Chapter 36 - Fight!! part 2

4.8K 241 6
                                    

Joko melakukan tendangan terbang. Mungkin dia meniru Jacky Chan di film-film kungfu. Tendangan dengan satu kaki lurus ke depan dan kaki belakang ditekuk sambil meloncat.

Keren sih. Tapi bagi Munding pribadi, kurang efektif. Atau mungkin dia belum bisa menemukan cara menggunakan tendangan seperti itu dengan efektif?

Munding bergerak dan bergeser ke kanan untuk menghindari tendangan terbang Joko. Sekarang posisi Joko menghalangi serangan Yogi yang tadinya berada di sebelah kiri Munding. Mereka sekarang berada dalam satu garis lurus dengan Joko ditengah.

Buakkkkkk. Duakkkkkk.

Dua buah serangan mendarat di leher dan punggung Munding. Serangan yang memang sudah dia nantikan datang dari Bambang dan Rangga yang tadi berdiri di belakangnya. Munding memanfaatkan tenaga tendangan Bambang untuk berguling harimau ke depan. Ke arah Asma.

Munding berjongkok di depan Asma.

Inilah sebenarnya tujuan asli dari Munding. Dia ingin memastikan bahwa Asma selamat dan gerombolan Joko tidak menggunakan Asma untuk mengancamnya.

Jika tadi Joko memilih untuk tidak menghiraukan Munding, mungkin justru Munding yang harus berpikir keras untuk memastikan keselamatan Asma.

Kalau saja tidak ada gadis ini di sini. Munding akan menghajar gerombolan si Joko tanpa ampun dan tanpa beban.

“Kamu nggak pa-pa kan?” tanya Munding ke arah Asma yang masih duduk di tanah.

Asma masih terlihat setengah tidak percaya dengan semua yang barusan terjadi. Disaat dia sudah pasrah akan nasibnya dan berniat untuk mengakhiri hidupnya, tiba-tiba saja, lelaki yang selama ini jadi pujaan hatinya datang menyelamatkan Asma.

“Heii,” panggil Munding, mencoba membangunkan gadis yang terlihat sedang tertegun dan tidak menjawab pertanyaannya itu.

Munding pun berdiri dan membalikkan tubuhnya ke arah Joko dan kawan-kawan. Dari 6 orang yang menyerang Munding, 2 sudah terkapar di tanah.

Edi yang kepalanya dia tendang tadi dan Abdul yang kakinya patah. Hanya tinggal 4 orang yang berdiri di depan Munding sekarang. Joko, Yogi, Bambang dan Rangga.

Munding merasakan sedikit rasa sakit di punggungnya karena serangan Bambang dan Rangga barusan.

“Asma nggak pa-pa. Makasih Munding, harusnya kamu lari dari sini,” terdengar suara lirih Asma dari belakang Munding.

Munding tidak menjawab perkataan Asma. Sekarang dengan posisi Asma di belakangnya, dia bisa mengurangi sedikit beban pikirannya.

Puji dan Candra? Dua orang itu dari awal tidak masuk ke perhitungan Munding. Sekarangpun keduanya sudah terduduk di rumput tanah lapang dengan tubuh gemetaran. Jadi sekalipun secara aktual, kedua orang itu berdiri di dekat Asma, Munding tidak berpikir kalau mereka akan melakukan sesuatu ke gadis itu.

Joko dan ketiga kawannya yang tersisa, berdiri terdiam di tempatnya dengan tetap mempertahankan sikap siaga. Satu lagi kawan mereka berhasil dilumpuhkan oleh Munding. Mungkin untuk kasus Edi tadi, semuanya hanya kebetulan, tapi untuk si Abdul? Itu tidak mungkin kebetulan.

Diantara Joko dan gerombolannya, Abdul adalah salah satu kawan yang paling rajin berlatih silat. Meskipun Abdul sering nongkrong dan gabung dengan mereka tapi disaat latihan silat rutinnya setiap dua kali seminggu, dia selalu datang dan hadir. Tapi, kini si Abdul merintih-rintih di tanah memegangi kakinya yang patah.

Joko tahu kalau Munding yang dihadapannya sekarang bukan lagi bocah kecil yang sama, si anak lonte yang sering dia keroyok dulu bersama kawan-kawannya.

“Munding, aku tahu sekarang darimana rasa percaya dirimu berasal. Kau sekarang sudah jagoan ya? Aku yakin kalau kami berempat juga tidak akan bisa mengalahkanmu,” kata Joko pelan.

“Tapi... Kau hanya seorang diri. Kau bukan siapa-siapa. Sekalipun sekarang kau menghajar kami, tapi besok pagi, aku akan membalasmu."

"Aku akan minta Bapakku menyuruh orang-orangnya mencarimu ke Sumber Rejo,” lanjut Joko disertai senyum keji yang mulai muncul menggantikan raut kecemasan di wajahnya.

“Kau tahu kenapa Asma bisa datang ke sini? Dia sedang mencari Bapaknya. Dan aku memang tahu dimana Bapaknya.”

“Bapaknya sekarang sedang dihajar sama orang-orang suruhan Bapakku,” lanjut Joko sambil tertawa, “Hahahahahahahahahahaha.”

“Bapakkkkk..” Asma berteriak dan tiba-tiba berdiri.

Asma berlari kearah Joko tetapi baru dua langkah dari tempatnya, Munding sudah menangkap tubuh Asma dan memeganginya.

“Asma. Tenangkan pikiranmu. Biar aku yang mencari tahu dimana Bapakmu dari si Joko,” bisik Munding pelan ke telinga Asma yang terlihat histeris.

Munding melihat ke arah Joko dan ketiga kawannya yang berdiri di depannya. Kali ini dia benar-benar akan serius melawan mereka.

Joko dan ketiga kawannya berdiri bergerombol dan tidak menyebar. Joko dan Yogi berada di depan, sedangkan Bambang dan Rangga berdiri agak di sebelah belakang.

Dengan cepat kepala Munding memproses bentuk serangan yang akan dia lakukan ke mereka. Cuma dalam hitungan satu detik, Munding sudah memutuskan rentetan lengkap serangan yang akan dia lakukan.

Munding bergerak maju. Kali ini, Munding tidak menunggu serangan dari musuhnya tapi dia yang bergerak menyerang.

Jarak Munding dengan Joko dan kawan-kawan tak lebih dari 2 meter, dengan hanya satu kali lompatan, Munding sudah berada dalam jarak yang cukup untuk melancarkan serangan.

Joko dan kawan-kawan terlihat panik. Munding menurunkan tubuhnya dan dengan cepat melakukan sapuan rebah ke arah kaki Joko.

Buakkkk.

Joko terpelanting jatuh ke bawah. Belum sempat mereka bereaksi, Munding berdiri dan melakukan geseran ke arah kiri. Setelah posisi geseran kakinya selesai dengan sempurna, Munding sekarang berada persis di depan Yogi yang tadi berdiri di sebelah Joko. Dengan cepat Munding melakukan sikuan atas dengan tangan kanannya.

Jeddaaakkkkkkkk.

Kepala Yogi tersentak ke belakang karena dagu bawahnya dihantam oleh siku Munding. Yogi terjerambab ke belakang dan jatuh ke bawah dengan posisi telentang. Darah terlihat mengucur dari mulutnya. Mungkin beberapa giginya tanggal gara-gara serangan barusan.

Semua serangan Munding diatas membutuhkan waktu lama untuk diceritakan dengan kata-kata, tetapi secara aktual, Munding cuma membutuhkan tak lebih dari dua detik untuk melumpuhkan Joko dan Yogi.

Bambang dan Rangga terkejut dan dengan cepat melompat ke belakang. Mereka melihat Munding melumpuhkan Joko dan Yogi cuma dalam hitungan detik. Kali ini, mereka benar-benar yakin kalau semuanya bukan kebetulan.

“Mun.. Munding.. Kami selama ini cuma ikut-ikutan.. Maafkan kami.. Tolong lepaskan kami,” kata Bambang dengan suara yang terputus-putus karena dipenuhi rasa takut.

Rangga cuma terdiam dan melihat ketakutan ke arah Munding, seolah-olah Munding adalah sosok setan yang menakutkan. Layaknya pocong atau kuntilanak di kegelapan malam.

Munding cuma tersenyum mendengar perkataan mereka, “kalaulah semua perbuatan buruk bisa selesai dengan kata maaf, tentu kita tak butuh penjara di dunia ataupun neraka di akhirat, ya kan?”

Munding melangkah maju dengan cepat dan melayangkan tendangan sabit ke kepala Bambang dengan keras.

Buakkkkkkkkkkkk. Krakkkkk.

Begitu kakinya menyentuh tanah setelah melakukan tendangan sabit tadi, dengan cepat Munding memutar tubuhnya dan melakukan tendangan belakang ke arah Rangga.

Jdakkkkkkkkkkk. Uhukkkkkkkk

Tendangan belakang Munding mengenai dada Rangga dan membuatnya jatuh tersungkur. Rangga merasakan dadanya terasa sesak dan dia terbatuk-betuk sambil merangkak di tanah. Mukanya pucat dan sedikit darah keluar dari mulutnya.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang