17 - Maaf

6.4K 636 19
                                    

Anri dan Dipha makan siang di depan kelas mereka. Kantin terlalu penuh, mereka berdua malas makan di sana. Mata Dipha melirik Anri yang kelihatannya sedang gembira sekali--berbinar-binar seperti itu. Senyum Anri belum juga pudar dari wajahnya.

"Oi, ada apa nih!" kata Dipha, menyikut bahu sahabatnya.

Anri terkekeh-kekeh kecil, "Hehe, Jean hari ini balik dari Stockholm,"

"Stockholm?! Swedia, Ri?!"

"Iya, Swedia."

"Hah? Serius? Gue kecipratan oleh-oleh gak nih?"

"Hahahaha! Mudah-mudahan, ya. Gue gak tau Jean bawa oleh-oleh apa nggak,"

"Tch," Dipha mendecakkan lidahnya. Ia kembali memakan bekalnya lagi.

Hp Anri berdering saat mereka hendak masuk ke kelas kembali, Dipha menoleh karena biasanya Anri selalu mengatur hpnya dalam mode mute kalau sedang di sekolah. Anri cepat-cepat duduk di dudukan beton di depan kelas mereka begitu ia melihat nama Jean di display hpnya. Dipha duduk di sebelah Anri, menunggu sahabatnya biar bisa masuk kelas bersama.

"Halo, Ri?" 

"Halo, Jean? Ada apa?"

Suara Jean terdengar panik di sambungan telponnya, "Ri... Aku bener-bener minta maaf."

"Maaf kenapa, Jean?" Anri mengernyitkan dahi, bingung dengan Jean yang tiba-tiba meminta maaf seperti itu.

"Ada badai salju di Stockholm. Aku terjebak di bandara. Semua penerbangan ditunda total, nggak ada pesawat yang diizinkan terbang," 

"O-oh, gitu..."

"Maafin aku, Ri. Aku udah coba segala cara, aku udah coba berangkat dari kota lain, tapi bepergian aja susah sekali karena badai sal--"

"J-Jean, aku ngerti, kok. Jangan dipaksain, Jean. Daripada nanti bahaya," kata Anri memotong pembicaraan Jean. "Nggak apa-apa, kok. Tunggu sampai badainya reda, ya?"

"Tetep aja, Ri. Seenggaknya butuh dua belas jam pakai jet buat sampai Jakarta."

"Iya, aku tunggu sampai besok lagi juga nggak masalah."

Jean terdengar menghela nafasnya panjang, "You're an angel, Ri. Makasih udah mau mengerti."

"Mmm. Jean hati-hati di sana, ya."

Dan sambungan telpon tertutup, diakhiri oleh Jean yang mengatakan 'I love you' pada Anri. Anri tersipu malu, pipinya langsung memerah sampai menjalar ke telinganya. Anri malu untuk membalas mengatakan 'I love you'--soalnya Dipha ada di sampingnya! Alis anak itu terangkat-angkat sebelah, ia menyikut Anri, menyuruhnya untuk membalas Jean.

"I-I love you too, Jean." bisik Anri. Kemudian telpon mereka berakhir.

Anri termenung. Kepulangan Jean tertunda. Jadi setidaknya diaa harus menunggu esok hari sampai Jean tiba di Jakarta. Dipha yang mendengar percakapan mereka tersenyum tipis pada Anri, ia menggenggam tangan Anri.

"Sabar sampe besok, ya, Ri," ucapnya.

"Iya, Dip."

Tapi... Bukan hanya itu masalahnya. Anri resah soal orang-orang yang menyerang Raden kemarin malam. Anri takut. Ia pikir Jean akan pulang hari ini, dan Anri tidak perlu merasa takut lagi.

Tak tahan dengan keresahannya, Anri memutar posisi duduknya untuk menghadap Dipha. Anri menghela nafas untuk menyiapkan diri bercerita tentang keresahannya pada Dipha.

"Dip, the thing is--gue pengen Jean cepet pulang. Ka-karena..."

"Hm? Karena apa, Ri?"

Shit. Bibir Anri gemetar seketika. Dipha pasti akan langsung meledak kalau Anri cerita soal ini. Tapi Anri sudah terlanjur membuka mulutnya.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang