bab 18

1.5K 73 4
                                    

Pagi ini terik matahari begitu menyengat di kulit, apalagi mengingat ujian pagi hari ini adalah pelajaran matematika. Tak hanya kulit yang panas, tapi juga otak. Apalagi untuk beberapa siswa yang SKS (sistem kebut semalam) dalam mempelajari kisi-kisi.

Terlihat beberapa mata siswa mendadak seperti panda, terdapat lukisan hitam di bawah matanya. Padahal jika mereka belajar sampai tidak tidurpun, tidak akan masuk 100% yang dipelajari. Karena mempelajari ilmu itu tidak spontan, tapi butuh proses.

Kelas mendadak ramai untuk saling menanyakan bab yang tidak difahami, beberapa anak juga tampak merencanakan apa yang akan dilakukan nanti saat ujian berlangsung. Seperti jawaban A memegang rambut, B kening, C hidung, D pipi, dan E dagu, dan lain sebagainya. Saat ujian, mendadak seluruh siswa jadi kreatif dalam membuat kode jawaban.

“Shil, ini gimana caranya?” tanya Aliya sambil membawa soal dan menunjukkannya ke Shila

“Oh, ini tinggal kamu cari aja volume bola di bagi dua terus hitung volume kubus itu” sahut Shila, Aliya menganggukkan kepalanya tanda mengerti dan mulai mengerjakannya lagi.

“Shila, gue pusing” keluh Tarisa, Shila menggelengkan kepalanya.

“Gimana mau bisa, ngerjain aja belum tapi udah pusing” sindir Shila.

“Serah deh, nanti bagi jawaban ya Shil” pinta Tarisa dengan wajah sok imutnya itu.

“Situ punya otak buat apa? Usaha dong jangan gantungin ke orang lain” sahut Putra yang entah sejak kapan dia sudah duduk di samping Shila.

“Suka-suka gue dong, kok lu sewot” balas Tarisa tak kalah nyolot dari Putra.

Putra terkekeh melihat emosi Tarisa langsung tersulut begitu saja, “Gue nggak suka lihat orang yang suka di manfaatin temennya” sahut Putra sembari merangkul pundak Shila.

“Maksud lu apa? Shila sahabat gue, kita saling bantu” sahut Tarisa.

“Saling bantu? Ngajarin renang maksud lu? Itu sama aja Shila juga usaha untuk bisa renang dengan fasilitatornya lu. Lha kalau nyontek mah lu tinggal nyalin jawaban Shila kelar” timpal Shila.

Tarisa menggelengkan kepalanya heran “Lu ngapain sih ngurusin hidup orang lain?” tanya Tarisa.

“Bukan niat ngurusin, gue cuman nggak mau orang yang gue sayang harus deket sama orang yang salah. Yang cuman bisa manfaatin doang” sahut Putra dengan nada songongnya.

“Seenak jidat lu ya ngatain orang. Tau apa lu tentang temen dan sahabat? Lu aja kemana-mana sendirian” timpal Tarisa.

“Cukup Putra, Tarisa! Ini lima menit lagi kita masuk. Belajar aja sekarang” ucap Aliya melerai Tarisa dan Putra.

“Bener kata Aliya, ayo belajar aja” sahut Shila.

Shila memang membiarkan Putra dan Tarisa beradu mulut sejak tadi. Bukan berarti tak peduli atau apa. Shila hanya bingung harus berpihak pada siapa.

Satu sisi, Tarisa adalah sahabatnya, walaupun memang Tarisa sering minta contekan ke Shila, tapi Tarisa selalu ada untuk Shila dan paling mengerti perasaan Shila walaupun akhir-akhir ini ucapan Putra membuat Shila bingung.

Sedangkan Putra adalah orang yang selalu ada di sampingnya saat titik paling rapuh. Putra selalu memberi semangat untuk Shila agar cepat move on dan melupakan Dani yang jelas-jelas sampai sekarang belum bisa dia lupakan.

Baru sebentar belajar di luar ruang ujian, bel sudah berbunyi. Para siswa menyiapkan alat-alat tulisnya dan memasukkan bukunya ke dalam tas masing-masing. Tapi bukan siswa namanya kalau di sakunya tidak ada secarik kertas kecil yang sewaktu-waktu bisa di buka saat ujian.

Shila [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang