18 - So Long, Love

5.2K 572 16
                                    

Hari-hari berikutnya adalah hari kelam bagi Anri, maupun keluarganya. Seolah-olah kesedihan saat Eliza meninggalkan mereka terulang lagi, namun kali ini lebih parah. Sebab Anri dipaksa meninggalkan Jean, dan Anri tak bisa merelakannya sama sekali. Anak itu benar-benar tak bicara dengan Ashraff. Jangankan berbicara, bahkan Anri menganggap kalau Ashraff itu tak ada.

Ashraff dan Anri menempati rumah mereka yang masih terawat karena Ashraff mempekerjakan orang untuk membersihkan rumah mereka meski tak ada yang menempati. Ternyata sangat berguna di keadaan yang tak terduga seperti ini.

Permohonan izin eksklusif Ashraff berhasil dikabulkan oleh perusahaannya. Meskipun masih dalam penempatan tugas di Los Angeles, permohonan Ashraff untuk bertugas di Jakarta sementara waktu berhasil dikabulkan. Setidaknya sampai Anri lulus SMA, ia akan tetap di Jakarta. Dengan persyaratan Ashraff akan kembali ke Los Angeles setelah kelulusan Anri.

Yang berarti Ashraff akan membawa Anri ke sana, meskipun harus dengan menyeret anaknya ke pesawat.

Sungguh Ashraff bertekad kuat untuk menjaga Anri supaya tak bertemu dengan Jean, bahkan ia rela mengeluarkan uang ekstra untuk membayar seseorang, mengawal Anri untuk tak bertemu Jean diam-diam. Pria itu mengantar dan menjemput Anri kemana-mana, namun sayangnya orang itu tak cukup berguna seperti yang Ashraff harapkan. Sebab ternyata Anri tak lagi pergi kemana-mana setelah berpisah dengan Jean di rumah sakit hari itu, bahkan Anri tak pernah main keluar bersama teman-temannya lagi.

Anak itu langsung mengunci diri di kamar setelah pulang sekolah.

Meskipun begitu, Anri tak selalu berdiam diri. Malam itu, beberapa tetangga sampai melongok-longok ke luar, ke arah kediaman Ashraff lantaran mendengar suara jeritan histeris dari dalam. Anri mengamuk malam itu, ayahnya mengumumkan bahwa Anri akan ikut dengannya ke L.A. dalam jangka waktu yang cukup lama, dan otomatis Anri harus berkuliah di sana.

"NGGAK!!" Anri menjerit histeris, jeritan yang mengundang rasa penasaran tetangga-tetangga mereka.

"AKU NGGAK AKAN KE AMERIKA!! Papa sungguh egois!! Nggak cukup Papa misahin aku sama Jean?!"

BRAK! Anri melempar kursi kayu huanghuali ke arah papanya. Kursi kayu huanghuali sungguh berat, entah dari mana Anri punya kekuatan untuk melempar kursi berat itu--cukup jauh ke arah Ashraff. Untunglah Ashraff bisa menghindar, kalau tidak, kepalanya harus menghantam kursi itu. Mungkin sampai benjol atau bahkan harus dijahit.

Tangisan dan jeritan Anri tak kunjung mengubah keputusan bulat Ashraff. Ashraff sengaja membiarkan Anri mengamuk seperti ini supaya anak itu meluapkan emosinya. Tak pernah ia melihat Anri mengamuk, sampai bisa melempar jauh sebuah kursi kayu berat itu.

"Papa bisa marah sama aku! Aku minta maaf, karena aku udah hamil di luar nikah--ta-tapi itu karena aku sayang sama Jean! Papa sebagai Alpha juga ngerti, 'kan! Jean juga udah tanggung jawab! Dia jujur bilang apa adanya sama aku!" cerocos Anri sambil, anak itu menangis sesegukan.

"Ri, itu semua semu." Ashraff menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu masih muda, Jean sudah dewasa. Jean terlalu jauh untuk kamu saat ini. Tidakkah kamu pernah berpikir, kalau kamu nantinya akan tertarik dengan Alpha lain seiring kamu dewasa? Kamu masih bisa memilih!" kata Ashraff berusaha untuk memberi pengertian pada anaknya.

"Beruntung kamu belum bonding dengan Jean."

Namun Anri malah semakin histeris. "Aku malah berharap aku udah bonding sama Jean! PAPA NGGAK NGERTI!!"

Ashraff habis kata menghadapi anaknya yang sedang kehilangan akal sehat. Ia menghela nafas, berjalan perlahan-lahan menuju Anri dan merentangkan tangannya untuk memeluk Anri.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang