Chapter 33 - Hanif Asmawati

5K 255 8
                                    

Munding terus berlari dalam kegelapan malam. Melewati kebun dan pekarangan di kampung Sukorejo. Dia berhenti berlari dan berjalan pelan setiap beberapa menit dengan napas terengah-engah sebelum kemudian melanjutkan lagi perjalanannya.

Tak lama kemudian, Munding sampai di tempat yang dia kenal. Tanah lapang di pojok desa. Tempat Joko dan kawan-kawannya sering membully Munding kecil. Tempat dia bertemu dengan Pak Yai dan Nurul.

Munding berhenti sebentar sambil tersenyum. Tempat inilah yang mempertemukan dia dengan keluarga Pak Yai.

Tempat yang memberinya kenangan pahit tetapi juga membuatnya mendapatkan kesempatan untuk merasakan kehangatan sebuah keluarga yang sudah hilang dari kehidupannya.

Munding membalikkan badan. Tanah lapang ini terletak di ujung desa, itu artinya, setelah melewati tanah lapang ini, dia akan memasuki wilayah pemukiman Desa Sukorejo.

Meskipun Munding tidak tahu dimana letak rumah Jumali, tapi dia yakin bisa mendapatkan informasi itu dari warga desa.

Tiba-tiba Munding mendengar suara teriakan seorang perempuan dari sudut yang agak gelap di tanah lapang ini. Langkah kaki Munding terhenti dan dia mencoba mendengarkan dengan lebih seksama.

Beberapa detik kemudian, suara teriakan itu terulang lagi. Kali ini, Munding dengan cepat berlari menuju darimana suara itu berasal. Munding merasa kalau sesuatu yang buruk sedang terjadi dan dia harus menghentikannya.

=====

Hanif Asmawati adalah nama lengkap gadis itu. Dan Asma adalah panggilannya. Nama yang terkesan aneh, campuran antara nama Islami dan Jawa.

Hanif berarti baik, Asma berarti nama. Jadi nama gadis itu secara literal dapat diartikan sebagai ‘nama yang baik’.

Asma adalah seorang gadis kelas 1 SMA yang berasal dari Sukorejo. Dia pintar dan selalu juara kelas sejak SD. Asma juga berparas cantik dan dia salah satu kembang desa di Sukorejo. Tetapi Asma juga terkenal sebagai seorang gadis yang pendiam dan kurang pandai bergaul.

Sejak dulu.

Asma satu kelas dengan Joko dan Munding saat SD. Dia juga menyaksikan setiap hari Munding dibully oleh Joko dan kawan-kawannya pada saat itu.

Asma selalu merasa marah dan bersimpati kepada Munding, tapi dia adalah seorang perempuan. Lemah dan tanpa kekuatan untuk menyelamatkan Munding.

Tapi itu tidak berarti Asma tidak melakukan apa-apa. Dia sudah mencoba berkali-kali memberitahu ke Bapak dan Ibu Guru di sekolah, tapi seolah-olah mereka, orang-orang dewasa itu, menutup mata dan menganggap aduan Asma sebagai angin lalu. Sebelum akhirnya Asma menyerah untuk mengadukan perbuatan Joko ke mereka.

Asma juga sudah mencoba untuk memberitahu kepada kedua orang tuanya tentang Munding. Tapi kedua orang tua Asma cuma tersenyum pahit dan menggelengkan kepala mereka.

Mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Bapak Asma sendiri cuma seorang Sekretaris Desa, yang tetap harus menggantungkan nasibnya kepada si Kepala Desa, Karto Sentono.

Asma adalah putri semata wayang Pak Carik, Jumali.

Beberapa hari terakhir, tepatnya sejak 2 hari yang lalu, Asma dan Ibunya kebingungan dan panik. Pak Carik sudah lebih dari 3 hari tidak pulang ke rumah. Kontan saja mereka berdua berusaha mencari Pak Carik sekuat tenaga.

Sehari setelah Pak Carik tidak pulang ke rumah, Asma dan Ibunya sudah mencoba melapor ke Polsek Sukolilo dan hanya mendapat jawaban bahwa mereka akan mengerahkan personil untuk mencari tahu keberadaan Pak Carik, tapi sampai hari ini tidak ada titik terang yang mereka dapat dari pihak kepolisian.

Asma dan Ibunya juga sudah memberitahu kepada Kepala Desa dan aparat desa yang lain untuk membantu mencari Pak Carik, tapi usaha ini juga belum membuahkan hasil. Sampai akhirnya malam ini, Asma mendapatkan kabar gembira tentang keberadaan ayahnya.

Puji Astuti, satu-satunya sahabat yang dimiliki Asma, memberitahu bahwa Joko dan kawan-kawannya mendapatkan informasi tentang Pak Carik.

Asma yang dengan tanpa curiga mempercayai sahabat dekatnya sejak SD itu, meminta ijin kepada Ibunya untuk pergi dengan Puji malam ini, bertemu dengan Joko dan kawan-kawannya.

Dan itulah yang Asma lakukan. Puji membawa Asma ke tanah lapang di pojok desa, dimana Joko dan keenam sahabat kentalnya sudah menunggu mereka disana. Asma ternyata akan mengalami hal yang tidak akan pernah dia bayangkan dalam hidupnya.

=====

Asma berdiri sambil memegangi kaos yang sudah terkoyak disana sini. Dia memandang penuh benci kepada Puji yang ada di pelukan Candra, anak pemilik toko terbesar di Sukorejo.

Lima orang kawan Joko, lebih tepatnya anak buah Joko, berdiri mengelilingi Asma sambil tertawa-tawa.

Joko berdiri di depan Asma dengan senyum menyeringai penuh nafsu dan menatap liar ke area-area tubuh Asma yang sebagian sudah tidak tertutup lagi. Sebenarnya dia bisa saja melampiaskan nafsunya dengan mudah kalau dia mau. Apa susahnya bagi enam orang laki-laki untuk menaklukkan seorang gadis sendirian yang tidak berdaya?

Tapi Joko tidak mau itu, dia ingin menikmati perlawanan Asma. Dia menikmati saat-saat Asma berontak dan mencoba mempertahankan harga dirinya. Dia menyukai saat tangannya merobek baju yang menutupi tubuh Asma sedikit demi sedikit.

Joko bergerak maju dan tangannya terulur, mencoba membuka tangan Asma yang menutupi buah dadanya. Asma berusaha menghindar kebelakang tapi ada sepasang tangan yang menangkap tubuhnya dan mendorongnya kembali ke arah Joko. Asma terdorong maju ke arah Joko yang sudah siap menerkam mangsanya.

Bretttttttt.

Suara kaos yang dirobek kembali terdengar kesekian kalinya malam itu.

“Biadab!!!! Kalian binatang!!” teriak Asma di sela-sela tangisannya.

Joko terkekeh mendengar makian Asma. Puji yang sedang berada dalam pelukan si gendut Candra cuma tertawa sinis ke arah Asma. Sesekali dia menggelinjang karena jari Candra yang menerobos masuk ke area wanitanya.

“Sudahlah Asma, cuma kamu satu-satunya gadis yang masih perawan di kampung ini. Tidak usah merasa sok suci lagi, pasrah dan nikmati saja. Awalnya memang sakit, lama-lama enak kok. Aku yakin kamu bakalan ketagihan. Apalagi kalau kamu merasakan beberapa kontol memasuki tubuhmu bersamaan,” kata Puji sambil tersenyum sinis.

Asma melirik marah ke arah Puji, “aku menganggapmu sahabat terdekatku selama ini. Sejak kita SD. Kupikir kamu berbeda dengan mereka, tapi ..”

Puji memotong kalimat Asma sebelum kalimatnya selesai, “sahabat? Cuih. Apa seorang sahabat bisa membantumu membelikan kosmetik untukmu? Apa dia mau membelikan baju-bajumu? Kamu terlahir kaya, dengan posisi bapakmu di kampung ini, kamu tidak pernah merasa kekurangan. Pernahkah sekalipun kamu memikirkan bagaimana kehidupan anak seorang buruh tani sepertiku?”

“Tapi kenapa kamu menjebakku? Silahkan nikmati hidupmu dengan caramu. Tapi setidaknya jangan libatkan aku,” jawab Asma.

“Kenapa? Kamu masih tanya kenapa? Kupikir kamu adalah si juara kelas tapi tidak kusangka kamu sebodoh itu Asma,” balas Puji.

Joko terkekeh mendengar percakapan mereka berdua, dia tersenyum kearah Asma, “Asma, Puji membantuku memberikan kesempatan ini dengan harga yang sangat mahal. Untuk menikmati keperawananmu, aku memberi Puji sebuah sepeda motor matic baru untuknya. Sesuatu yang dia impikan selama ini.”

Asma menggeleng-gelengkan kepalanya, dari dulu, dia tahu kalau perilaku Joko dan kawan-kawannya sangatlah buruk. Karena itu Asma menjaga jarak dari mereka dan kawan-kawan sekampungnya yang lain.

Dia lebih memilih untuk dianggap pendiam dan tidak pandai bergaul, daripada dia terpengaruh perilaku buruk mereka. Tapi, justru satu-satunya sahabat yang dia percayai dan menjadi temannya selama ini, yang menjual dirinya.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang