Listi hampir tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Ia menyaksikan sendiri lima orang gadis yang tengah melaksanakan hukuman akibat kelakuan mereka beberapa minggu lalu. Siapa yang melaporkan tindakan itu kepada guru BK?
Padahal seingatnya, Listi tidak pernah menceritakan kejadian penyekapannya kepada siapa pun. Bahkan saat ditanya oleh ketiga sahabatnya mengenai luka di kepala, gadis itu beralasan jika terjatuh dari tangga. Listi tidak berbohong, 'kan? Dia memang jatuh dari tangga, hanya saja itu adalah tindakan kejahatan, bukan murni dari kecerobohannya sendiri.
"Listi, kenapa kamu tidak langsung lapor ke Ibu kalau kamu dikunci di gudang?"
Hanya sebuah cengiran bodoh yang Listi berikan. Ia tidak mau memperpanjang masalah. Bukan karena dia tidak dendam, tapi Listi tidak akan puas jika pelakunya hanya dihukum dengan hukuman yang sangat ringan seperti itu.
Yang benar saja, perlakuan mereka terhadap Listi sampai membuat gadis itu sesak napas dan mimisan, belum lagi kepalanya yang terluka. Dan sekarang, mereka hanya disuruh jalan jongkok keliling lapangan dua kali? Tidak adil.
Listi kembali mengamati kelima gadis itu, menajamkan pandangan untuk memperjelas penglihatannya. Jika tidak salah, mereka adalah lawan tim basket kelasnya dulu yang sempat membuat kericuhan di tengah jalannya pertandingan.
Dan yang kini menatap tajam Listi adalah ... tidak salah lagi. Dia adalah gadis yang membuat kaki Vina terkilir waktu itu sekaligus kapten dari tim basket teman-temannya.
Amarah Listi tersulut, namun dia tidak begitu bodoh untuk melabrak mereka. Masalahnya di samping Listi masih ada Bu Nilam yang setia mengawasi gadis-gadis kurang ajar itu, jadi mana mungkin ia membuat kericuhan padahal di sini dirinya tengah berperan sebagai korban.
"Biar Listi aja, Bu, yang jagain mereka. Di sini panas, kasian Bu Nilam sampai keringetan gitu."
Bu Nilam memberikan sorot bangga kepada Listi. Oh tidak, Listi tidak sebaik itu. Malahan dia senang jika Bu Nilam bisa ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh murid-muridnya yang beliau hukum. Tapi sekarang Listi harus menyingkirkan Bu Nilam terlebih dahulu dari tempat itu agar dirinya bisa melancarkan aksi.
"Kamu yakin mau jagain mereka? Kalau dikunciin lagi bagaimana?" Helaan napas keluar dari hidung Listi. Apa Bu Nilam pikir Listi adalah gadis yang lemah? Jika kemarin dia tidak panik, tentu saja dia bisa menyeret tangan orang yang mendorongnya agar ikut jatuh terguling bersama gadis itu. Biarkan si pelaku juga merasakan sakitnya kepala saat mencium lantai.
Listi akhirnya memilih mengangguk saja sebagai jawaban bahwa dirinya sanggup jika hanya disuruh untuk mengawasi mereka. Bu Nilam yang sudah kepanasan pun memilih percaya begitu saja dan pergi ke kantor dengan tangan dikipas-kipaskan di depan wajahnya.
Listi menggelengkan kepala melihat guru BK-nya itu yang kini sudah menghilang di belokan koridor. Padahal baru sepuluh menit, dan beliau sudah lelah? Yang benar saja. Listi mengalihkan pandangan. Menatap bengis kelima gadis yang kini terduduk lemas di pinggir lapangan. "Woy! Siapa yang nyuruh duduk hah?!"
Gadis dengan poni bak Lisa member hitam merah jambu itu terlihat kesal dengan teriakan Listi. Sebenarnya bukan hanya dia, yang lain pun sama saja, tapi apa peduli Listi? Seseorang menepuk pundak Listi pelan, membuat gadis itu menoleh ke kiri memastikan siapa yang menepuk pundaknya tadi. "Neduh gih, di sini panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰
DiversosSahabat itu penting, di saat keluarga tidak menyisakan ruang sahabatlah yang pertama kali memberi peluang. Mereka merengkuh ketika rapuh, menopang ketika tumbang, dan menemani ketika sendiri. Tapi bagaimana jika salah satu dari mereka pergi tanpa pa...