31 - Something May Pepper with the Way

5K 435 16
                                    

Mata Anri masih terbelalak lebar, bahkan ketika ia duduk bersebrangan dengan seorang lelaki dari masa lalunya. Anri tak menyangka bisa bertemu dengan Jaya hari ini. Sekarang, mereka berada di area food court supermarket. Dua gelas kopi berada di depan mereka.

"Maaf, pasti lo syok ketemu gue, ya?" Jaya membuka percakapan dengan hati-hati.

"... Gue sendiri syok, karena lo mau ngopi sama gue,"

Anri masih terbungkam, ia menggenggam gelas kopi hangat itu dengan kedua tangannya. 

"Yah, nggak apa-apa. Wajar kalo lo syok. Lo cuma punya memori buruk sama gue, soalnya."

Akan tetapi, bukan begitu kenyataannya. Daripada syok, Anri malah heran. Bertahun-tahun ia tak pernah melihat atau bertemu Jaya, hari ini, di tempat ini, ia ditemukan kembali dengan lelaki itu. Apakah itulah alasan mengapa Anri begitu menggebu-gebu untuk datang ke supermarket ini?

"Mmm, gue nggak tau mau mulai dari mana," lanjut Jaya. "Tapi yang jelas, karena akhirnya gue udah ketemu lo--walaupun gue gak nyangka bakal hari ini banget, gue--"

Anri terlonjak kaget, Jaya membungkukkan tubuhnya dalam-dalam, bahkan kepalanya sampai menyentuh meja! 

"Gue mau minta maaf! Minta maaf yang sedalam-dalamnya sama lo, Anri!"

"E-ee-eeh?"

Uwah, Anri semakin bersyukur saja bahwa belum ada terlalu banyak orang di supermarket ini karena masih pagi-pagi. Dua petugas yang berada di belakang stand makanan food court itu nampak mencuri-curi pandang pada Jaya dan Anri.

"Soal waktu kita masih SMA, Ri. Gue nggak sempet minta maaf ke lo. Maafin gue. Waktu itu, gue Alpha muda yang bejat dan kurang ajar. Waktu itu, gue nggak mau minta maaf ke lo karena gue pikir--buat apa? Setelah lulus, gue langsung kuliah di New York. Gue pikir, gue bakal lupa sama kesalahan gue... Tapi nggak, gue malah merasa digerogotin sama rasa bersalah itu... M-makanya, gue--sekarang--gue tau ini telat banget... Ta-tapi--"

Jaya masih menundukkan kepala, kepalanya masih menempel di meja. Ia terus mempertahankan posisi itu sambil membeberkan tentang rasa bersalahnya dan meminta maaf berkali-kali. Anri bingung bagaimana harus bertingkah--tapi ia juga iba. Rasa ibanya lebih besar daripada kebingungannya lantaran melihat Jaya seperti itu. Perlahan-lahan, Anri mengulurkan tangannya.

Anri menyentuh kepala Jaya.

"K-Kak Jaya, please... Angkat kepalanya." ucap Anri.

"Sudahlah. Waktu itu kita masih anak-anak. Aku udah maafin Kak Jaya dari lama, kok. So, please, angkat kepalanya, Kak."

Jaya tak dapat berkata apa-apa. Ia mengangkat kepalanya perlahan-lahan, menuruti permintaan Anri. Saat kepalanya sudah terangkat, Anri tersenyum lembut padanya. Dan kemudian, Jaya yakin bahwa ia melihat malaikat pagi itu.

"Makasih banyak, Ri."

"Mmm. Kalau gitu, sekarang, aku mau nanya beberapa pertanyaan sama Kak Jaya. Boleh?"

"Boleh banget! Ask away!"

Menurut Anri, tak banyak yang berubah dari Jaya sejak ia terakhir melihatnya. Kecuali dengan tulang-tulang di wajahnya yang semakin tegas, bahunya yang lebih lebar, dan tentu saja--tubuhnya yang tambah tinggi. Wajahnya sama, namun ada kesan dewasa yang telah muncul di sana. Dan, yang paling membuat Anri terpana...

Sifat dan aura Jaya.

Sepanjang yang Anri ingat, di SMA Jaya adalah laki-laki Alpha playboy dan slengean. Tapi sekarang, Jaya di masa lalu itu sudah menjelma menjadi pria dewasa nan sopan dengan aura yang lebih lembut. Anri bisa merasakannya dengan jelas. Mulai dari tutur kata, gerak-gerik, bahkan cara Jaya menatapnya. 

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang