Chapter 29 - Awakening

5.1K 276 35
                                    

Bunuh!!!

Bunuh!!!

Teriakan di kepala Munding bergema makin keras. Kemudian Munding merasakan ketakutan yang luar biasa.

Ketakutan yang sama yang dia alami dulu saat kejadian itu. Rasa takut yang membuatnya mengenggam erat kantong plastik berisi kelereng hadiah dari Bapaknya.

Kelereng yang membuat Munding menyaksikan perselingkuhan Ibunya tanpa sengaja. Sepuluh butir kelereng terbungkus dalam kantong plastik transparan yang telah merubah jalan hidup Munding selamanya.

Munding kecil dulu berpikir bahwa rasa takut itu berasal dari keinginannya untuk membunuh Karto yang telah berselingkuh dengan Ibunya.

Tapi kini, setelah yang dia alami dan juga karena latihan silat yang diberikan oleh Pak Yai, Munding tahu bahwa selama ini dia salah.

Rasa takut yang muncul berbarengan dengan hasrat untuk membunuh itu bukan karena ketakutan untuk menusukkan pisau ke tubuh Karto. Bukan juga ketakutan karena Munding tidak mau menjadi seorang pembunuh.

Bukan!!

Rasa takut itu muncul karena ada ‘sesuatu’ di dalam tubuh Munding yang selama ini terkubur sangat dalam dan tertidur pulas mulai terusik untuk bangun.

'Sesuatu’ yang seolah-seolah mencium aroma yang sangat menggairahkan baginya dan mulai mengendus-endus dari mana aroma itu berasal.

Bunuh!!!

Suara teriakan di kepala Munding makin keras. Tubuh Munding bergetar hebat, darahnya seperti mendidih penuh amarah tapi ketakutan juga melanda dirinya.

Munding tahu kalau ‘sesuatu’ itu makin dekat. ‘Dia’ bahkan bergerak semakin cepat ke arah Munding. Seolah-olah telah menemukan apa yang ditunggu dan dicarinya selama ini.

BUNUH!!!!!

Dan ketika akhirnya suara teriakan itu menggelegar di dalam kepala Munding, ‘sesuatu’ itu akhirnya menemukan Munding.

'Dia’ berdiri di depan Munding tanpa suara. Senyum menyeringai tersungging di bibirnya. Ketika mereka bertemu, semua suara di kepala Munding juga menghilang.

Munding melihat sosok yang menyerupai dirinya sedang berdiri di depannya. Munding merasa sedang bercermin, tapi ‘Munding’ yang di depannya memberikan aura yang lain.

Semua perasaan yang tadi dirasakan oleh Munding tiba-tiba menghilang. Takut, marah, sakit, sesak.

Semuanya hilang.

Hanya ada Munding, ‘sesuatu’ yang menyerupai Munding dan keheningan.

“Kamu siapa?” tanya Munding memecah keheningan.

“Aku itu kamu,” jawab ‘Munding’.

“Omong kosong!!” kata Munding.

“Hahahhahahahahahaha,”

‘Munding’ tertawa.

‘Munding’ melihat ke arah Munding dengan tatapan mata sinis, “aku bagian darimu yang selama ini selalu kamu singkirkan, selalu kamu tekan dan coba untuk lupakan.”

“Aku tak pernah mengenalmu!!” jawab Munding.

“Benarkah?” jawab ‘Munding’.

“Lalu kenapa kau sekarang memanggilku?” lanjut ‘Munding’.

“Apa maksudmu?” kata Munding kebingungan.

“Kau mencoba membangunkanku! Kau mengingat lagi kenangan buruk yang sudah berhasil kita lupakan! Aku sudah tertidur dalam kegelapan, tapi KAU BERUSAHA MEMBANGUNKANKU!!!”  teriak ‘Munding’ dengan nada yang semakin meninggi dan tatapan mata marah.

Munding terdiam.

Dia mencoba mengingat-ngingat lagi kata-kata Pak Yai sebelum ini. Meskipun semua perasaan yang tadi Munding rasakan sudah hilang. Meskipun dia tidak lagi merasakan amarah, takut bahkan dendam dalam dadanya. Tapi Munding tetap mencoba merasakan apa yang tersisa disana.

‘Munding’ memperhatikan semua yang dilakukan oleh Munding dalam diam dan tatapan penuh kemarahan.

Munding mencoba mengikuti nalurinya sesuai pesan Pak Yai dan dia tetap mencoba untuk merasakan apa yang ‘Munding’ inginkan.

Setelah sekian lama, Munding akhirnya mendengarkan bisikan-bisikan lirih dari dadanya. Munding mencoba mendengarkan dengan seksama suara-suara itu.

“Aku adalah bagian darimu, dari dulu sampai kapanpun.”

“Aku adalah sisi lain darimu, binatang buas yang akan selalu melindungimu dari bahaya saat diperlukan.”

“Aku adalah nalurimu, naluri yang akan selalu menuntunmu dalam mempertahankan hidupmu.”

“Aku adalah sahabat sehidup sematimu, karena tanpa kamu, aku tidak akan ada.”

“Kenapa kamu selalu mengingkari keberadaanku?”

“Kenapa kamu justru merasa takut kepadaku?”

“Kenapa kamu biarkan aku terkubur di tempat tergelap dalam jiwamu?”

“Kenapa kamu biarkan aku tertidur meringkuk dalam kesunyian tanpa cahaya?”

Ketika Munding mendengarkan bisikan-bisikan lirih dalam dadanya, dia tahu identitas ‘Munding’ yang berdiri di depannya.

‘Dia’ adalah sisi brutal dari dirinya. ‘Dia’ adalah sisi buas dari dirinya. Dan ‘dia’ adalah bagian terdalam dari naluri alaminya. Naluri seorang pemangsa. Naluri seekor Serigala.

Munding bergerak maju tanpa ragu-ragu. Dia sudah mengambil keputusan dan membulatkan tekadnya. Dan Munding yakin bahwa inilah sebenarnya tujuan Pak Yai memberikan nasihatnya kepada Munding.

Munding pun memeluk ‘Munding’ yang ada di depannya.

‘Munding’ tersenyum dan berbisik, “terima kasih telah menerimaku sebagai bagian dari dirimu.”

=====

Pak Yai memperhatikan dengan teliti semua perubahan yang terjadi pada ekspresi dan gerakan tubuh Munding. Dia tahu kalau memaksa Munding membangunkan ‘naluri predator’-nya saat ini mungkin dapat dikatakan terlalu dini.

Munding hanya berlatih silat secara intensif selama 4 tahun dari dirinya. Dan waktu tersebut tidak bisa dianggap cukup untuk mempersiapkan kondisi fisik Munding untuk memfasilitasi apa yang sekarang Pak Yai coba lakukan ke Munding. Tapi Pak Yai tidak tahu kalau sesungguhnya, Munding sudah pernah bersentuhan dengan naluri predatornya saat dia masih kelas 4 SD.

Karena waktu latihan Munding yang terlalu pendek itu, Pak Yai harus ekstra hati-hati, kalau tidak akibatnya bisa fatal.

Semua ini juga sebenarnya terjadi karena insiden Saud dan Suprapto. Karena deskripsi Suprapto, Pak Yai tahu bahwa Munding sudah memasuki fase pre-awakening. Naluri predatornya sudah mulai keluar tapi tanpa Munding sengaja. Itu yang terjadi saat perkelahian melawan Saud dan kawan-kawannya.

Tapi, untuk bisa dianggap sebagai serigala petarung yang sesungguhnya, seorang petarung harus mampu mengendalikan kapan dan dimana dia bisa memasuki ‘mode tarung’. Karena jika dia tidak mampu melakukan itu, maka akan sangat berbahaya bagi keluarga atau teman disekitar si serigala petarung.

Dan inilah yang sekarang Pak Yai coba lakukan ke Munding. Dia mencoba mengajari Munding untuk bisa membangunkan naluri predatornya dengan kesadaran penuh untuk yang pertama kali.

Dan proses ini dalam kalangan serigala petarung dikenal sebagai ‘awakening’.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang