Bab 1 | Koridor Sekolah

539 29 3
                                    

~Pepatah bilang 'tak kenal maka tak sayang'.
Cewek-cewek bobrok itu bilang 'tak kenal, ya kenalan dulu' .~

Sebuah suara yang hampir mirip dengan lolongan serigala terdengar memenuhi seisi koridor sekolah yang cukup gelap. Bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 p.m dan dengan tidak warasnya gadis-gadis yang kini berjalan di koridor itu malah berkunjung ke sekolah.

Berbekal satu senter sebagai penerangan, mereka nekad menyusuri seluruh penjuru sekolah hanya untuk mencari hantu. Mencari hantu? bahkan di antara mereka tidak ada satu orang pun yang bisa melihat makhluk ghaib.

Dan untuk suara serigala tadi, mereka sengaja memutarnya dari perekam suara yang sudah jauh-jauh hari disiapkan. Alasannya cukup sepele, supaya petualangan mereka kali ini mirip dengan film-film horror yang selalu mereka tonton setiap harinya. Katakan saja mereka kurang kerjaan!

"Mamaaa ... siapa yang megang tangan gue tolooong ...."

"Diem woy! Gue yang megang tangan lo."

Dia Listi. Gadis penakut yang entah kenapa tubuhnya tidak bisa tinggi. Bukannya tidak bisa sih, tapi memang jika dibandingkan dengan teman-temannya, hanya Listi lah yang memiliki tubuh pendek. Sifat gadis itu sangat menyebalkan, tidak bisa diam, dan tidak punya malu. Tapi jika dia disakiti, mungkin akan sangat sulit untuk menyembuhkan lukanya.

Lalu gadis yang memegang lengan Listi tadi adalah Sefita. Sefita Enjliyana. Dia gadis yang berkebalikan dengan Listi, tubuhnya tinggi semampai meskipun badannya sedikit kurus. Untuk masalah sifat, bisa dibilang gadis itu termasuk gadis yang periang, humoris, dan tidak pernah bisa marah. Tapi jika dia memiliki masalah, sifatnya itu akan berbanding terbalik.

"Aduh ...."

Semuanya terdiam, menyaksikan sahabat mereka yang kini duduk di atas lantai dengan ekspresi menahan sakit. "Siapa sih yang naruh air di sini! Gue kepeleset woy!"

Dan dia Vina Mardiana. Gadis berpipi tembem yang termasuk ke dalam daftar gadis populer di sekolah karena kecantikannya. Sayang, gadis itu adalah tipe gadis yang tidak pekaan dengan semua hal yang berbau 'kode-kodean'. Hal itu pun menjadikan rintangan terbesar bagi kaum adam yang ingin mendekatinya.

"Tolong ...."

Spontan Listi dan Sefita saling mengeratkan genggaman tangan mereka saat mendengar sebuah suara di belakangnya. "Suara apaan itu, Vin?" Vina yang masih ngesot di lantai pun hanya bisa menggeleng pasrah saat ditanya oleh Sefita. Masalahnya dia juga tidak tahu suara siapa tadi, yang jelas pantatnya sangat sakit sekali.

"Jangan lari lo berdua, pantat gue sakit," ucap gadis itu sambil berpegangan pada tangan kiri Listi mencoba untuk berdiri. "Tolongin ...." Ketiganya terkejut saat suara itu kembali terdengar. Dengan napas yang mulai tidak teratur, Listi dan Sefita pun kompak mengangkat tubuh Vina dan mulai berlari.

"Listi, tangan lo jangan di bawah pantat gue woy! Sakeeet ...." Sebuah bentakan dari Vina langsung membuat Listi melepaskan tangan kirinya yang tadi sempat menyanggah pantat gadis itu.

"Jangan dilepas juga pinter! Gue mau jatuh!"

"Kata lo tadi jangan pegang pantat? Gimana sih!"

"Ya tapi ...."

"Tolongin!" Suara itu lagi. Tanpa pikir panjang, Listi kembali menempelkan tangan kirinya ke pantat Vina dan mempercepat langkah kakinya. Peduli setan jika gadis itu kesakitan, ia akan meminta maaf nanti jika sudah aman. "Mamaaa ... pantat Vina sakit," rengek gadis itu pasrah merasakan pantatnya yang kini mulai nyut-nyutan seperti sariawan yang tidak sengaja tergigit.

Di lain sisi, seorang gadis tengah menatap heran ketiga manusia yang berlari terbirit-birit di ujung koridor itu. "Woy tolongin gue! Lo pada mau kemana sih?" teriak gadis itu namun sama sekali tidak dihiraukan, mereka malah berlari semakin kencang dengan sedikit terseok karena beban tubuh Vina.

Ternyata yang meminta pertolongan tadi adalah Nadia. Nadia Rifda Anisa, gadis yang memiliki tubuh paling ideal dari keempatnya. Sikapnya sedikit kekanakan, tapi dia sangat bertanggung jawab atas apa yang dia perbuat. Dan dari keempatnya, hanya Nadia lah yang perasaannya sering berubah-ubah, bisa dibilang moody-an.

Gadis itu kini tengah membawa empat pot kecil yang berisi bunga mawar berwarna putih. Tidak, dia tidak mencuri, bunga itu milik mereka berempat. Kemarin, kepala sekolah meminta seluruh murid membawa bunga dari rumah untuk lomba keindahan sekolah, dan berhubung lomba telah usai, Nadia berinisiatif untuk mengambil kembali bunga itu dan akan ia rawat di rumah. Lihat? Nadia gadis yang cerdas, bukan?

Setelahnya gadis itu memilih berjalan menuju gerbang untuk menunggu ketiga sahabatnya yang entah sekarang masih hidup atau tidak. Bisa saja mereka lelah berlari dan hilang nyawa. Eh, jangan, jangan. Mendoakan yang tidak baik pada orang lain itu dosa.

Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang