38 - it's heaven here.

12K 562 45
                                    

.
.

Menteng
.
Jakarta

Pada Sabtu pagi, Anri membuka matanya perlahan. Hari sudah terang, cahaya matahari masuk dengan lembut melewati tirai-tirai jendela kamarnya. Anri mengerjapkan matanya beberapa kali.

Di sampingnya, ada sang suami yang masih tertidur. Matanya terpejam halus, bertelanjang dada dengan seksi, dan satu lengannya yang berotot nan kokoh memeluk pinggang Anri. Sampai sekarang pun, Anri bersyukur pria itu-lah yang ia lihat setiap hari ketika dia bangun tidur. Anri mendekatkan jaraknya dengan Jean, lalu membenamkan kepalanya di leher pria itu. Anri menyesap aroma khas Jean perlahan.

"Mmh... Morning, sweetheart. Udah bangun?" Jean ikut terbangun pelan-pelan, meremas pantat istrinya dan mengecup dahi Anri.

"Baru, kok." jawab Anri.

Jean sepertinya masih setengah tidur, tetapi tangannya menggerayang tubuh Anri dengan lihai. Dia masih meremas pantat Anri, kemudian beralih lebih ke depan, ke vagina Anri. Jean masukkan ujung jari telunjuknya. Anri tersentak kaget, dan refleks dia mencengkram lengan Jean.

"J-Jean, nooo..." rengek Anri, meskipun begitu dia tersenyum sembari menggigit bibir bawahnya. Anri lalu menyembunyikan wajahnya ke bantal.

"C'mon, baby. Sedikit aja."

Jean berusaha merayu Anri dengan memberikan rangsangan-rangsangan lebih. Jean mengubah posisinya menjadi di atas Anri, tangannya mengurung sang istri di bawahnya. Anri mengenakan crop top off-shoulder yang kebesaran malam itu, Jean hanya tinggal menarik baju Anri ke bawah, kemudian dia sibuk mengecupi dada Anri. Lidahnya yang basah menyentuh puting Anri, dan ia hisap perlahan-- cukup membuat Omega itu mendesah nikmat.

"Jean, wait...! Anak-anak--!"

BRAK! 

"Mooommy! Daaaddy! Morniiing!"

Jean dengan sigap menjadi tameng untuk istrinya dari serangan pagi oleh 'monster' kecil nan ganas. Jean melindungi Anri dan membiarkan dirinya diterkam dari belakang. Monster kecil itu menggeram keras saat dia nemplok di punggung Jean.

"Rawr!!

Anri tertawa-tawa sambil berlindung di bawah tubuh Jean dan memeluk suaminya tersebut. "Morning, sayang. Udah bangun aja,"

"Lapaaar...! I need foood!"

"Astaga, Julian, berapa kali Dad bilang sama kamu, nak? Jangan loncat ke Mommy begitu." Jean kemudian menyingkir dari atas Anri, tetapi tersenyum dan mengacak-ngacak kepala anak lelaki kecil itu.

"Di dalam perut Mommy ada dedek bayi. Nggak mau adik kamu kenapa-napa, kan?"

Anak kecil tersebut, Julian, langsung menampakkan ekspresi bersalah. Dia merangkak untuk mendekati Mommy-nya, tangannya mendarat di atas perut Anri dengan lembut. "Maafin kakak, dedek bayi. Maafin Julian, Mommy..." katanya.

"It's okay, honey. Kamu lapar, ya? Ya udah, yuk, kita sarapan, yuuuk~" ajak Anri, dia mengelus kepala anaknya. "Kamu mau sarapan apa?"

"Pancake!" Wajah Julian langsung cerah, pipinya merona imut. "Pancake sama sirup mapelnya yang banyaaak, ya, Mommy!"

"Hahaha, okay, okay. Mommy bikinin, ya," kata Anri, kemudian dia hendak beranjak dari tempat tidur. Tetapi, sebelum berdiri, Jean memegang lengan Anri.

"Babe, biar aku yang bikin sarapan. Kamu urusin anak-anak aja, atau kasih Indira sarapan." Jean beranjak dari tempat tidur lebih cepat daripada Anri, dan dia mengambil kardigan untuk dipakai istrinya. Pria itu mengecup bibir Anri sekilas--saat anaknya tidak melihat, tentu saja. Wajah Anri merona merah dan dia melirik Julian yang tidak memperhatikan.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang