lakoni. Ya, seperti itulah kebenarannya.

Taehyung berperan sebagai peranan pembantu di sini. Hati berkeinginan kuat untuk menjadi si tokoh utama dalam rangkaian cerita penuh duka yang setengah berjalan. Taehyung pikir Jeon Jungkook itu datang dengan segelintir otak bodoh setengah pintar. Jika memang Taehyung diberi kesempatan, ia tidak akan pernah menendang wanita setulus Seulbi. Kim Taehyung akan mengelus penuh sayang, merengkuh penuh rindu, pun membubuhkan kecupan manis sirat akan sebuah candu.

Membayangkannya saja mampu membuat Taehyung menggigil panas dengan perasaan yang kian berdebar. Suasana siang—tidak, tidak, menjelang sore lebih tepatnya. Seulbi menghabiskan waktu dengan berjalan saling berdamping dengan pemuda Kim. Suara saling bersahut penuh tawa tatakala Kim Taehyung memainkan peran sebagai pelawak amatir yang dapat ditilik garing jika dilihat dari sepintas.

Barangkali Seulbi merasa hati masih sedikitnya berkabut hitam, namun dengan perasaan sedikit lelah ia mencoba untuk mengubur rasa yang kian meruncing menohok hati. Mematikan apa itu rasa sakit. Memutuskan perasaan sepihak dengan gudang pemikiran yang dibuat. Merencanakan setengah matang dengan tatapan apa yang akan terjadi ke depannya.

Ya, Seulbi tengah berencana saat ini untuk kembali merangkai hidup.

Praduga tentang Jungkook yang tidak akan pulang pada malam itu ternyata memang benar menembak telak. Barangkali jika dihitung sampai saat ini—nyaris satu minggu Seulbi mengeja dengan baik. Jungkook tidak menampakkan presensinya sama sekali. Kembali kepada perasaan yang kian menebal, Seulbi rasa Jungkook sekalipun tidak tapat menembusnya.

Sial.

Hatinya kembali dirundung rasa bimbang.

"Apa kita harus mengisi perut terlebih dahulu sebelum beranjak pulang?"

Taehyung menghentikan langkahnya, menatap penuh harap pada netra Seulbi dengan perasaan menghangat—menyerbu secara tiba-tiba.

Seulbi terdiam sedikit menimang sebelum mengangguk memberi jawaban. Taehyung lantas tersenyum manis yang seakan tak akan pernah pudar sekalipun tertiup angin. Keduanya kembali berjalan beriringan. Pemuda itu akan menjadi komando saat ini. Biarkan dia memilih tempat yang setidaknya dapat mengisi perut—sampai-sampai membuncit jika bisa.

Pikiran semrawut yang kerap kali membelenggu kepala pun hati, nyatanya dapat lenyap jika berdampingan dengan Kim Taehyung. Ah, jika dapat memilih lebih awal pun kedatangan Taehyung yang jauh lebih cepat dari Jeon Jungkook—Seulbi rasa dirinya akan senang hati jika dapat disandingkan dengan Kim Taehyung. Namun ternyata tipu muslihat yang dikenakan Jeon Jungkook kelewat mampu membuatnya terbuai yang nyata-nyatanya kembali mendorong kehidupan Ahn Seulbi dengan rinci—tak kalah lebih menyedihkan.

Taehyung mendorong pintu kaca dengan ketukan pada lonceng ikut terimbas. Menyorot atensi dengan tatapan menilik tempat yang sekiranya mampu membuat keduanya merasa nyaman. Taehyung menarik lengan kecil itu untuk mengikut di belakangnya. Taehyung mendudukan Seulbi tepat di antara dua meja lain yang menghimpit mejanya. Sesuai perkiraan, tempat ini akan selalu ramai dikunjungi tatkala akhir pekan akan menyambangi.

ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang