18. Tentor Tampan

24K 1.9K 64
                                    

Laurin meraih kedua tangan Alan, membuat Alan sedikit risih dengan ekspresi Laurin yang meringis seperti orang sesat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laurin meraih kedua tangan Alan, membuat Alan sedikit risih dengan ekspresi Laurin yang meringis seperti orang sesat. Laurin kemudian mengoyak-ngoyak tangan Alan seraya memasang wajah memelas.

"Gue orang sibuk." Alan menarik tangannya, melepaskan diri dari genggaman tangan Laurin yang terlalu kuat untuk ukuran anak SMA, terlebih lagi untuk ukuran seorang gadis.

"Ayolah, please! Gue nggak mau nggak naik kelas apalagi dikeluarkan dari sekolah. Tolong dong ajari gue," pinta Laurin.

"Enggak." Alan menggeser posisi duduknya menjauh.

"Ayo dong, please! Lo satu-satunya orang yang bisa gue mintai tolong."

"Coba aja aplikasi belajar online."

"Gue udah pernah coba. Tapi gue kagak paham," ungkap Laurin lesu. "Ayolah! Jangan pelit dong ke gue."

"Enggak."

"Ayo dong, Al! Jangan pelit jadi orang! Entar kuburan lo sempit."

"Oke." Alan mengangguk. "Gue bakal ngajari lo. Tapi sebagai gantinya, lo harus ngajari gue taekwondo."

"Ashiyaaaaap!" ujar Laurin penuh semangat.

"By the way ...kenapa lo nggak minta bantuan Elvan atau Rega aja?"

Laurin bergidik mendengar nama kedua orang itu. "Ogah! Jangan sebut nama dua orang itu. Jijik deh." Laurin bergidik.

***

Sepulang sekolah, Laurin sudah menunggu kedatangan Alan di depan gedung A. Dia hanya mengedikkan bahu tak peduli ketika dua gadis tengah memandang sinis ke arahnya. Bagi dua gadis itu, cukup siswa-siswi dari K-U3 saja yang merusak pemandangan mereka, tidak perlu ditambah lagi dengan pemandangan buruk siswi dari kelas XI IPS-F.

"Hellooo elo nggak tersesat kan?" tanya Grace dengan nada bicaranya yang selalu terdengar sombong.

Laurin menoleh ke kanan lalu ke kiri seperti orang bodoh. Kemudian ia menunjuk dirinya sendiri. "Lo ngomong sama gue?"

Grace memutar malas kedua bola matanya. "Ya iyalah! Masa' gue ngomong sama pohon."

"Aduuh Grace. Ngomong sama siswa rendahan emang butuh kesabaran ya," kata Thirza dengan mata yang menyisir penampilan Laurin dari bawah hingga ke atas. Lantas ia bergidik jijik.

"Gue nggak tersesat kok. Gue nungguin Alan," jelas Laurin.

"Alan?" kata Grace dan Thirza bebarengan.

Laurin membeku gugup, tak menghiraukan Grace dan Thirza. Matanya tertuju pada seorang cowok berhidung mungil yang tengah melihat layar ponsel sambil berjalan keluar gedung A. Walau hanya dengan melihat, hati Laurin menggema. Cowok bermata sipit itu selalu bisa membuat sekujur tubuh Laurin mendadak kaku walau hanya sekedar lewat.

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang