Chapter 41 - Initiation! Part 3

4.7K 256 26
                                    

Apakah Bapak punya hubungan khusus dengan Bu Carik? Mereka dulu sepasang kekasih? Tapi kenapa akhirnya justru Jumali yang menikah dengan Bu Carik? Dan kemudian banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala Munding dalam waktu yang sangat singkat. Sampai akhirnya dia tiba-tiba tersadar.

“Aku hampir kehilangan point pentingnya. Apapun hubungan Bapak, Jumali dan Bu Carik, aku tidak pernah tahu tentang hal itu. Jadi darimana aku bisa merasa bersalah untuk sesuatu yang bahkan aku tidak tahu?” tanya Munding dalam hati.

Dan dengan cepat Munding melirik ke arah ‘dia’ yang berdiri diam sambil tetap menatap kearah Munding.

“Naluriku,” gumam Munding dalam hati.

Munding tiba-tiba merasa kalau sekelilingnya yang diselimuti kegelapan ini menjadi sedikit lebih terang. Dia masih tetap mengambang tanpa injakan kaki, ditemani keheningan dan ‘dia’ yang tetap diam.

Kemudian dengan cepat ingatan Munding melayang pada dua kejadian yang membuatnya ragu-ragu dalam bertindak malam ini. Pertama, saat dia akan menolong Asma di tanah lapang dan yang kedua saat dia akan masuk ke rumah Ayu.

Pada saat akan menolong Asma, kepalanya dipenuhi oleh teriakan dan alasan logis yang mengatakan bahwa Asma adalah anak Jumali dan tidak perlu ditolong, sedangkan dia merasakan seluruh tubuhnya ingin bergerak menolong Asma.

Terjadi pertentangan dan keragu-raguan yang sempat membuat Munding bingung tentang apa yang harus dia lakukan.

Dan akhirnya Munding pun memutuskan untuk menolong Asma. Dia dapat merasakan kalau pada saat itu tidak ada sedikitpun rasa menyesal dalam dirinya karena tindakannya tersebut.

Munding tahu kalau itu adalah sesuatu yang seharusnya dia lakukan, sekalipun mungkin dia tidak berhasil menyelamatkan Asma dan terluka dalam prosesnya. Munding yakin kalau dia tidak akan pernah menyesali keputusannya.

Dan saat ini, Munding tahu apa penyebabnya. Karena dia mengikuti panggilan nalurinya.

Munding semakin merasa dekat dengan jawaban yang dia cari, tapi dia masih juga belum bisa menemukan jawabannya. Di dalam kepala Munding seolah-olah ada lapisan tipis yang membatasi dirinya dengan jawaban itu.

Jawaban yang akan membawanya ke proses inisiasi yang dia cari.

Munding kembali berpikir keras, berusaha untuk menemukan kunci dari semua pertanyaan dan keraguan yang ada di dalam dirinya. Munding tahu kenapa ‘Munding’ yang berdiri diam di depannya merasa bersalah, tapi ada satu lagi emosi yang Munding rasakan dari ‘Munding’ selain rasa bersalah.

Kesedihan.

Emosi yang jauh lebih kuat dari rasa bersalah yang ikut memancar dari ‘tubuhnya’. Kenapa kau bersedih? tanya Munding dalam hati sambil terus berpikir keras.

“Bukankah aku sudah menerimamu sebagai bagian dari diriku?” tanya Munding.

‘Munding’ hanya terdiam.

“Tolong beritahu aku kenapa kau bersedih?” Munding tetap memaksa untuk bertanya.

“Lupakah dirimu? Kenapa kamu menggunakan kepalamu untuk sesuatu yang berhubungan dengan perasaan? Apa yang kamu rasakan tentang keberadaanku?” jawab ‘Munding’.

Munding tiba-tiba tersadar. Dia lupa apa yang diajarkan Pak Yai saat awakening dulu. Nasihat yang sangat jelas dan dia ingat sampai saat ini.

Don’t think, feel!!

Munding menutup matanya dan dia mencoba mengetahui apa yang dia rasakan terhadap ‘Munding’. Naluri predatornya yang telah dia akui keberadaanya sebagai bagian dari jatidirinya. Bagian yang sudah tidak terpisahkan dari dirinya sendiri.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang