Chapter 16 - Balas Dendam (Saud) part 1

6.8K 312 24
                                    

Munding keluar dari ruang rawat inap dan berjalan ke parkiran motor. Hujan gerimis mengguyur Kecamatan Sukolilo. Munding yang hanya mengenakan kaos dan celana panjang tanpa jaket nekat menerobos gerimis dan berjalan ke arah motor.

Munding menyalakan motornya dan keluar dari halaman parkir RSUD Sukolilo. Dia mengarahkan motornya ke arah Pasar Sukolilo yang terletak tidak jauh dari RSUD.

Di kota kecamatan seperti Sukolilo, semua fasilitas umum mempunyai jarak yang hampir berdekatan. Mungkin sebenarnya Sukolilo juga tidak layak disebut ‘kota’ sedari awal.

Jalanan sudah mulai sepi, meskipun jam baru menunjukkan pukul 20.00 malam, untuk penduduk daerah pegunungan seperti Sukolilo, lebih baik mereka meringkuk di bawah selimutnya yang hangat daripada keluar di malam hari. Menahan dinginnya hembusan angin dingin pegunungan di malam hari.

Dalam waktu hitungan menit saja, Munding sudah sampai di pasar Sukolilo. Pasar yang di siang hari ramai oleh oleh pedagang dan pembeli suasana berubah 180 derajat di malam hari. Toko-toko maupun pedagang pasar tutup sebelum adzan maghrib berkumandang setiap hari.

Hanya satu dua pedagang yang masih terlihat berusaha mengais rejeki di tengah gerimis hujan malam ini. Beberapa warung tenda penjual makanan seperti bakso, ayam penyet dan nasi kucing tetap setia menunggu pelanggan yang mungkin kelaparan di malam hari.

Tapi bukan tempat itu yang dituju oleh Munding. Kemarin dia mendengar Pak Razak menyebut nama ‘Saud’, preman pasar yang disegani di Sukolilo. Dan Munding punya sedikit bayangan dimana dia harus mencari Saud untuk membuat perhitungan.

Di Sukolilo, minuman keras tidak diperjual belikan dengan bebas. Meskipun begitu, bagaimana caranya preman-preman pasar itu bisa mendapatkannya kalau tidak ada yang menjual? Jawabannya adalah penjual illegal. Dan mereka rata-rata adalah pemilik kios jamu.

Mereka menggunakan kedok sebagai penjual jamu tradisional dan membuka kiosnya sampai malam hari secara terang-terangan. Kalau pelanggan datang dan memesan jamu seperti beras kencur, temulawak dan lainnya, mereka akan dengan senang hati akan melayaninya.

Tapi, dibalik itu, mereka juga menyediakan minuman lain yang seharusnya tidak diperjualbelikan. Dan itulah tempat yang sekarang dituju Munding.

Munding mengelilingi komplek pasar Sukolilo yang tidak seberapa luas itu dengan motornya, sampai akhirnya dia menemukan sebuah kios jamu yang sedikit ramai dengan pengunjung. Ada sekitar 7 orang laki-laki yang sedang duduk dan menikmati minuman di sana.

Seorang gadis dengan pakaian yang sedikit ketat melayani para pembeli itu sambil tertawa-tawa. Sesekali tangan para lelaki itu terulur mencoba menyentuh si gadis yang akan dibalas dengan tepisan dan teriakan manja dari si gadis.

Trik lama untuk menjaga pelanggan kios jamu.

Munding memarkir motornya tak jauh dari kios jamu, kemudian dia berjalan ke arah orang-orang yang sedang asyik menikmati minumannya itu.

Isi kepala Munding hanya dipenuhi oleh bayang-bayang Pak Yai yang sedang terbaring di ICU dengan perban yang membalut kepalanya. Di tengah gerimis hujan, Munding mengatupkan rahangnya dan mengepalkan tangannya sembari berjalan mendekati mereka.

Munding seakan lupa semuanya, yang ada di kepalanya hanyalah bisikan-bisikan tak jelas yang Munding tidak mengerti maksudnya. Dada Munding terasa sesak dan sakit dan Munding seperti mengalami sesak napas. Napasnya mulai terengah-engah, mencoba mengembalikan udara yang seakan-akan enggan memasuki paru-parunya.

Tanpa sadar, Munding sudah berdiri di depan kios jamu dengan kedua tangan yang mengepal dan napas yang tidak beraturan.

“Saud??” cuma satu kata yang keluar dari mulut Munding dari sela-sela giginya yang mengatup rapat.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang