25 - Blue Horizons

7.5K 521 46
                                    

Athena nampak menguap lebar sebelum ia berjalan keluar dari kamar Jean. "Aku mau balik tidur lagi dulu," ucapnya.

"Kamu nginep di mana, Athena?" Kakaknya bertanya.

"Di sini juga, kok. Di lantai yang sama. Oh, kalian berdua, feel free buat ngelanjutin yang tadi. Semua kamar di sini completely soundproof, kok. Aku nggak akan dengar." Athena mengibas-ngibaskan tangannya sambil berjalan keluar.

"Da-dasar!" pekik Anri malu. Ia tahu apa yang dimaksud Athena 'ngelanjutin yang tadi'. 

Jean pun menutup kembali pintu kamarnya, dan Anri kembali duduk di kasur di sebelah jendela tempat mereka bercakap-cakap kembali. Jean berjalan ke arahnya dengan cengiran lebar di wajahnya, dan kemudian duduk di samping Anri.

"Terus, tadi kenapa minta aku cerita semuanya, kalau Jean udah tau SEMUA tentang kehidupan aku di sini?" Anri mengerucutkan bibirnya, pura-pura ngambek. Ia jadi merasa semua ceritanya tadi sia-sia saja, Jean rupanya sudah tau spoiler-nya dari adiknya.

Dan Jean tertawa melihat Anri yang pura-pura ngambek itu, wajahnya tambah ganteng saja tatkala ia tertawa. "Karena aku pengen denger dari mulut kamu sendiri. Aku suka saat kamu bicara. Hell, aku bisa dengar kamu ngomong nonsense berjam-jam, dan aku tetep akan suka."

Ia kemudian mendekati Anri, ia ambil dagu Anri, kemudian Jean mengecup lembut bibir kemerahan itu.

"Anri," panggil Jean lembut.

"Pulanglah bersamaku."

Jean terkejut karena Anri tiba-tiba menangis setelah dikecupnya. Anak itu sesegukan sambil menundukkan kepala. 

"Oh, Jean..." kata Anri dengan suaranya yang terbata-bata. "Andaikan aku bisa lebih sabar selama empat tahun ini."

"Maksud kamu, Ri? Ada apa?" Jean mulai panik, ia menangkup pipi Anri dengan tangan kirinya.

Anri tersegu-segu, "Selama di sini, aku melakukan itu dengan orang lain. Aku sangat menyesal, andai aku bisa mengontrol diriku dan nggak melakukannya selain dengan Jean... Aku ngerti kalau Jean jijik sama aku. Aku lebih baik mengaku sekarang, daripada ngumpetin ini dari Jean. Aku sudah dijamah orang lain, bahkan aku sendiri kadang-kadang bertanya-tanya... Apa aku yang sekarang ini seperti jalang?"

"Whaaat?! No!" kata Jean tegas, ia buru-buru menghapus air mata Anri yang mengalir di pipinya.

"Anri, kita sudah dewasa. Seks itu hal yang lumrah. Melakukan seks dengan orang lain nggak menjadikamu seorang jalang. Jujur, aku pun melakukan seks dengan orang lain selama kamu nggak ada, tapi, aku tak punya perasaan apa-apa terhadap mereka. Perasaanku masih dan hanya untuk kamu, Ri. Dan aku juga senang kalau kamu sama seperti aku." 

Perlahan-lahan senyum Anri mengembang, ia lega mendengar reaksi Jean. Jean begitu dewasa dan bijaksana menanggapinya.

"Ya, Jean. Perasaan ini juga hanya untuk Jean."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Saat pagi datang, Anri baru menyadari betapa luas dan megahnya kamar milik Jean ini. Sebab semalam ia tak sempat meneliti seluruh penjurunya. Bergaya kontemporari modern dengan perabotannya yang modern pula, kamar mandi yang luas, ruang tamu, balkon yang indah, dua kamar tidur, dan fasilitas lainnya yang membuat Anri terkagum-kagum. 
Pukul setengah sembilan pagi, Jean menggandeng Anri menuju area makan yang berada di rooftop. Anak itu melangkah berdampingan bersama Jean dengan malu-malu, sebab semua perhatian semua orang tertuju pada mereka tanpa terkecuali. Semua orang yang mereka lewati.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang