3 - Hell's Edge

11.8K 1.1K 127
                                    


Jean, dengan pengalamannya tiga belas tahun di angkatan udara tentu belum sepenuhnya membiasakan diri menjalani kehidupan normal seperti warga sipil--yang dulu adalah tanggung jawabnya.

Selama tiga belas tahun di militer, Jean sudah dikirimkan ke beberapa negara untuk berbagai tugas. Semuanya memiliki kesan masing-masing. Namun, beberapa di antaranya membekas di memori Jean.

Jean mengingat bau anyir darah di medan perang saat ia dikirim untuk menjalankan misi kemanusiaan di Irak, ketika ia menjadi pilot pesawat untuk mengantarkan bantuan berupa kebutuhan pokok untuk korban perang. Bau anyir darah itu selalu tercium di medan-medan perang yang pernah Jean datangi.

Setibanya di barak, bau matahari dan keringat rekan-rekannya yang kelelahan tercium. Saat berada di pangkalan, ia mencium bau besi dan mesin dari pesawat-pesawat yang terparkir di sana.

Itulah kehidupan sehari-harinya dalam dua belas tahun terakhir, sampai-sampai Jean sudah tak peduli lagi dengan hal-hal kecil seperti itu. 

Tapi, untuk pertama kalinya dalam tahun-tahun kerasnya belakangan, ia mencium sesuatu yang berbeda.

Aroma lembut dan harum seorang Omega yang sedang heat. Bahkan mantannya tidak mengeluarkan aroma sekuat dan se-sedap ini. 

Jean menyadarinya ketika ia membantu Anri turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya. Mereka disambut oleh mamanya Anri yang keluar dari rumah dengan langkah tergopoh-gopoh, sedang menggunakan celemek dan membawa centong sayur, sepertinya sedang membuat makan siang. Eliza pun semakin panik ketika melihat anaknya yang dibopong Jean, lemas dan tak berdaya.

"Ya ampuuun, anak Mama kenapa?" pekik Eliza panik, ia segera membuka pagar rumahnya untuk Jean dan Anri masuk.

"Mama, maafin aku, Ma... Aku ternyata heat. Di sekolah, hari ini." Anri berkata lirih seraya memeluk mamanya.

"Heat? Kamu heat di sekolah? Mama kan udah bilang, sayang... K-kalau gitu, Yuk, masuk kamar dulu, nak!"

Eliza dan anaknya melangkah ke dalam rumah, Eliza memegangi kedua bahu Anri dan segera membawanya ke kamarnya. Terdengar ocehan Eliza yang memarahi anaknya dari dalam rumah.

Lho? Jadi Jean ditinggalin sendiri, nih? Gak disuruh duduk dulu gitu, seenggaknya?

Sementara Jean berdiri dengan canggung di teras rumah, ia menunggu di sana. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, haruskah pergi saja atau menunggu di sana sampai orang rumah keluar?

Jean... bingung.

Untungnya, sebelum Jean benar-benar berbalik badan untuk pergi, Eliza buru-buru keluar. Jean pun tak jadi pergi dari sana.

"Du-duduk dulu, Mas! Maaf, saya tadi buru-buru antar Anri ke kamar... Saya panik," kata Eliza saat ia kembali ke teras rumahnya, menemukan Jean yang masih berdiri di sana. "Aduh, a-anak saya ngerepotin, ya? Padahal udah saya bilang kalau obatnya habis jangan berangkat sekolah dulu..."

Jean duduk di kursi teras setelah dipersilakan oleh Eliza. Omega perempuan cantik dengan rambut panjang cokelat yang dikepang itu masih memegangi centongnya. Oh, tidak perlu dijelaskan pun Jean tahu perempuan ini sedang panik.

"Nggak apa-apa, Bu. Nggak ngerepotin, saya yang paksa dia buat antar ke rumah, daripada jalan sendirian. Bahaya, kan?" ucapnya.

"Terima kasih banyak, mas. Anri memang suka agak keras kepala... Ngomong-ngomong, Masnya siapa, ya? Kok bisa tahu Anri lagi heat dan antar dia kerumah?"

Makjleb! Iya juga, Jean belum memikirkan mau ngomong apa kalau ditanya seperti itu. Ia tak lantas menjawab setelah ditanya Eliza, Jean cepat-cepat memutar otaknya dulu untuk menemukan jawaban yang pas.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang