59. Perangkingan

22.8K 1.8K 102
                                    

PENGUMUMAN
Mulai 12 April akan posting di IG.

📚📚📚📚📚

Sistem penilaian di Delton International High School adalah sistem langsung, di mana siswa dapat melihat akumulasi nilai yang diperoleh maksimal 3 hari setelah ujian selesai melalui aplikasi online sekolah. Namun, mereka hanya bisa melihat hasil nilai mereka sendiri dan tidak bisa melihat ranking yang diperoleh. Jika mereka ingin melihat ranking, maka mereka harus melihat di papan pengumuman di mading sekolah. Delton sengaja memakai sistem seperti itu agar siswa yang memiliki nilai jelek menjadi terpacu untuk belajar lebih giat lagi.

Pagi itu, ratusan siswa tampak berjubel di depan mading. Mata mereka menyisir dari atas hingga ke bawah pada lembaran yang ditempel di mading. Laurin menerobos di cela para siswa yang berdesak-desakan itu. Bukan untuk melihat lembaran berkode XI-IPS F. Tapi matanya tertuju pada lembaran berkode K-U1. Tak butuh waktu lama menyisir, Laurin langsung menemukan nama Arkharega Argantha di urutan nomor satu. Ia pun bernapas lega.

"Alhamdulillah nih orang tetap ranking satu. Gue pikir nilainya bakal anjlok gara-gara ngurusin gue," pikir Laurin.

Di bagian tengah, Rega juga menerobos kerumunan orang. Dia sudah tahu jika lembaran berkode XI-IPS F harusnya ditempel di bagian tengah dekat dengan lembaran berkode K-U3. Mata Rega begitu antusias menyisir nama-nama itu, barang kali nama Laurin terselip di antara ranking 15 besar di XI-IPS F. Rega sedikit was-was jika Laurin mendapatkan nilai yang kurang memadai karena akhir-akhir ini Laurin kurang fokus akibat terlalu sering memikirkan Chika.

"Laurindya Ailani." Rega tercekat dengan mata melebar senang, mendapati nama Laurin tepat berada di ranking 15 dengan nilai rata-rata 80,5.

Rega tersenyum puas. Ia pun keluar dari kerumuman siswa itu dengan senyuman yang masih mengembang.

"Eh si Rega, ngapain lo di papan pengumuman sebelah sini?" sapa Laurin lalu menunjuk ke arah selatan, di papan pengumuman paling ujung. "K-U1 ada di sebelah sono!"

Senyum Rega mengempis. Perkataan Laurin terkesan sok tau dan membuat moodnya menjadi rusak.

"Tenang aja. Lo masih ranking satu kok. Heeeem jadi lo nggak usah khawatir. Tadi gue udah lihatin ranking lo," sambung Laurin.

Alis Rega terangkat. Entah mengapa pipinya berdesir. "Lo susah payah menerobos orang banyak demi lihatin ranking gue doang?"

Laurin mengangguk.

"Gue ...." Rega berdehem, berusaha sebisa mungkin menyembunyikan senyum tipisnya. "Gue ... juga udah lihatin ranking lo kok."

"Oh ya?" Laurin kemudian menghela napas lesu. "Pasti gue ranking terakhir lagi. Iya kan?"

Rega menggeleng. "Enggak kok. Lo ranking 15 tau!"

"Oh ya?" Laurin terlonjak. Ia bergegas menepikan orang-orang yang berjubel di depan papan mading untuk memastikan ranking yang ia peroleh. Dengan mata fokus, Laurin mencari namanya.

"Aaaaaaaaargh!" Laurin menjerit girang, membuat semua orang terfokus padanya.

"Hoi hoi." Laurin mengoyak kedua lengan salah seorang teman sekelasnya yang bukan teman dekatnya, membuat pipi siswa itu berkedut risih. "Gue ranking 15 lho. Aseeeek nggak tuh?"

Laurin cekikikan sendiri, lalu dengan santainya membelah kerumuman orang untuk keluar menemui Rega.

"Gimana cara ngajar gue?" Rega menaikturunkan alisnya seraya melipat tangan. "Dari nilai lo yang cuma 30, sekarang meningkat drastis jadi 80. Mantul nggak tuh"

"Iya. Mantul banget." Laurin meraih tangan Rega lalu mengayun-ayunkannya dengan memasang cengiran khasnya.

Rega berdehem kikuk lalu cepat-cepat melepaskan tangan Laurin saat debaran jantungnya mulai beritme cepat seolah usai olahraga.

"Eh sorry. Gue lupa." Laurin kembali menyengir.

"Seneng sih boleh aja. Tapi jangan sampai lupa diri dong!"

"Karena gue lagi happy. Gue bakal kabulin satu permintaan lo."

"Em ... sebenarnya ... gue ada sesuatu yang ingin lo lakuin. Tapi lo pasti nggak mau."

"Apa? Katakan aja!"

"Lo harus ikut gue perawatan wajah."

"Oke. Biasanya kan gue yang anterin lo ke klinik perawatan."

"Bukan," geram Rega. "Pokoknya lo harus ikut perawatan."

"Gue? Perawatan?Ogah ah!" Laurin menggeleng cepat. "Gue takut jerawat gue dipencetin."

"Pokoknya gue nggak mau tau. Lo harus perawatan bareng gue. Tau nggak, selama ini tangan gue gemes banget pengen pencet jerawat lo."

"Sakit tau! Gue mah ogah."

"Tapi kan lo udah janji bakal kabulin satu permintaan gue."

"I ... iya sih," balas Laurin bimbang.

"Tenang aja. Gue udah cari klinik yang mengobati jerawat tanpa dipencet. Cuma dioles salep, kasih sinar khusus, terus minum obat. Nggak bakal sakit kok. Gue jamin."

"Tapi gue nggak ada duit buat perawatan," kilah Laurin beralasan. Sungguh, ia sangat takut jika wajahnya disentuh orang.

"Ya elah. Lo kayak nggak kenal gue aja sih. Gue yang bakal bayar semua tagihan. Secara gue kan holang kaya. Tenang aja deh. Yang penting sekarang, lo harus bikin tangan gue nggak gemes pengen pencetin jerawat lo."

"Tapi ...."

"Nggak sakit kok. Gue janji."

"Janji?" tanya Laurin memastikan.

"Iya. Janji."

"Em ... ya udah deh."

📚📚📚📚📚
Zaimatul Hurriyyah
Rabu, 10 April 2019

Aku mau jelasin alasan mengapa aku posting di IG. KARENA kalau dalam bentuk screen shoot, web mirror tidak bisa mencuri.
Jadi, plagiator yang lebih kejam daripada manusia adalah sistem komputer karena dengan mudah menyalin teks tanpa perlu repot ngetik.

Aku tahu banyak yang kecewa dengan keputusanku yang melanjutkan dalam bentuk screen shoot yang aku posting di IG.

Tapi daripada nggak lanjut kayak penulis lain? Hayooo

Sekali lagi aku tegaskan. Aku akan buat POSTINGAN ULANG di SOROTAN tanggal 22 April (di bio). Jadi kalian nggak perlu mentelengin instastoryku terus.

Jadwal
📚Posting chapter 61-70 = 12 April -21 April
📚POSTINGAN ULANG chapter 61-70, tanggal 22 april
📚Posting chapter 71-80 = 22 April- tak tahu

Akun IG ku juga tidak ku privat. Jadi kalian bebas berkunjung kapan saja walau tidak follow.

Terima kasih atas pengertiannya ya readers. I love you, but i love my novel too.

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang