Bab 23 | Ardi

56 8 2
                                    

     Suara kambing terdengar biasa namun membuat Listi terkejut bukan main. Ia menatap kambing ayahnya yang kini juga tengah menatapnya.

     "Kenapa, Mbek?"

     "Mbeeek ...."

     "Masih kurang rumputnya?"

     "Mbeeek ...."

     "Ya udah, kalo gitu kita ke rumah Tante aja. Di sana kayaknya masih ada padang rumput."

     Listi berucap seolah tahu bahasa hewan. Dirinya sekarang sedang berada di belakang rumahnya, tepatnya di samping kandang kambing yang diberi nama 'Mbek' oleh sang ayah.

     Aneh. Di kota memelihara kambing? Mau dapat rumput dari mana? Tapi itulah ayah Listi. Selalu memesan beberapa karung yang berisi rumput dari Jogja untuk makanan si Mbek setiap minggunya. Harus teratur, karena jika seminggu saja si Mbek tidak di kasih makan ... alamat sudah hidupnya nanti.

     "Loh, Lis. Kamu mau bawa Mbek ke mana?"

     Listi menoleh saat melihat ayahnya baru saja muncul dari balik pintu. Awalnya dia tidak ingin pamit, tapi melihat kedatangan sang ayah, akhirnya Listi mengurungkan niat.

     "Tadinya mau ngajak Mbek ke rumah Tante, Yah. Tapi Ayah udah pulang ternyata."

     "Di rumah Tante udah nggak ada padang rumput lagi, Lis. Kamu kalau ke sana bakal malu, karena sekarang tempat itu udah dijadiin tempat wisata."

     Listi mangguk-mangguk saja. Ia kembali menyeret pelan kambing hitam itu ke dalam kandang. Mengaitkan pintu kandang dengan tali agar si Mbek tidak kabur. Namun, belum sampai Listi beranjak, Marta—ayah Listi—sudah lebih dulu menghampirinya dan membuka kembali ikatan tali yang menahan agar pintu itu tidak terbuka.

     Perbuatan ayahnya itu membuat Listi bingung. Apakah Mbek akan dimandikan? Tumben sekali, padahal Mbek mandi hanya seminggu sekali, itu pun jika Marta dan Listi ingat.

     "Yah, Mbek mau dimandiin, ya?"

     "Mbek harus dibawa ke rumah Kakek, Lis. Kasihan dia nggak punya temen, kalau mau nyariin temen buat dia, Ayah yang nggak sanggup biayain ongkos makannya."

     Listi sempat terkejut dan hendak menolak. Tapi jika dipikir-pikir, ucapan ayahnya ada benarnya juga. Ongkos angkut rumput dari Jogyakarta ke Jakarta terbilang mahal, ya meskipun Marta dapat membayarnya, tapi jika memelihara dua sekaligus otomatis rumputnya menjadi dua kali lipat lebih banyak.

     Dan tempat yang cocok untuk si Mbek ya di desa, dekat dengan rumah kakeknya. "Mbek kapan pergi, Yah?"

     "Sekar—."

     "HAH?! Ayah yang bener aja dong, masa iya sekarang. Listi kan belum kasih salam perpisahan sama dia."

     Lelaki paruh baya itu menghela napas dan mengelus pelan pucuk kepala Listi. Memberi senyuman sebelum berucap jika gadis itu diberi waktu lima menit untuk berbicara dengan si Mbek. Setelahnya Marta berjalan masuk ke dalam rumah, memberikan ruang privasi bagi kedua makhluk berbeda jenis itu.

     Mau bagaimana lagi, Listi tidak pintar bernegoisasi. Untuk menawar di pasar saja Listi sering kalah dengan si penjual.

Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang