Chapter 10 - Pulang Sekolah

5.2K 316 19
                                    

Seperti biasanya, Munding berdiri di depan SMPN tempat Nurul bersekolah.

Dulu, saat Munding minta ijin untuk tinggal sama Pak Yai, Pak Yai cuma memberikan dua buah aturan yang harus dituruti Munding.

Seiring berjalannya waktu, aturan itu bertambah terus entah menjadi berapa. Dan salah satunya adalah Munding wajib menjaga keselamatan Nurul, putri semata wayang Pak Yai.

Termasuk mengantar jemput tiap pulang dan pergi sekolah, dimulai sejak Nurul naik ke kelas 3 SMP saat sudah mulai terlihat tumbuhnya tanda-tanda kegadisan dari tubuh kecil Nurul.

Dan inilah yang sekarang Munding lakukan.

Gadis-gadis kecil berseragam putih biru banyak yang melirik ke arah Munding yang berdiri di samping gerbang depan sekolah. Munding cuma diam menunduk sambil melipat tangan di depan dadanya.

Beberapa dari mereka bahkan ada yang dengan percaya diri mendekati Munding dan mengajak berkenalan dan Munding dengan lugas menjawab kalau dia sedang menunggu adiknya. Tak lama kemudian terlihat lah sesosok gadis berjilbab yang berlari kearah Munding.

“Nggak lama nunggunya kan Mas?” tanya Nurul sambil tersenyum sumringah.

“Nggak kok, udah yuk naek,” kata Munding sambil mengulurkan helm ke arah Nurul.

Beberapa kawan Nurul pun menyoraki mereka berdua, maklum buat anak desa, kapan lagi dapat tontonan ala sinetron tivi. Nurul cuma menunduk malu kemudian naek ke motor di belakang Munding.

Mereka pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, tiba-tiba muncul perasaan tak enak di dada Munding. Suasana rumah terlalu sepi. Biasanya selalu ada yang berkunjung ke rumah Pak Yai, tapi sekarang suasana rumah benar-benar sepi. Nurul juga merasakan hal yang sama.

Munding mematikan motornya di depan rumah kemudian turun dan berteriak ke dalam.

“Assalamualaikum.”

Lama tak ada jawaban. Nurul langsung berlari membuka pintu rumah, tapi pintu rumah dalam keadaan terkunci. Nurul mulai panik dan mencoba mencari kunci cadangan yang dia punya.

Munding melihat ke sekeliling dan tidak menemukan tanda-tanda sesuatu di luar kebiasaan telah terjadi di sekitar rumah Pak Yai.

Munding kemudian berjalan ke rumah Bulek Yati yang paling dekat dengan rumah Pak Yai. Tak berapa lama kemudian Munding sudah dapat kabar dari Bulek Yati kalau Pak Yai dirawat di RSDU Sukolilo tapi Bulek Yati tidak tahu penyebabnya.

Munding berlari ke rumah dan menemukan Nurul yang sedang kebingungan di dalam rumah. Munding kemudian masuk ke dalam rumah menyusul Nurul.

“Ibu juga nggak ada Mas. Kemana ya mereka?” kata Nurul sambil menangis dan menghambur ke pelukan Munding yang baru saja masuk.

“Tenang Dek, Mas baru saja nanya ke Bulek Yati, katanya Bapak di rawat di RSUD Sukolilo, mungkin Ibu juga sudah ada disana,” jawab Munding sambil menenangkan Nurul.

Nurul berhenti terisak-isak setelah mendengar kata-kata Munding.

“Nurul takut banget Mas. Nurul takut kalau sampe Bapak sama Ibu kenapa-napa,” kata Nurul di sela isak tangisnya.

Entah karena mereka lagi galau atau karena suasana rumah lagi sepi, Munding dan Nurul seakan kompak saling bertatapan mata dan kemudian saling mendekatkan wajah mereka.

Nurul memejamkan mata dan Munding makin maju untuk mencium bibir Nurul pelan dan akhirnya mengulumnya pelan.

Beberapa saat kemudian, Munding menghentikan ciumannya ke bibir tipis Nurul. Ini kali pertama Munding mencium seorang gadis dan ternyata rasanya manis.

Munding tersenyum kemudian dia melihat ke arah Nurul, “Dek Nurul sekarang juga sudah punya Mas Munding kan?”

Muka Nurul memerah dan Nurul cuma menundukkan kepalanya karena malu. Munding kemudian mengecup kening Nurul pelan dan hari itu adalah hari dimana hubungan adek kakak antara Munding dan Nurul resmi berakhir.

“Sekarang kita ke RSUD aja dulu ya?” kata Munding.

“Iya, nggak usah ganti seragam dulu ya Mas? Nurul takut kalau Bapak kenapa-kenapa.” jawab Nurul.

Munding yang memakai seragam abu-abu dan Nurul yang memakai seragam biru berboncengan dengan mengendarai motor ke arah RSUD Sukolilo yang terletak di pusat kota kecamatan.

Ketika mereka sudah keluar dari wilayah desa Sumber Rejo, Nurul memeluk badan Munding erat seakan nggak ingin melepaskannya. Munding tersenyum sambil menatap jalan yang ada di depan.

Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di RSUD. Munding memarkirkan motornya dan menggandeng tangan Nurul menuju ke pusat informasi.

“Mbak, Pak Yai dirawat dimana?” tanya Munding tergesa-gesa.

“Pak Yai?” tanya Mbak’e perawat di balik meja informasi.

“Maaf, maksud saya atas nama Ahmad Hanbali,” jawab Munding.

Mbak Perawat terlihat memeriksa log book nya sebentar kemudian dia terlihat agak lain saat memberitahu Munding.

“Maaf ya Dek, pasien atas nama Ahmad Hanbali belum masuk rawat inap, kondisinya masih kritis di ICU.”

Duarrrrrrrrrrrrrrrrr.

‘Kritis?? ICU??’

Cuma dua kata itu yang terngiang-ngiang di telinga Munding. Munding bagaikan tersambar petir. Tangannya reflek menggenggam erat tangan Nurul. Dada Munding terasa sakit dan dia mengalami kesulitan bernafas.

Munding seakan-akan mendengar suara orang bergumam dengan kata-kata yang tidak jelas di sekelilingnya. Suara itu terdengar makin jelas dan bergaung di dalam otaknya, tapi Munding tidak paham dengan apa yang mereka ucapkan.

Tiba-tiba Munding merasakan sebuah ciuman di pipinya.

Bagaikan air es yang disiramkan pada bara api. Ciuman itu membuat kondisi Munding tiba-tiba berubah menjadi lebih baik. Suara-suara itu hilang entah kemana, dada Munding juga tiba-tiba saja seperti terlepas dari jeratan.

Dalam beberapa saat saja, Munding sudah dapat mengendalikan dirinya. Munding melihat ke arah samping kanannya, arah darimana ciuman itu berasal.

Nurul juga sedang melihat ke arah Munding dengan tatapan mata cemas. Tetapi begitu Munding menolehkan kepalanya dan melihat sorot mata yang dia kenali, Nurul tersenyum lega.

“Mas Munding kenapa sih tadi? Nurul takut Mas, Mas nggak boleh kaya gitu lagi ya?” bisik Nurul pelan di telinga Munding.

“Iya, makasih banyak Dek,” balas Munding sambil menggandeng tangan Nurul ke arah ruang ICU yang ditunjukkan oleh perawat tadi.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang