Chapter 31 - Relaksasi

5K 256 9
                                    

Malam itu, Pak Yai menceritakan semua rahasia tentang serigala petarung kepada Munding yang isinya kurang lebih apa yang pernah disampaikan oleh Umar kepada Suprapto.

Munding kaget setelah mendengar cerita Pak Yai. Dia masih separuh tidak percaya dengan apa yang dia terima malam itu. Rahasia yang sebenarnya sangat mengejutkan untuk diketahui oleh seorang anak usia kelas 1 SMA.

Seorang bocah yang berusia 15 tahun.

Tapi mau tak mau Munding harus mempercayai apa yang Pak Yai sampaikan. Bukankah dia sudah membuktikan dengan tubuhnya sendiri? Bukankah Munding juga sudah merasakan keberadaan ‘dia’ dalam tubuhnya? ‘Dia’ yang sampai saat ini masih tertidur dengan tenang di dada Munding.

Keesokan paginya.

Tubuh Munding terasa lelah sekali. Jauh lebih lelah dibandingkan semua hari-hari yang pernah dia lewati selama 4 tahun menjalani latihan fisik dan silat yang diberikan Pak Yai. Munding kembali teringat pesan Pak Yai tadi malam.

‘Jangan pernah masuk ke mode tarung kalau nyawamu tidak dalam bahaya dan kalaupun kamu harus melakukan itu, jangan lebih dari lima menit.’

Sekarang Munding tahu alasannya. Latihan fisik dan silat yang dia terima selama ini terasa sangat berat dan menyakitkan, tapi menurut Pak Yai itu hanya membuatnya sanggup bertahan dalam durasi lima menit dalam mode tarung.

Semalam, Munding hanya masuk ke mode tarung tak lebih dari dua menit dan pagi ini tubuhnya terasa seperti remuk tanpa tulang. Dia hanya menggeliat diatas sajadah mushola yang menjadi tempat tidurnya selama empat tahun ini.

Ketika Munding melihat ke luar, matahari pagi sudah menampakkan sinarnya.

“Astaghfirullah. Kesiangan. Nggak subuhan juga,” gumam Munding.

Kemudian Munding ingat kalau hari ini adalah hari minggu. Tapi Munding tiba-tiba merasa aneh, biasanya kalau Munding belum bangun saat sholat subuh hampir memasuki waktunya, Pak Yai akan datang dengan rotan kesayangannya. Meskipun beberapa bulan terakhir, Nurul akan datang terlebih dahulu untuk membangunkan Munding sebelum Bapaknya.

“Gimana tubuhmu Le?” tanya Pak Yai tiba-tiba.

Munding terperanjat kaget mendengar suara Pak Yai yang tiba-tiba ada di teras mushola. Seperti hantu aja orang tua satu ini, muncul tiba-tiba tanpa suara, gerutu Munding dalam hatinya.

“Sakit semua Pak Yai. Jauh lebih melelahkan daripada latihan silat yang selama ini Munding lakukan,” jawab Munding.

Pak Yai cuma terkekeh, “Bapak tahu itu, makanya hari ini Bapak biarkan kamu beristirahat. Hari ini kamu libur latihan dulu. Nggak usah bantu-bantu kerjaan rumah juga.”

Wajah Munding berubah cerah seketika. Ini hari libur pertamanya sejak 4 tahun lalu. Hari pertamanya bebas dari latihan dan tugas hariannya yang sudah jadi rutinitas wajibnya sehari-hari.

Pak Yai tersenyum melihat wajah gembira Munding, “ajak Nurul jalan-jalan sana. Dia sudah lama banget pengen jalan-jalan berdua aja sama kamu,” kata Pak Yai sambil membalikkan badannya.

Munding tersenyum sambil kembali merebahkan badannya ke atas ‘kasur’nya. Munding merasa kalau mentari pagi ini bersinar lebih cerah daripada biasanya.

=====

“Mas, kita ke pantai ya?” kata Nurul yang memeluk Munding di atas motor yang melaju pelan.

“Iya,” jawab Munding pelan sambil menganggukkan kepalanya.

Nurul tersenyum bahagia sambil menyenderkan kepalanya ke punggung Munding. Ini kali pertama mereka jalan-jalan berdua layaknya pasangan lainnya.

Sukolilo terletak di daerah pegunungan yang jauh dari sabuk pantai. Pantai yang terdekat membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 1,5 jam dengan menggunakan motor. Dengan jalan berliku ala pegunungan, jarak tersebut akan membutuhkan lebih dari 2 jam kalau ditempuh dengan menggunakan mobil.

Pepatah ‘rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau’ mungkin berlaku juga disini. Saat hari libur, orang-orang kota berbondong-bondong datang ke daerah wisata yang ada di pegunungan dan sebaliknya, orang-orang yang tinggal di pegunungan akan berbondong-bondong berwisata ke pantai.

Bule-bule dari mancanegara juga begitu terpesona melihat hamparan sawah yang ada di Canggu, Bali. Dan kita pun sebaliknya akan terpesona dengan butiran es dan salju yang sepanjang tahun menyelimuti puncak pegunungan Alpen di Eropa sana.

Apapun itu, hal yang tidak kita jumpai setiap hari akan selalu terlihat menarik daripada apa yang kita lihat sehari-hari.

Satu setengah jam kemudian.

Munding dan Nurul duduk di pinggir pantai menikmati suhu hangat dan hembusan angin laut. Mereka berteduh di bawah pohon cemara yang mungkin sengaja ditanam oleh pihak pengelola pantai wisata ini.

Tidak ada kata-kata diantara mereka, mereka cuma saling menggenggam tangan dan melihat ke arah luasnya laut yang ada di depan mereka.

“Mas, kalau ngelihat laut yang luas gini, berasa jadi kecil ya?” tanya Nurul tiba-tiba.

“Mmmmmmm,” jawab Munding.

“Apaan sih? Yang romantis dikit dong Mas,” Nurul pun menggerutu setelah mendengar reaksi Munding.

“Hahahahahahahahaha,” Munding tertawa, “Dek Nurul mau romantis-romantisan ya? Keseringan baca novel romance di wattpad nih kayaknya.”

“Kan mumpung momennya pas Mas,” Nurul menggerutu dengan bibirnya yang maju ke depan.

“Ya udah sini,” kata Munding sambil tangannya maju memeluk tubuh Nurul yang ada di sampingnya.

“Nggak ah, malu. Banyak orang laen juga,” tolak Nurul.

“Kan nggak ada yang kenal,” kata Munding sambil tangannya memaksa memeluk Nurul.

Akhirnya Nurul menyerah juga dan membiarkan Munding memeluk tubuh mungilnya. Muka Nurul memerah sambil menunduk. Malu sama belalang yang asyik memakan rumput di depan mereka.

“Nurul pernah ke Eropa nggak?” tanya Munding yang dijawab dengan gelengan kepala Nurul.

“Amerika? Jepang?” tanya Munding lagi, “sini Mas ajari.”

Munding pun menuntun Nurul mendekat ke arah pantai. Dia mencari tempat yang agak sepi kemudian mengajak Nurul masuk ke dalam air.

“Bumi kita hampir dua pertiga permukaannya ditutupi laut dan seluruh dunia terhubung oleh satu lautan yang sangat besar."

"Itu artinya bisa saja air yang sekarang menyentuh kaki kita suatu ketika pernah menyentuh daratan Amerika, Eropa, Jepang atau belahan bumi manapun,” bisik Munding sambil memeluk Nurul dari belakang dan merasakan air laut membasahi kaki mereka berdua.

Nurul memejamkan matanya dan menikmati suara deburan ombak yang ada di sekeliling mereka. Dia mendengarkan bisikan Munding di telinganya dan membayangkan kalau air yang sekarang membasahi kakinya pernah melanglang buana.

Nurul pun tersenyum bahagia, kemudian membalikkan tubuhnya. Nurul berjinjit di atas jari kakinya kemudian berbisik lirih, “Nurul sayang Mas Munding. Selamanya.”

Dua remaja itu pun kemudian berciuman mesra diiringi deburan ombak di tepi pantai. Tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarnya.

Author Note:

Isi chapter sesuai judul lah. Saya kan capek juga kalau harus nulis adegan action terus. Wakakakakakaka.

Sekali-sekali relaksasi juga.

Happy weekend gaesss.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang