2 - Jean dan Penyangkalannya.

14.9K 1.3K 118
                                    

Maaf, Jean. Tapi Anri masih empat belas tahun.

.

.

.

.

.

.

.

.

Perjalanan mereka ditempuh dengan lumayan cepat, saking cepatnya Anri menghela nafas kecewa ketika helikopter mereka sudah tiba di helipad pribadi yang berada di puncak gedung kantor pusat perusahaan milik Nikolai. Anri belum pernah melihat pemandangan kota Jakarta dari ketinggian sebelumnya, dari sebuah helikopter. Ia juga memerhatikan Jean ketika pria itu berbicara dengan seseorang lewat headset-nya, mungkin seseorang dari bagian kontrol di gedung.

Jean melakukan pendaratan dengan mulus, begitu ia mematikan mesin dan yakin baling-baling sudah tak berputar terlalu cepat, Jean segera turun untuk membantu Anri ikut turun. Seusai membantu Anri, Jean melirik arloji di pergelangan tangannya dan sedikit mendecih, dahinya berkerut. Ini bukan larut malam lagi, melainkan menjelang pagi. Arlojinya menunjukkan pukul tiga dini hari

Ia pun mengalihkan pandangannya ke Anri yang sudah mengantuk, berdiri walaupun lemas lantaran menahan matanya yang tinggal lima watt. 

"Hei, rumah kamu di daerah mana? Masih di Jakarta, kan?" tanya Jean, ia sedikit khawatir kalau tempat tinggal Anri jauh di luar Jakarta, sedangkan ini sudah menjelang pagi, dan Anri sudah kelelahan seperti itu.

"Mmm, aku di Pesanggrahan, t-tapi--"

"Tapi apa?", firasat Jean mulai tidak enak.

Anri nampak ragu, ia menundukkan kepalanya dan menggeliat tak nyaman. Jean pun curiga, pria itu memincingkan matanya, menatap Anri yang tak langsung menjawab pertanyaannya.

"K-kalau aku pulang jam segini," jawab Anri dengan suaranya yang terbata-bata.

"Mama bakal marah besar sama aku..."

"Hah? Kamu kabur dari rumah?"

Omega mungil itu menggeleng cepat sambil memejamkan matanya. "Bukan, aku izin, kok! Tapi aku izinnya kerja kelompok dan nginep di rumah temen aku,"

"A-aku nggak mungkin bilang jujur dipanggil ke pesta begitu, kan."

Jean mendadak pusing seusai mendengar alasan Anri, ia memijat dahinya dan mengusap-usap wajahnya dengan kasar. Jean agak menyesal, rupanya. Seharusnya dia berpikir panjang dulu tadi dan tahu ujungnya akan seperti ini. Anri masih anak-anak, apa yang akan ia katakan ke keluarga Anri nanti kalau ia bertemu mereka di keluarganya?

"Astaga, aku libatkan diri sendiri sama apaaa..." gumam Jean pada dirinya. Omega di hadapannya tertunduk dalam penyesalan.

"Maaf, Kak Jean... Aku bisa pu-pulang sendiri, naik Gojek."

Pria itu terbungkam cukup lama, memikirkan apa yang harus dilakukannya terhadap anak itu.  Tidak, Jean tidak sampai hati untuk membiarkan anak-anak pulang sendirian di jam segini. Tapi, di sisi lain, Jean tidak mau disangka om-om Alpha cabul yang memulangkan anak orang pagi-pagi buta, ia tidak bisa! Baru beberapa hari ia diangkat jadi pemimpin perusahaan baru, ia tidak bisa sudah tersandung skandal. Tak lama Jean memutar otaknya, ia menemukan sebuah ide.

Sebelum mengatakannya, Jean menghela nafas. Mungkin ini bukan ide yang terbaik, tapi setidaknya dia tidak akan mengantar pulang anak orang lain pagi-pagi begini.

"Anri, gimana kalau kamu ikut ke apartemenku dulu?" tanyanya. "Besok pagi, aku akan antar kamu pulang. Daripada kamu, atau aku, kena marah keluargamu."

Seketika Anri mendongakkan kepalanya. Oh, sepertinya dia setuju.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang