49. Biadap

21.5K 1.9K 154
                                    

Chika masih berusaha melepaskan diri dari tiga cowok biadap itu meski harta paling berharganya telah direbut secara paksa. Ia meronta sekuat tenaga dan berhasil lolos, cepat-cepat berlari menuju tangga. Namun, kerah baju bagian belakangnya ditarik oleh Galih, membuat kaki Chika tergelincir, badannya berguling jatuh hingga ke ujung tangga bawah.

"Gawat!" seru Tera panik.

Joan, Tera, dan Galih bergegas menuruni tangga dengan mata membelalak. Chika tak sadarkan diri. Ketiga cowok biadap itu ketakutan. Salah seorang di antara mereka mengoyak tubuh Chika. Tapi tak ada respon.

"Jangan-jangan ... dia ...." tebak Galih tercekat.

"Cukup! Sebaiknya kita cepat-cepat pergi sebelum ada orang yang tahu. Asalkan kita tutup mulut," kata Joan.

"Joan benar! Kalau kita sampai tertangkap, maka habislah kita," ucap Tera membenarkan.

"Ayo pergi!" seru Joan pada kedua temannya.

Mereka bertiga bergegas pergi meninggalkan Chika yang tak sadarkan diri dengan pakaian compang-camping. Mereka tak sempat mengecek denyut nadi Chika dan mengira bahwa Chika sudah mati.

***

Dahi Laurin mengernyit ketika ia melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Bu Lidia, Mama Chika. Laurin memiliki firasat buruk. Ia kemudian menelpon balik Bu Lidia, sekedar mencari tahu mengapa Bu Lidia menelponnya malam-malam begini.

"Halo, Tante?"

"Halo, Laurin. Untung kamu menelpon balik Tante."

"Ada apa ya, Tante?"

"Laurin, apa Chika main di tempat kamu? Dia belum pulang sampai sekarang. Tante sudah mencoba menghubungi dia berkali-kali tapi nggak bisa."

"Chika nggak sama saya, Tante. Coba tanya Vania, Tante. Kalau nggak salah, mereka hari ini ada jadwal jalan-jalan bersama."

"Sudah. Tante sudah menghubungi Vania. Katanya, dia lagi ada di Bandung."

"Gawat, Tante!" Laurin mematung dengan tangan melemas. Firasat buruk yang selama ini ia khawatirkan akhirnya terjadi juga.

"Gawat kenapa, Laurin? Halo? Halo?"

Tut

Laurin segera mengakhiri panggilan. Bagaimana pun juga, ia harus berpikir dan bertindak cepat. Tidak ada waktu untuk meratap.

Laurin segera berlari menuju tepi panggung, melihat Rega yang asyik menyanyikan sebuah lagu. Cowok itu tidak bisa dimintai tolong. Bukan karena Rega sedang bekerja. Melainkan karena Rega tidak menguasai ilmu bela diri sama sekali. Jangankan bela diri! Olahraga saja, Rega sangat malas.

"Apa yang gue pikirin? Kenapa gue mau minta bantuan cowok songong yang bahkan nggak bisa menghindari cubitan para fansnya sendiri? Gue emang buruk rupa. Tapi terlalu bego, jangan."

"Ayo berpikir, Laurin!" batin Laurin menyemangati diri sendiri. "Pikirkan orang yang bisa melacak keberadaan Chika sekaligus jago bela diri. Ayo pikirkan!"

Mata Laurin melebar. Ada satu nama yang terbesit di dalam pikirannya. "Alan!"

"Enggak. Membawa Alan aja nggak cukup. Gue nggak tau kekuatan Joan, Tera, dan Galih. Gue harus bawa satu orang lagi. Tapi ... siapa?"

Laurin teringat di kala ia melawan lima pria berjas hitam saat menolong Rega. Jujur, ia tak bisa mengalahkan lima pria itu sekaligus karena mereka juga menguasai ilmu bela diri. Rasanya terlalu berbahaya untuk bertindak gegabah dengan hanya membawa Alan pada malam hari seperti ini.

"Elvan? Iya benar. Gue harus cepat-cepat meminta bantuan Elvan. Gue nggak peduli tentang hubungan gue dengan Elvan. Yang terpenting sekarang adalah Chika. Gue harus segera menemukannya."

🐌🐌🐌🐌🐌
Minggu, 31 Maret 2019

Vote 500++

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang