29. Keanehan Alan

21.5K 1.7K 154
                                    

Napas Laurin ngos-ngosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Napas Laurin ngos-ngosan. Ia cukup kesulitan menghindari serangan dari Alan. Cowok bermata teduh itu sangat berbakat. Baru dua bulan belajar taekwondo, dia sudah bisa membuat Laurin cukup kuwalahan meskipun dia belum pernah berhasil mengalahkan Laurin.

"Latihan hari ini cukup sampai di sini." Laurin berhenti. Dia berjalan mengambil handuk, lalu menyeka keringatnya yang bercucuran.

Alan berjalan santai menuju tasnya, mengambil minuman, membuka tutup botol, lalu meneguknya cepat untuk menghilangkan dahaga setelah berlatih cukup lama dengan Laurin.

"Ada apa sama lo hari ini?" tanya Alan heran. Dia menyadari bahwa Laurin hari ini kurang bertenaga tak seperti biasanya.

"Maksudnya apa?" Laurin malah balik bertanya.

"Ya... meskipun gue belum berhasil ngalahin elo, tapi gue rasa hari ini elo kurang bersemangat."

"Iya nih. Akhir-akhir ini gue khawatir sama kedua sahabat gue. Baru-baru ini mereka berkenalan dengan cowok asing lewat facebook," ungkap Laurin. Dahinya berkerut. Ada rasa cemas dalam benaknya. Mungkin hal itulah yang membuatnya dinilai kurang maksimal oleh Alan.

"Kenapa harus cemas?"

"Ya iyalah! Secara cowok-cowok itu kan orang asing. Gue takut kedua sahabat gue diapa-apain."

"Lo terlalu cemas."

"Lo nggak ngerti kenapa gue cemas, Al. Cowok-cowok itu adalah orang asing. Lagian gue perhatikan, mereka bukan orang baik. Gue takut kedua sahabat gue terkena pergaulan bebas. Lo tau sendiri kan, kalau pergaulan bebas itu bikin kena penyakit ini itu termasuk AIDS."

Alan tercekat, kepalanya mulai terngiang-ngiang sesuatu. Sementara tangannya gemetaran. Sekelebat memori yang pernah ia kubur dalam-dalam kini teringat kembali.

Alan berdiri, menatap marah pada Laurin, membuat Laurin kebingungan heran dan ikut berdiri.

"Al, lo kenapa?" tanya Laurin bingung.

"Lo nggak ngerti apa itu AIDS!" bentak cowok itu, tepat di muka Laurin.

"Kok elo jadi marah sih, Al? Emangnya, gue salah apa?"

"Salah! Lo salah!" bentak Alan lagi. "Kalau lo nggak tau apa-apa tentang AIDS, nggak usah ngomong!"

"Al-"

"Mulai sekarang, kita nggak usah belajar bersama lagi. Gue nggak butuh pelatihan dari lo lagi. Dan gue sekarang nggak mau ngajari lo lagi." Alan kemudian berjalan cepat menuju pintu. Langkahnya terhenti sebelum ia keluar. Lalu ia berbalik. "Oh iya satu lagi! Jangan pernah ngomong sama gue lagi!"

"Al! Alan!" panggil Laurin. Ia masih tak mengerti mengapa Alan bisa semarah itu hanya karena ia membahas tentang AIDS.

Alan pergi begitu saja, meninggalkan Laurin yang berdiri mematung dengan tatapan bingung. Laurin terkesiap. Ia mendadak ingat bahwa Alan adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya belajar agar naik kelas.

"Ya Tuhan!" Laurin memegang kepalanya sendiri. "Apa yang gue lakuin? Kenapa gue bikin Alan marah?"

Laurin menoleh ke kanan lalu ke kiri seperti orang linglung. Ia mengambil tas ranselnya dan bergegas mengejar Alan keluar. Tak peduli jika ia harus mengemis, ia akan melakukan itu. Yang terpenting bagi Laurin sekarang adalah naik kelas.

"Alan! Alan! Tunggu, Al!" Laurin berlari cepat. Tak butuh banyak tenaga, ia sudah berhasil menyamai langkah kaki Alan.

"Pergi sana!" usir Alan.

Laurin mulai meraih lengan Alan. Dia mengiba. "Gue minta maaf kalau gue salah ngomong. Lo jangan marah ke gue. Gue minta maaf, Al."

Alan dengan tega menghempaskan tangan Laurin. Sorotan matanya yang biasa terlihat teduh, kini tampak dingin. Tentu saja membuat nyali Laurin sedikit menciut takut.

"Gue minta maaf, Al. Gue janji nggak akan ceplas-ceplos lagi. Tapi please! Bantu gue belajar sampai ujian kenaikan kelas," pinta Laurin yang pantang menyerah.

"Cari saja orang lain!" kata Alan tegas. Ia kini sudah berada di tempat parkir, menaiki motor, memakai helm, lantas menyalakan mesin.

"Alan?"

"Minggir lo!"

"Gue nggak mau minggir!" Laurin malah merentangkan kedua tangannya, mencoba menghalangi jalan.

"Kalau lo nggak minggir, gue akan tabrak!" ancam Alan.

"Tabrak aja kalau lo berani!" tantang Laurin.

Alan tahu siapa Laurin. Gadis tomboy itu hanya menggeretak semata. Walaupun bodoh, Laurin sudah jelas masih menyayangi nyawanya.

Brum brum brum

Deru suara motor Alan semakin menggema. Ia melajukan motornya dan berhasil membuat Laurin reflek untuk menepi. Hati cowok itu kini sangat murka. Dan kemurkaan itu datang karena dia teringat kejadian dua tahun lalu yang membuatnya mengalami trauma yang begitu mendalam.

😎😎😎😎😎
Selasa, 12 Maret 2019

Hari ini author ulang tahun ke-24😭 tambah tuwek rek. 😭

Laurindya Ailani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laurindya Ailani

Melviano Kalandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melviano Kalandra

Arkharega Argantha

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang