88. Alan Terluka

22.3K 1.9K 198
                                    

Jangan lupa follow instagramku
zaimatul.hurriyyah

📚📚📚📚📚

Kehidupan Laurin mulai berjalan normal seperti biasanya. Dia kini bisa bercanda gurau dengan Chika dan Vania tanpa harus takut dimarahi Bu Lidia. Sementara ayahnya sudah memiliki pekerjaan baru sebagai pelatih atlet. Terlebih lagi, Laurin juga memiliki orang-orang baru yang begitu menyayanginya seperti Rega, Elvan, Alan, Nyonya Reta, dan Tuan Ferdinan. Kehidupan Laurin tentu saja terasa sangat sempurna.

Laurin tersenyum-senyum sendiri, tak bisa berhenti bersyukur atas kebahagiaan yang diberikan Tuhan padanya, membuat dahi Rega berkerut heran. Cowok itu melambai-lambaikan tangannya tepat di depan muka Laurin.

"Sayang? Kok senyum-senyum sendiri sih?" tanya Rega.

Laurin terkesiap seraya menyeringai. "Iya nih. Aku bahagia banget. Sekarang aku punya banyak orang yang sayang aku."

"Ya nggak usah senyum-senyum kayak gitu keles. Entar kamu dikira gila." Rega mengamati orang-orang di sekitarnya, barang kali mereka memandang risih Laurin karena sedari tadi gadis itu tersenyum-senyum sendiri.

"Apa? Kamu ngatain aku gila?" Laurin mulai emosi.

"Ya makanya jangan senyum-senyum sendiri kayak tadi. Lihat tuh!" Rega menunjuk seorang pria berbaju compang-camping yang berjalan tanpa tujuan sambil menggaruk-garuk rambut gimbalnya. "Entar kamu dikira kayak orang itu."

"Ih kamu nyebelin deh!" Laurin melipat tangannya dengan bibir mengerucut sebal. Sesekali dia melirik ke arah orang gila yang sejak awal berjalan mengelilingi taman.

"Eh jangan ngambek gitu dong! Gitu aja ngambek."

"Lagian leluconmu sama sekali nggak lucu."

"Ya udah. Biar kamu nggak ngambek lagi, aku kasih hadiah deh."

"Hadiah apa?"

Rega merubah posisi duduknya ke samping, menunjukkan saku jas almamaternya. "Hadiahnya aku taruh di saku. Ambil aja sendiri."

Laurin mulai tertarik dengan hadiah yang akan diberikan Rega. Perlahan tangannya merogoh saku jas almamater Rega dan mencari-cari di dalam sana. Namun, dia tak menemukan apa pun.

"Nggak ada apa-apa," kata Laurin.

"Coba cari lagi! Aku udah taruh di sana tadi," timpal Rega.

Laurin mendesis kesal. Dia kembali merogoh saku jas almamater Rega. Kemudian ia mendesah kecewa. Dia lagi-lagi tak menemukan apa pun. Matanya mendadak berubah memicing curiga.

"Kamu nge-prank aku ya?" tuduh Laurin.

"Siapa yang mau nge-prank?" kilah Rega. "Aku beneran taruh hadiahku di saku kok."

"Mana hadiahnya? Nggak ada tuh! Tuh!" Laurin menepuk-nepuk keras saku Rega, membuat Rega mengaduh kesakitan. Pinggangnya mendadak terasa sakit.

"Ada kok, Sayang."

"Aku nggak percaya."

"Sama pacar sendiri kok nggak percaya sih. Awas kalau ada hadiah di sakuku." Rega mulai merogoh sakunya.

"Ada nggak?" tanya Laurin.

"Ada." Rega mengangguk.

"Mana?"

"Ini." Rega mengeluarkan simbol hati dari dalam saku jas almamaternya menggunakan jari telunjuk dan jempolnya. Dia pun terkekeh bahagia.

Pipi Laurin memerah. Tak ia sangka jika Rega sangat pandai menggombal. "Ih apaan sih! Gombal banget."

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang