36 - Gstaad

8.6K 456 31
                                    

Dulu, Anri dibuat kaget dan kagum oleh jejeran pesawat jet pribadi milik kaum eselon teratas Indonesia yang terparkir di Bandara Halim Perdanakusuma. Namun sekarang, dia sudah bisa melihat dan mengetahui milik siapa beberapa jet yang ada di sana. 

"Jean, Bruno udah pulang dari Southampton?" tanya Anri, telunjuknya mengarah ke sebuah Cessna Citation dengan livery silver dan biru kobalt. Jean menolehkan kepalanya ke luar jendela mobil.

"Oh... Iya. Kemarin malam dia sempet ngabarin di grup, tapi aku baru baru baca tadi pagi."

Mereka disapa oleh pilot dan co-pilot mereka hari ini, serta dua orang pramugari cantik berkaki-kaki langsing. Zulham turut serta mengiringi perjalanan mereka ke Gstaad, sementara satu orang lain akan ikut sebagai personil tambahan.

Gulfstream G650ER andalan Jean mempunyai kabin yang luas. Setelah takeoff dan pesawat ada pada posisi cruising, Jean dan Anri berpindah ke kabin tengah. Anri duduk di pangkuan Jean, memeluk leher suaminya. Mereka bercumbu di atas seat jet pribadi yang empuk tersebut.

"Mmm... Jean suruh Zulham ikut?" tanya Anri disela-sela cumbuannya.

"Ya. Jaga-jaga."

"Padahal aku mau honeymoon berdua aja."

Jean menyunggingkan sebuah senyum dan mengelus pipi lembut Anri. "It's okay. Kamu bahkan nggak akan sadar dia sama kita."

Mereka melanjutkan cumbuannya lagi. Di kabin tengah itu hanya ada Jean dan Anri.

Jean tak mau berbicara kepada Anri dengan blak-blakan soal ini, tapi...

Jean merasa Anri is getting plumper. 

Which is a good thing, actually. Tubuh Anri semakin lembut saat disentuh, pahanya dan pantatnya semakin kenyal. Entah itu karena heat Anri baru saja selesai, atau--

"Hei, Jean, dengar aku nggak?" kata Anri, membuyarkan suaminya yang sedang melamun sembari meremas-remas pahanya seolah itu mainan squishy. 

"H-Hm? Ada apa, Ri?"

"Itu..." Anri menolehkan kepalanya ke pintu kabin. "Zulham mau ketemu sama Jean sebentar, katanya."

Anri beranjak dari pangkuan Jean, kemudian menghempaskan tubuhnya ke sofa empuk di dekat seat yang tadi mereka gunakan berdua. Anri tidak tertarik untuk ikut dengan Jean, mendengarkan sesuatu yang harus dibicarakannya bersama Zulham. 

Beberapa saat kemudian, Jean kembali. Anri bangkit untuk menanyakan apa yang dia bicarakan dengan Zulham. 

"Zulham menyampaikan tawaran dari Kapten Rusell. Kalau kita mau, kita bisa mampir di Sisilia, sekalian ngisi fuel." Jean berkata, lalu memposisikan dirinya di atas tubuh Anri, setengah menindih Omega itu. Anri terkikik geli karena tubuh mungilnya dihimpit oleh Jean.

"Sebenarnya, nggak isi fuel juga nggak apa-apa. Pesawat ini mampu ke Gstaad tanpa isi ulang fuel. Kalau jadi, kita mendarat di Palermo. Gimana, kamu mau, Ri? Kalo kamu mau, aku ma--heh?!"

Jean kaget melihat mata dan ekspresi Anri yang berubah menjadi berbinar-binar amat drastis.

"P-Palermo?! Itu di Pulau Sisilia, Italia, kan?"

"I-iya, sayang."

"AKU MAU!"

Wah. Jean kaget dengan semburan antusiasme Anri yang amat tiba-tiba ini. "Pulau Sisilia itu kaaan, pulau yang ada di Godfather! Aku mau banget ke sana!" ujar Anri menggebu-gebu.

Oh. Itu.

Ah, ya... Jean mengerti. Selama beberapa hari kemarin, Anri tidak beraktivitas aktif di luar apartemen, jadi dia menikmati hampir semua film yang tersedia. Anri belum pernah menonton Godfather, jadi dia menonton tiga-tiganya kemarin. Tiga part Godfather dia selesaikan. Secara mengejutkan, Anri menyukai film yang cukup sadis itu. Dia suka dengan Vito Corleone, dan anaknya, Michael Corleone.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang