83. Kejujuran

21.6K 2.1K 329
                                    

Tak terasa sudah empat hari Laurin pergi dari apartemen Mbak Dinda. Rega benar-benar merasa kesepian seperti saat belum mengenal Laurin. Tidak ada yang mengajaknya bercanda, bertengkar, dan memasak untuknya. Dia merasa kosong.

"Baru kali ini gue ngerasa jadi orang terbego di dunia, Mbak," curhat Rega seraya menghela napas.

"Tuh kan nyesel! Makanya beli rem buat mulut elu yang pedesnya melebihi boncabe itu," timpal Mbak Dinda.

"Gue harus gimana, Mbak? Di sekolah dia nggak mau ngomong sama gue lagi. Mbak Dinda tau sendiri tenaganya Laurin kayak gimana. Gue takut digibeng, Mbak."

"Eh elu mau tau rahasia Laurin nggak?"

"Rahasia apa?" dahi Rega berkernyit.

"Sebenarnya, Laurin juga suka sama elu."

"Ha?" Rega terpental kaget. "Yang benar?"

"Iya. Dia tuh juga cinta sama elu. Tapi dia belum menyadari aja."

"Oh ya?" tanya Rega setengah tidak percaya, mengingat Laurin yang terkesan cuek padanya.

"Kita buktikan sekarang!"

"Caranya?"

"Caranya berbaring aja di kasur seperti manula dan sesekali pura-pura batuk. Gue bakal dandanin elu seperti orang sakit."

"Apa dia bakalan datang ke sini?"

"Pasti dong!" ujar Mbak Dinda penuh keyakinan.

***

Laurin memandangi yukata yang dibelikan Rega dari Jepang. Dia belum pernah satu kali pun memakai yukata itu. Padahal yukata itu terlihat sangat cantik dengan motif bunga-bunga sakura. Seketika rasa rindu mendadak menghardiknya.

"Ngapain gue terus mikirin Rega sih? Dia kan jahat, sombong, nggak tau diri, sok pintar pula! Ngapain gue kangen sama dia?" batin Laurin jengkel. Namun tak lama setelah itu, hatinya melunak saat meraba yukata cantik yang ia pandangi sedari tadi.

"Iya sih. Dia emang jahat. Tapi kadang-kadang dia bisa sweet juga kok. Pas gue sakit, dia selalu jagain gue. Dia juga suka ngantarin gue ke mana aja. Terlebih lagi, dia telaten banget ngajarin gue."

"Dia emang udah nyakitin gue dengan segala perkataannya yang nyebelin itu. Tapi kan dia udah minta maaf. Apalagi dia bilang kalau dia udah jatuh cinta ke gue." Laurin terkikik senang, mengingat Rega yang memanggilnya dengan sebutan cinta. Tidak bisa dipungkiri jika pesona seorang Arkharega Argantha teramat sangat membius kaum hawa. Wajar jika Laurin terbawa perasaan.

Ddrrrrttt

Ponsel Laurin bergetar. Laurin menyambar ponsel tersebut lalu mengangkat panggilan dari Mbak Dinda.

"Halo? Ada apa, Mbak?"

"Gawat, Laurin! Rega sakit parah. Dia nggak mau makan ataupun minum obat. Gimana ini?" suara Mbak Dinda terdengar sangat panik.

"Apa? Rega sakit?"

"Iya. Dia sakit parah. Dia emang nggak demam. Tapi tubuhnya lemes banget kayak nggak ada tenaga gitu. Katanya dia kangen bubur ayam masakan elo."

"Ya udah ya udah. Gue bakal segera ke sana," sahut Laurin yang segera mengakhiri panggilan. Dia lantas cepat-cepat keluar asrama dan memesan ojek online.

Setelah menunggu beberapa menit, seorang bapak-bapak berseragam hijau menghampiri Laurin dan memberikan helm. Laurin bergegas naik. Bapak-bapak itu pun mulai melaju.

"Dasar cowok lemah!" ujar Laurin kesal.

"Apa, Mbak?" sahut si bapak-bapak.

"Bukan, Pak. Bukan bapak yang saya maksud. Saya cuma ngedumel sendiri kok. Maaf ya, Pak. Jangan salah paham." Laurin tertawa kaku.

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang