Chapter 3 - Masa Lalu part 1

6.6K 358 13
                                    

NSFW Warning.

Di chapter ini ada bagian yang mengandung adegan seks saat Ibunya Munding berselingkuh dengan Karto dan disaksikan oleh Munding kecil. Adegan seks mengandung bahasa vulgar. Silahkan skip ke chapter berikutnya kalau dirasa kurang berkenan.

=====

Nurul datang tergopoh-gopoh dengan membawa sekantung plastik es batu dan langsung memberikannya kepada bapaknya.

Pak Yai mengambil es itu kemudian mencari palu dan memecahkannya kecil-kecil.

“Sini!” kata Pak Yai kepada Munding.

Pak Yai kemudian mengompress bagian tubuh Munding yang memar-memar dengan es batu. Munding menggeliat-geliat antara kedinginan, geli dan ngilu. Tapi untungnya setelah dikompress rasa ngilu agak berkurang.

“Kalau nggak pulang ke rumah, kamu dicari sama Bapakmu nggak?” tanya Pak Yai ke Munding setelah selesai mengompress luka memar di tubuh Munding.

“Munding sudah nggak punya Bapak, Pak Yai,” jawab Munding pelan.

“Oooooooo,” entah kenapa, nada suara Pak Yai menjadi lebih lembut.

“Ya udah kalau gitu. Kamu tidur di Mushola sana! Nanti biar Nurul yang nganter sarung untuk selimut,” perintah Pak Yai.

Munding berjalan tertatih-tatih ke mushola yang ada di dekat rumah Pak Yai dan masuk ke dalamnya. Meskipun mushola ini terlihat kecil, tapi lantai dalamnya sudah dilapisi karpet tebal yang bermotif sajadah. Lumayan anget buat alas tidur.

Munding merebahkan badannya ke atas karpet yang ada di mushola. Matanya mulai terpejam dan tubuhnya yang lelah mengantarkannya terlelap cuma dalam hitungan menit.

“Masssss. Massss Mundinggg,” ada suara terdengar yang memanggil nama Munding.

Munding membuka matanya dan menemukan dirinya tertidur di tempat asing. Tapi sesaat kemudian dia sadar dan ingat semuanya. Dia menginap di rumah Pak Yai.

“Mas? Sudah bangun to Mas?” tanya Nurul, gadis kecil anak Pak Yai.

Munding menganggukkan kepalanya sambil mengedip-ngedipkan matanya, mencoba menghilangkan kantuk yang tadi sudah membuatnya terlelap.

“Ni selimutnya. Baru juga rebahan, kok bisa langsung tidur gitu to Mas?” protes Nurul.

“Makasih ya Dek Nurul,” kata Munding sambil tersenyum.

Nurul membalas dengan senyuman, kemudian dia berlari kembali ke dalam rumah Pak Yai.

Munding memakai selimut yang diantar Nurul dan tubuhnya menjadi terasa lebih hangat dan mendingan. Munding baru teringat kalau sedari tadi dia cuma memakai sarung. Kaos dan celananya masih basah kuyup diguyur Pak Yai tadi.

Tak lama kemudian Munding sudah terlelap ke alam mimpi.

=====

Munding kecil sedang menemani bapaknya, Wage, di sawah. Menemani Bapaknya di sawah adalah hal yang paling membahagiakan bagi Munding kecil yang masih kelas 4 SD. Munding senang melihat Bapaknya yang sedang mencangkul, menyiangi dan merawat padi yang ada di sawahnya.

Tak lama kemudian, serombongan anak-anak kecil seusia Munding lewat di dekatnya yang sedang asyik melihat Wage menyiangi rumput di pematang sawah.

“Nding, maen kelereng yuk?” ajak salah satu anak itu.

“Nggak ah. Aku nggak punya kelereng,” jawab Munding sambil menggelengkan kepalanya dengan raut muka yang agak sedih.

Sebenarnya Munding juga ingin bermain kelereng seperti anak-anak sebayanya yang lain, tapi dia tidak pernah mendapatkan uang jajan dari Bapaknya. Meski begitu Munding tidak pernah mengeluh akan hal itu.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang