5. Wow

30.1K 2.2K 131
                                    

Jangan lupa baca karyaku yang lain ya
1. Cewek cetar
2. Flower Five
3. I am in danger
4. illfeel tapi cinta

😎😎😎😎😎😎

Mulut Laurin menganga lebar saat ia tiba di depan sebuah rumah besar berpagar tinggi. Kemudian ia menelan ludah, takjub mengapa ada rumah sebesar itu di Jakarta. Perlahan, ia melangkahkan kaki memasuki halaman rumah itu setelah dibukakan pintu gerbang oleh seorang wanita berseragam layaknya baby sitter. Lagi, mulut Laurin menganga takjub, mengikuti langkah Ayahnya dari belakang sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman rumah yang terhampar rerumputan hijau, bunga-bunga, dan pepohonan kamboja yang mengeluarkan harum semerbak.

"Silahkan duduk, Pak." Baby sitter itu mempersilahkan Pak Asep untuk duduk saat mereka memasuki ruang tamu.

Mata Laurin memicing, membaca name tag di seragam baby sitter itu. "Makasih ya, Mbak Mirna."

Baby sitter itu tersenyum. "Iya. Sama-sama."

Laurin kembali melihat-lihat desain interior rumah yang berbau gaya Eropa. Ia tak bisa membayangkan bagaimana sosok penghuni rumah semewah itu dan seberapa kaya hingga bisa membangun rumah yang megah dan indah. Ia hanya berharap Ayahnya tidak bekerja di rumah seorang koruptor atau semacamnya, takut jika Ayahnya dipecat apabila majikannya terciduk KPK. Laurin menggeleng kuat-kuat, merasa khayalannya begitu liar.

"Silahkan diminum." Mbak Mirna kini menyuguhkan dua cangkir teh hangat untuk Laurin dan Ayahnya.

"Mbak Mirna, di sini ada toilet nggak?" tanya Laurin sambil tersenyum kaku, masih sungkan beradaptasi dengan tempat baru.

"Sebelah sana." Mbak Mirna menunjuk ke arah timur, membuat Laurin menoleh dan mengangguk paham.

"Makasih, Mbak."

Laurin kemudian berjalan cepat menuju toilet, menutup pintu, lalu membuang air kecil. Setelah selesai, ia tak lupa mencuci tangan di wastafel. Langkah kakinya tercekat ketika ia membuka pintu toilet. Matanya menyipit saat melihat sesosok cowok tampan yang kini sedang menuruni tangga. Mulutnya kemudian terbuka lebar kaget. Berulang kali ia mengerjap dan mengucek mata. Tapi ternyata benar ia tak salah lihat.

"Gue nggak salah lihat kan?" Laurin bertanya pada dirinya sendiri. "Itu kan Atta."

Laurin mulai mondar-mandir bingung, memegangi kepalanya yang mendadak pusing. "Aduuuh, gimana ini? Gawat jika Atta tahu kalau gue adalah anak satpam di rumah dia."

"Ya Tuhan, dari sekian banyak holang kaya di Jakarta, kenapa gue musti harus tinggal di rumah Atta sih?"

"Atta itu kan cowok yang gue suka."

Laurin terus berbicara sendiri sambil terus mengamati Atta dari balik pintu toilet. Cowok berambut rapi itu terlihat sudah keluar rumah, membuat Laurin bisa bernapas lega.

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang