Duduk bersila dengan buku yang tersebar di sekeliling kasur, itulah yang dilakukan Listi sejak petang tadi. Terus mencoret buku tanpa menghasilkan jawaban, jangankan jawaban, membaca soalnya saja Listi tidak paham.
Rumus fisika seakan menjadi rival terbesar untuk gadis itu, ia memang sedikit menguasai berbagai pelajaran, tapi jika dirinya dihadapkan dengan setumpuk angka dan juga bangun datar maka otaknya akan langsung kesemutan.
Listi termasuk orang yang sangat membenci angka, bahkan ia merasa ikhlas-ikhlas saja jika angka di dunia ini diganti dengan kode. Kode apa pun asalkan jangan kode cinta. Atau mungkin bisa diganti dengan sandi, tapi bukan sandirian. Lupakan!
Mendadak tenggorokan Listi kering, ia pun berinisiatif untuk ke dapur guna membuat es teh, malam-malam minum es? Benar-benar gila. Saat membuka pintu, kesunyian lekas menyapa, gelap di sekitarnya membuat gadis itu sedikit ciut, serasa tak ada tanda-tanda kehidupan sedikit pun, namun gadis itu tetap melanjutkan langkahnya.
Baru mendapat satu pijakan di anak tangga teratas, Listi sudah dikejutkan dengan pintu kamar yang mendadak berbunyi seperti orang menutup pintu, padahal ia sangat ingat jika tadi sudah menutup pintu itu. Tidak-tidak! Mungkin hanya halusinasinya saja.
Ia kembali menuruni anak tangga, namun kali ini dengan langkah panjang dan cepat. Rasa takut sudah mulai menjalar di sekujur tubuhnya, apalagi melihat keadaan sekitar yang sangat sepi. Derap kakinya menggema mengisi ruangan, membuat kesunyian sedikit teralihkan dengan suara sendal yang saling bersahutan itu.
Hingga sampailah Listi di lantai bawah dengan bulu kuduk yang meremang saat berjalan melewati kamar mandi. Ia jadi teringat akan kejadian-kejadian aneh yang biasa ditontonnya di film-film horor, sungguh jantung gadis itu mulai berdetak tidak wajar.
Suara air mengalir pun mulai terdengar di dalam kamar mandi, disusul dengan suara seseorang yang kemungkinan sedang menyikat, entah apa yang disikat oleh orang itu karena Listi juga tidak tahu dan tidak mau tahu. Dia bukan gadis yang mudah penasaran dengan hal-hal mencurigakan.
"Mama malem-malem kenapa nyuci?" tanya gadis itu kepada dirinya sendiri dengan keringat dingin yang sudah membanjiri wajahnya. Namun, saat itu juga ia tersadar jika kedua orang tuanya tengah pergi ke rumah teman mereka. Sedikit menoleh ke belakang sebelum akhirnya ia berlari kencang saat melihat pintu kamar mandi yang mulai terbuka.
Detak jantung Listi semakin menggila, apa ini memang hanya halusinasi? Tapi yang ia lihat tadi seperti nyata, bahkan sangat nyata.
Oke, ia harus melupakan itu semua! Perlahan Listi mulai mengambil gelas yang sudah berisi teh manis buatannya tadi kemudian berjalan menuju kulkas. Saat ingin membuka pintu kulkas, Listi termenung membaca sebuah pesan singkat yang ia ketahui dari sang mama.
'Listi, tolong tutup pintu belakang!Biasanya ada kucing masuk kalo nggak ditutup, mama tadi sengaja nggak nutup pintunya karena buru-buru.'
Tanpa sadar Listi mengangguk membacanya, ia pun berjalan ke arah lorong yang menghubungkan dapur dengan pintu belakang. Namun di detik berikutnya ia kembali terkejut saat mendapati pintu yang dimaksud sang mama sudah tertutup rapat, kunci juga sudah tergeletak di atas meja.
Bulu kuduk Listi kembali berdiri, oh ayolah ia tidak sedang bermain film, tapi kenapa suasananya sangat mistis? Dengan gugup ia mulai berbalik dan melangkah pergi dari sana membiarkan teh yang tadi ia buat terguncang hebat bahkan sampai tumpah beberapa kali. Cipratan dari teh hangat itu memang cukup dingin mengenai tangan Listi, tapi dibanding dengan dinginnya air teh, tubuh Listi lebih dingin ketika menahan rasa takut seperti ini.
Dan tepat saat langkahnya tiba di ruang keluarga, gadis itu mendadak berhenti karena melihat TV menyala tanpa ada orang yang menonton. Kakinya lemas seketika, dengan tekad tertahan ia memberanikan diri untuk mendekat ke arah TV itu dan mematikannya. Siapa yang menonton? Seingatnya sehabis pulang sekolah tadi ia tidak mendekat ke arah TV, tapi kenapa TV itu menyala?
Fokus Listi buyar, ia mendengar suara derap kaki terdengar di balik ruangan. Listi menegang, rasanya ia ingin menangis saja jika terus seperti ini. Kalau pun ia berteriak, belum tentu orang-orang akan percaya dengan apa yang ia alami tadi.
"Gue emang jomblo, tapi gue nggak berharap buat digodain, apalagi digodain hantu," rengek gadis itu sambil mulai memejamkan mata, ia sangat takut.
Berharap jika ini hanya mimpi dan saat membuka mata ia akan melihat langit-langit dengan tubuh yang masih terbungkus selimut. Apakah Listi harus mencobanya? Mungkin sebaiknya iya.
Perlahan ia membuka kedua matanya, mencoba menetralkan napasnya yang kini memburu, dan saat mata itu terbuka sempurna ....
"AAA ...."
Listi mendorong tubuh makhluk itu dan langsung berlari menuju kamarnya. Ia sungguh takut saat melihat sesosok wanita yang memiringkan kepala di depan wajahnya tadi, rambut yang tergerai bebas hingga menutupi sebagian wajah membuatnya semakin gemetar.
"BRAK!"
"AAA ...."
"AAA ...." Mendengar suara jeritan membuat Listi ikut menjerit setelah sebelumnya ia sempat menutup pintu dengan kasar. "Lo kalo mau masuk selow ae dong, Lis!"
Sebentar, kenapa ada Nadia dan Vina di kamarnya?
....
....
Oh astaga! Ia lupa jika tadi sore ketiga temannya datang untuk menemaninya di rumah, berarti yang di bawah tadi ...."LISTI!" Tidak salah lagi, yang tadi itu pasti Sefita. "I-iya, Ta, ada apa?" tanyanya sambil mengeluarkan cengiran tanpa dosa saat melihat wajah Sefita yang bersungut-sungut marah di depan pintu. Tentu saja marah, siapa orang yang tidak marah jika badannya didorong dengan sangat kencang hingga menghantam lantai?
"Maksud lo apa dorong gue tadi?! Sakit woy pantat gua!"
"Ya ... ya abisnya lo dateng kagak bilang-bilang, udah kayak hantu aja!"
Sefita menghela napas pelan, ia kesal setengah mati saat niat awalnya yang ingin meminta es teh milik Listi malah terkena tumpahannya, lebih parahnya lagi pantatnya berdenyut menghantam lantai.
"Yang tadi nutup pintu belakang siapa?"
"Gue, habis nonton TV tadi gue ke dapur dan liat tulisan di kulkas dari mama lo, jadi sekalian," ucap Nadia membuat Listi sedikit lega, ternyata bukan hantu.
"Terus yang di kamar mandi tadi siapa?"
"Gue, tadi Sefita berak di kamar mandi lo lama, jadi gue turun ke bawah."
Listi kembali bernapas lega, tapi rasanya masih ada yang mengganjal, pintu kamar yang tiba-tiba tertutup?
"Yang nutup pintu kamar tadi siapa?"
Hening. Tak ada satu pun dari mereka yang menjawab pertanyaan Listi, membuat gadis itu merasa sedikit merinding.
"BRAK!"
Dan saat itulah mereka saling berebut selimut untuk menutupi tubuh masing-masing. Suara pintu yang tertutup. Siapa yang menutup? Yang jelas bukan mereka berempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰
RandomSahabat itu penting, di saat keluarga tidak menyisakan ruang sahabatlah yang pertama kali memberi peluang. Mereka merengkuh ketika rapuh, menopang ketika tumbang, dan menemani ketika sendiri. Tapi bagaimana jika salah satu dari mereka pergi tanpa pa...