61. Penjelasan

101 4 0
                                    

Laurin memasuki mobil Elvan setelah memastikan lingkungan di sekitar apartemen sudah aman, tidak ada orang yang melihat. Saat sudah duduk dan memasang sabuk pengaman pun, Laurin masih terlihat celingukan mengecek keadaan.

"Lo kelihatan beda," kata Elvan yang mulai menyalakan mobilnya.

"Iya nih." Laurin melihat wajahnya di kaca spion sambil tersenyum senang. "Tadi gue diajakin Rega perawatan laser jerawat."

"Oooh," sahut Elvan datar. Dia mulai menjalankan mobilnya menerobos keramaian kota.

Elvan sengaja memilih tempat pertemuan yang cukup jauh dari lingkungan apartemen Rega. Dia tak mau ada seorang pun yang tahu hubungannya dengan Laurin yang cukup rumit. Mungkin sekitar 30 menit Elvan berkendara. Akhirnya dia sampai juga di sebuah restoran.

Laurin menegang saat memasuki restoran tersebut. Di salah satu meja, sudah ada Nyonya Reta yang menunggunya dengan senyum sumringah. Jujur, ia sangat canggung. Langkah kakinya mendadak kaku.

"Apa kabar, Laurin?" sapa Nyonya Reta. Raut wajahnya sayu dan terkesan hangat.

"Baik," sahut Laurin kikuk, lalu duduk di hadapan Nyonya Reta, tepat di sebelah Elvan.

"Mama senang sekali saat mendengar kabar kalau kamu mau ketemu sama Mama."

Laurin tak menyahut. Ia hanya tersenyum kaku. Itu pun sangat tipis dan singkat.

"Mama akan memesan kamu makanan yang enak. Seben-" tangan Nyonya Reta tercekat saat hendak mengangkat tangan memanggil pelayan.

"Tidak usah!" tolak Laurin cepat dan tegas.

"Baiklah kalau kamu menolak. Mama tidak memaksa."

"Langsung saja, Tante. Saya nggak punya banyak waktu."

"Baiklah." Nyonya Reta mengangguk. "Mama akan bercerita semuanya agar kamu tidak salah paham lagi sama Mama."

"Cerita aja. Tapi belum tentu saya mempercayainya," kata Laurin ketus.

"18 tahun yang lalu, saat Mama hamil tua, Ayahmu kehilangan pekerjaannya sebagai atlet nasional. Dia digantikan oleh atlet yang lebih muda. Akhirnya ... dia pun menjadi seorang pengangguran."

"...."

"Dia sudah mencari pekerjaan di mana-mana. Tapi mencari pekerjaan tidak semudah itu. Kami hidup hanya dengan mengandalkan gaji Mama sebagai pegawai di perusahaan Papanya El."

"Lalu, apa ... apa Tante ninggalin aku karena itu?"

"Bukan." nyonya Reta menggeleng. "Saat itu ... Ayahmu uring-uringan, stress karena lama menganggur. Masalah sepele selalu ia lebih-lebihkan. Dia jadi sering mengamuk dan menuduh Mama selingkuh. Tak jarang, dia melakukan kekerasan fisik pada Mama."

"Kekerasan fisik?"

"Mama tidak tahan hidup bersama ayahmu lagi." di kelopak mata Nyonya Reta mulai ada sedikit air yang menggenang. "Akhirnya ... Mama putuskan untuk melayangkan gugatan cerai saat kamu masih usia 4 bulan."

"Lalu, apa yang terjadi setelah itu?"

"Pengadilan memutuskan hak asuh atas kamu jatuh ke tangan Mama. Namun ... saat Mama ingin membawamu pergi, Ayahmu merebut kamu dari Mama dan pergi entah ke mana."

"Apa?" Laurin terperanjat dengan mata melebar. Sekujur tubuhnya menjadi kaku mematung.

"Sejak saat itulah, Mama tak tau di mana kamu." air mata Nyonya Reta menetes lancang, membasahi pipinya. "Mama tertekan karena kehilangan kamu, Laurin. Sejak saat itu, Papanya El datang ke kehidupan Mama dan berjanji menemukan kamu asalkan Mama mau menikah dengannya."

Hati Laurin terenyuh, kontak batin antara dia dan Nyonya Reta mulai terbuka. Entah sejak kapan ia tak tega melihat air mata yang berlinang dari wanita berkepala empat itu.

"Setelah 17 tahun mencari, akhirnya Mama menemukanmu di Delton. Berulang kali Mama mencoba menemui kamu. Tapi kamu selalu mengusir Mama. Kamu bahkan memanggil ibu kandungmu sendiri dengan sebutan Tante. Itu ... itu benar-benar menyakitkan, Laurin." air mata Nyonya Reta tumpah semakin deras. Isi hatinya yang ia simpan selama belasan tahun, kini ia keluarkan semuanya, membuat hatinya terasa sedikit ringan walaupun ia sampaikan dengan tangis.

Laurin mengambil sapu tangan dari dalam tasnya lalu memberikannya pada Nyonya Reta. "Jangan menangis!"

Nyonya Reta mengusap air mata di kedua pipinya dengan sapu tangan itu. Terdengar suara sesenggukan dari dia yang membuat hati Laurin terasa perih, merasa seperti anak durhaka yang selama ini tega mengusir ibu kandungnya sendiri berulang kali.

"Jangan menangis ... Ma."

Nyonya Reta terhenti. Elvan menoleh kaget. Mata Nyonya Reta membelalak tak percaya, tangannya gemetar senang.

"Laurin?" sapa Nyonya Reta lirih.

"Meski saya ...." Laurin terhenti sebentar sekedar meralat kata saya menjadi aku. "Meski aku nggak tau apa yang sebenarnya terjadi belasan tahun yang lalu, tapi aku pikir, nggak seharusnya aku memanggil ibu kandungku dengan sebutan Tante."

"Laurin, apa Mama boleh meminta pelukan darimu?"

Laurin terhenti beberapa saat hingga akhirnya ia mengangguk malu. Senyum Nyonya Reta mengembang, berdiri seraya merentangkan tangan. Dia pun memeluk Laurin erat-erat. Dan pelukan itu dibalas oleh Laurin. Setetes air mata jatuh dari mata Laurin. Cepat-cepat Laurin mengusapnya.

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang