Chapter 14 - Our First Time Part 3

6.8K 287 32
                                    

“Ya udah, Mas cobain ya?” kata Munding sambil menunduk dan mulai menciumi dan pelan-pelan menghisap payudara Nurul yang belum tumbuh sempurna itu.

Ketika bibir Munding menempel dan menghisapnya, Nurul merasakan rasa geli dan nikmat yang belum pernah dia rasakan. Nurul juga merasakan kalau ada reaksi yang datang dari pangkal pahanya.

“Mmmmmm, terus Mas. Keliatannya bener tuh, Nurul ngerasa sedikit aneh,” kata Nurul sambil menggigit bibirnya menahan rasa geli.

Beberapa menit kemudian Nurul merasakan ada sesuatu yang mulai membasahi mahkotanya. Dengan penasaran Nurul pun merabanya dan merasakan ada sesuatu disana.

“Mas, udah keluar,” bisik Nurul ke telinga Munding yang masih asyik dengan payudaranya.

Munding pun kemudian berhenti dan melihat ke arah Nurul, “berarti sekarang punya Mas dimasukkan ke punyanya Dek Nurul?”

“Mmmmmmmm,” Nurul menganggukkan kepalanya, “tapi pelan-pelan ya Mas, Nurul kan masih perawan, kata Ibu, rasanya perih banget.”

“Ini juga pertama kalinya Mas lho,” bisik Munding yang kemudian mulai mencoba untuk berbagi kemesraan dengan Nurul.

Dari awal tadi mereka berdua memang sudah telanjang, tapi Nurul tak pernah melirik ke arah Munding, ketika Munding mencoba untuk memasuki tubuhnya, Nurul tiba-tiba menjerit.

“Masssssssss, kok segitu sih?” kata Nurul cemas.

“Memang harusnya seberapa?” Munding pun berhenti dan melihat ke arah Nurul sambil kebingungan.

“Nurul nggak tahu, tapi kalau segitu ...” Nurul berhenti sebentar, “Nurul takut Massss.”

“Mas pelan-pelan aja deh masukkinnya ya?” bisik Munding pelan sambil mengelus-elus rambut Nurul.

“Mmmmmmmm,” Nurul menganggukkan kepalanya, “pelan-pelan aja lho Mas.”

Munding pun mencoba kembali untuk memasuki tubuh Nurul, meskipun seharusnya tubuh Nurul sudah siap menerima Munding, tapi Munding kesusahan untuk melakukannya. Atau karena dia kurang pengalaman?

Setelah beberapa menit berusaha, akhirnya Munding berhasil.

“Mmmmmmmmmmm,” Nurul memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya.

“Sakit ya Dek?” tanya Munding pelan yang dijawab dengan anggukan kepala Nurul.

Munding mencoba bergerak dan berusaha membuat tubuh Nurul terbiasa menerima kehadirannya.

Nurul yang merasakan benda asing yang pertama kali memasuki tubuhnya itu merasakan sensasi rasa yang nikmat, tapi masih tertutupi oleh rasah perih akibat mahkotanya yang dipaksa untuk terbuka.

“Mas minta maaf ya Dek,” bisih Munding lirih ke telinga Nurul yang kemudian disambung dengan lumatan bibir Munding ke bibir Nurul.

Permintaan maaf itu dibarengi dengan sedikit hentakan Munding yang memaksa mereka berdua untuk bersatu lebih dalam.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,” Nurul berteriak panjang, tangannya mencengkeram punggung Munding yang menindihnya dan meninggalkan bekas kuku disana.

Nurul terisak-isak merasakan rasa sakit di sana. Karena Munding merasa kasihan, dia ingin segera menyelesaikan semua ini.

Nurul masih merintih kesakitan dibawah tindihan badan Munding. Sampai akhirnya beberapa menit kemudian Munding merasakan ada sesuatu yang ingin keluar dari tubuhnya. Munding dengan cepat berusaha memisahkan dirinya dari Nurul.

Munding terengah-engah dan menggunakan kedua tangannya untuk tumpuan agar tidak menimpa Nurul yang ada di bawahnya.

Nurul membuka matanya yang masih terpejam dan berlinang air mata. Melihat ekspresi kepuasan di muka Munding, Nurul tersenyum bahagia.

“Mas, minta tolong ambilin sapu tangan yang ada di laci meja Nurul,” bisik Nurul pelan sambil mengrenyitkan dahi menahan sakit, “yang warna putih ya.”

Munding kemudian berdiri dan mengambil sapu tangan yang diminta Nurul dan memberikannya kepada Nurul. Nurul kemudian mengusapkan sapu tangan bersih itu untuk membersihkan darah keperawanan yang ada di tubuh Munding.

Kemudian Nurul menggunakan sapu tangan yang sama untuk mengelap bercak darah yang ada di tubuhnya sendiri.

Sambil tersenyum, Nurul kemudian memegang tangan Munding dan membuka telapak tangan Munding. Nurul kemudian menuntun tangan Munding untuk meletakkan ke atas sapu tangan tadi.

Dan akhirnya, cap telapak tangan Munding tercetak diatas sapu tangan putih itu. Nurul tersenyum bahagia kemudian melipat sapu tangan itu dan meletakkannya di atas kasur.

“Nurul sekarang punya bukti kalau Mas yang ngambil perawannya Nurul. Mas nggak akan bisa lari dari tanggung jawab,” kata Nurul dengan bangga meskipun masih ada sisa rasa sakit yang dia rasakan dari kemaluannya.

“Masih sakit ya Dek?” tanya Munding pelan.

“Mmmmmmm,” Nurul menganggukkan kepalanya.

“Makasih ya Dek,” Munding dan Nurul lalu berpelukan di kamar Nurul.

Author note:

Update 13 January 2019.

Memperhalus bahasa agar tidak terlalu vulgar. Hasilnya dari 1000an kata terpotong jadi 600an kata.

Mohon maaf kalau chapter ini terasa lebih pendek.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang