24 - i'm in Cloud Nine

9.2K 564 61
                                    

Mata biru Anri melihat semua dari sudut pandang bawah. Ia melihat rahang yang dipenuhi janggut tipis, namun bentuk tegasnya masih terlihat, hidung mancung yang lancip, dan satu set bulu mata panjang nan lebat. Semua karunia indah dari Tuhan yang dimiliki satu orang itu berada di bawah langit malam Palm Springs yang cerah dihiasi oleh bintang-bintang bertaburan. 

I see you.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tubuh kecil Anri digendong oleh orang itu, dan ia melangkah lurus dengan cepat. Langkahnya yang lebar-lebar membuat personil keamanannya tertinggal sedikit di belakang, ia berjalan tergesa-gesa.

Mereka menaiki sebuah mobil shuttle mini yang mengantarkan mereka ke sebuah area yang paling dijaga di Cloud Nine. Semua personil yang menjaga pintu masuk mempersilakan Anri dan orang itu masuk, dan orang yang menggendong Anri setengah berlari untuk melewati area itu, dan mereka sampai pada sebuah gerbang lagi--yang dijaga sangat ketat.

Mereka sampai lagi pada sepasang pintu kaca raksasa dengan ukiran emas yang berbentuk kepala singa yang besar pula, dan dua petugas pintu itu dengan kompak membukakan pintu untuk Anri dan orang yang menggendongnya dengan terburu-buru.

Oh, Anri memang pusing dan masih mencerna apa yang terjadi. Tapi tentu saja, ia bisa mengenal siapakah orang yang datang bagaikan pangeran penyelamat untuknya. Membungkusnya dengan jaket panjangnya yang mahal, lalu menggendong Anri sendiri sampai ke tempat ini, padahal personil-personil di belakangnya menawarkan diri untuk menggantikannya menggendong Anri.

"J-Jea..."

"Aku perlu paramedis di ruanganku! SEKARANG!"

Lalu orang-orang yang berada di lobi tempat mereka baru saja masuk menjadi riuh, seorang petugas berlari untuk melaksanakan titahnya. Ia pun beralih cepat ke lift dengan Anri masih berada di lengannya.

Mereka menaiki lift ke ruangan orang itu. Sebuah lift pribadi yang letaknya terpisah dengan lift-lift lainnya. 

Orang itu menatap ke bawah untuk melihat Anri. Wajahnya yang tampan terlihat, meskipun tatapannya sendu dan penuh dengan kekhawatiran.

"Jean..."

Anri mendesis pelan. Akhirnya ia bisa menyelesaikan memanggil nama pria itu, setelah berkali-kali mencoba memanggil namanya, namun selalu saja terganggu. 

Jean menghela nafas lega, tangannya mengusap-usap kepala Anri.

"Jangan bicara banyak dulu, Ri. Kepala kamu terbentur tanah karena jatuh, lutut kamu juga--lutut kamu terluka."

...

Tuhan, benarkah ini Jean? Benarkah ini Jean yang menggendong Anri di lengannya?

Setelah sekian lama, akhirnya Anri mendengar suara itu. Suara yang sangat ia rindukan. Yang dalam dan bariton, namun juga sejuk didengar, seolah-olah itu adalah air terjun.

Tuhan, kalau ini mimpi, atau jika Anri sedang berhalusinasi karena kepalanya terbentur tanah. Anri mohon, jangan bangunkan Anri dulu. Anri ingin mendekap Jean, menyesap aromanya yang ia rindukan, lalu mengistirahatkan tubuhnya di dada pria ini. 

...

Jean taruh tubuh Anri dengan posisi setengah duduk dengan hati-hati. Ia menyelipkan beberapa tumpuk bantal sebagai penyangga tubuh Anri, dan Jean keluar dari ruangan untuk menyambut beberapa orang paramedis yang diperintahkannya untuk datang ke ruangannya.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang