Chapter 21 - Serigala part 1

5.8K 281 6
                                    

Badrun kemudian menceritakan dengan rinci dan jelas kejadian malam itu, mulai dari Munding yang tersenyum sambil memukuli Saud sampai tak sadarkan diri, hingga saat dia berteriak sendiri dan saat Munding melakukan tendangan T yang melempar rekannya sejauh 3 m ke kios sebelah.

“Mana mungkin seperti itu!! Kau bilang bocah ingusan itu bisa menendang si Kirun sampai sejauh 3 m?? Kau mabuk parah ya malam itu?” teriak Saud membantah cerita Badrun.

“Saud, diam kamu!! Badrun coba kau ulangi lagi mulai dari si bocah itu bergerak dan menyerang temanmu Kirun,” kata Suprapto.

Badrun pun mengulangi ceritanya lagi. Wajah Suprapto makin lama makin terlihat nggak karuan. Tiba-tiba cerita lama yang sangat ingin dia kubur dan lupakan mencoba kembali menyeruak dalam ingatannya.

“Ini pertanyaan terakhirku, aku minta kamu jawab dengan jujur Badrun!! Apa yang kamu rasakan saat kamu melihatnya setelah menyerang Kirun dan menurutmu apa yang sedang dia pikirkan? Ingat, jujur kataku!!” kata Suprapto dengan tegas.

Badrun menarik napas panjang, sebenarnya dia tak ingin mengingat-ingat lagi kejadian malam itu, kejadian yang paling menakutkan untuk dirinya. Bukan sekedar menakutkan ketika dia melihat film horror yang kemudian akan mudah terlupakan.

Ini jauh-jauh lebih dalam daripada itu. Ini rasa ketakutan pada level naluriah yang paling dasar, yang berkaitan dengan keberlangsungan hidupnya sendiri.

Ketakutan seekor mangsa saat bertemu predatornya.

“Ndan, mohon maaf sebelumnya, sejujurnya, malam itu adalah malam paling menakutkan bagi kami, kami mengalami mimpi buruk selama beberapa hari ini gara-gara kejadian itu,” kata Badrun sambil menarik napas, “kami bertiga sudah diskusi soal kejadian itu dan kami punya pendapat yang sama, saat kami melihat tatapan matanya, kami bukan melihat seorang manusia, kami melihat seorang pemangsa yang sedang menatap mangsanya. Keliatannya dia sama sekali tidak menganggap kami-kami ini spesies yang sama dengan dirinya.”

Saud langsung berteriak mendengar perkataan Badrun, “jawaban macam apa itu? Kau pikir ini film ha? Mana ada macam tu!!! Sini biar kucari dia, biar kuretakkan kepala otaknya,” teriak Saud makin kencang di ruangan Pak Kapolsek Sukolilo.

“Diam kau Saud!!! Kurasa kau mulai lupa dimana tempatmu!! Mau kuingatkan lagi?” Suprapto yang keliatannya mulai kehilangan kesabaran pada Saud berteriak sambil menunjuk-nunjuk muka Saud.

“Badrun, kamu yakin itu yang kamu dan kawan-kawanmu rasakan?” tanya Suprapto.

Badrun cuma menganggukkan kepalanya pelan. Suprapto merasakan kepalanya berputar-putar, kalau benar apa yang dibilang Badrun, masalah ini lebih rumit dari yang dia bayangkan.

Suprapto melirik ke arah Saud, “apa yang kau lakukan selama beberapa hari sebelum si bocah datang mencarimu?”

“Nggak ada Ndan, kami melakukan apa yang biasanya kami lakukan,” kata Saud.

“Coba kau ingat-ingat lagi,” kata Suprapto pelan.

Saud mencoba mengingat-ingat dengan keras di bawah tatapan mata Suprapto, setelah beberapa saat Saud terlihat senang karena dia teringat sesuatu.

“Memang ada satu Ndan, aku pukul kepala seorang kakek tua di pasar pake botol minuman. Kudengar kepalanya bocor dan dia masuk ke RSUD gara-gara itu,” kata Saud.

“Seperti apa ciri-cirinya dan kenapa kau pukul dia?” tanya Suprapto.

“Dia hanya kakek tua biasa, memakai sarung dan peci, macam mau pergi kondangan. Sebenarnya sih tak ada alasan khusus, aku cuma tak suka aja nengok mukanya,” kata Saud tanpa rasa bersalah.

munding (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang