Dulu adalah masa lampau. Besok adalah masa depan. Sekarang adalah masa kini.
Sekelebat bayangan masa lalu mendadak berputar di kepala Regar. Paras seorang gadis kecil dengan rambut seperti tanduk selalu saja menjadi halusinasi nyata yang Regar rasakan selama ini.
Dia sudah menemukan gadis itu. Gadis yang bertahun-tahun selalu Regar nantikan kehadirannya. Tepatnya sepuluh tahun silam mereka berpisah, saling melambai tangan meskipun ada dua kubu yang terus saja menggeram marah. Ikatan dua bocah kecil yang masih rentan harus kandas di tengah jalan seiring bersatunya dua insan yang sering dicap sebagai orang yang lebih dewasa dibanding mereka.
"Gara jangan sedih lagi, ya."
Omong kosong. Selama kepergian gadis itu, tak sedetik pun Regar merasa bahagia. Dia menderita. Sungguh.
Banyak pihak yang menyalahkannya, padahal itu semua bukan salah Regar. Saat dia bersekolah, julukan 'perusak rumah tangga orang' seperti sudah menjadi jabatan terpantas untuk dirinya. Padahal semua itu bukan Regar yang meminta, ayahnya saja yang menginginkan.
Lihat? Dia mulai menyalahkan orang lain. Hidup Regar memang salah sejak bertemu gadis itu, tapi tak bisa disangkal jika Regar sangat menantikan pelukan hangatnya yang selalu berhasil membuat Regar lupa akan semua masalah yang ia pikul. Senyum manisnya ... ah, Regar rindu semua tentang gadis kecil itu.
"Gara, Tian pergi. Jaga mamanya Tian yah, mamanya Tian sekarang udah jadi mamanya Gara."
Andai gadis itu berkata dengan penuh emosi, mungkin Regar tak akan merasa paling jahat di dunia ini. Tapi Tian kecil berkata dengan penuh senyuman, menampilkan kedua lesung pipinya yang selalu membuat Regar terpikat.
"Kenapa lo lupa sama gue, Ti?"
"Jangan lupain Tian yah, kita pasti sama-sama lagi kalo mamanya Tian udah balik sama Tian."
"Gue udah balikin mama lo, Tian. Tapi kenapa lo sekarang selalu nganggap gue sebagai musuh?"
Yah, Regar memang sudah mengembalikan ibu gadis itu, bahkan ia rela dibenci oleh ayahnya sendiri karena tingkahnya yang selalu berusaha memisahkan sang ayah dan ibu tiri. Namun setelah ia berhasil memisahkan ayahnya dengan si ibu tiri, tak pernah sekali pun Regar bertemu dengan Tian.
"Besok kalo ketemu lagi, Tian bakalan cium pipi Gara lamaaa banget, Tian bakal peluk Gara."
"Bohong!"
Pembohong. Gadis itu berbohong. Mereka bertemu tapi tidak melepas rindu. Yang Regar dapatkan hanyalah sumpah serapah penuh kebencian, bukan sebuah pelukan.
Ia lelah jika harus menahan semua ini sendirian. Regar butuh teman untuk memikul bebannya, beban yang dia emban sejak kecil, yang tidak pernah bisa selesai jika bukan gadis itu yang mengakhirinya.
Tak terasa Regar mulai terlelap, membiarkan pipinya basah oleh air mata. Kenapa lelaki itu menangis? Bukankah seharusnya dia marah? Ya. Seharusnya memang dia marah, menyakiti diri sendiri, mengamuk. Akan terlihat lebih wajar meskipun nantinya akan bertambah sakit.
Daripada seperti ini. Hanya menangis dalam diam, meringkukan badan mencari kehangatan, seperti orang lemah yang hilang gairah hidup. Tentu saja semua ini bukanlah pilihan Regar, dia tidak pernah menginginkan ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰
AcakSahabat itu penting, di saat keluarga tidak menyisakan ruang sahabatlah yang pertama kali memberi peluang. Mereka merengkuh ketika rapuh, menopang ketika tumbang, dan menemani ketika sendiri. Tapi bagaimana jika salah satu dari mereka pergi tanpa pa...