19.Pergi

8.6K 338 5
                                    

Tiga bulan telah berlalu begitu cepat, aku masih menghindar dari Satya. Aku akui jika aku adalah seorang pengecut yang tidak berani menyelesaikan masalah ini dengan Satya. Selama ini aku tinggal bersama teman baru ku yang satu kampus denganku yang bernama Gita, dia yang membantuku untuk mencarikan kost yang dekat dengan kampus. Meskipun sederhana, aku tetap nyaman tinggal disana.

"Fel, hari ini loe ada jadwal masuk gak?"tanya Gita yang sedang memasuki buku nya ke dalam tas

"Enggak sih, aku mau bobok cantik dulu"ucapku menggelamkan wajahku di bantal

"Dihh dasar kebo"ucap Gita melempar bantal yang ada di sekitarnya

"Biarin, nikmatin waktu dengan sebaik-baiknya"ucapku menyingkirkan bantal yang mengenai wajahku

"Ohh ya gimana kabar ortu loe?"tanya Gita lalu duduk di pinggiran kasur

"Emmmm baik sih, hari ini ayah bunda bakal pulang."ucapku senang karna aku telah merindukan mereka

"Loe seneng karna dapet transferan lagi kan dari ortu loe"cibir Gita seakan tahu pikiranku

"Yaa salah satunya itu"ucapku nyengir

"Dasar loe, ya udah gue berangkat dulu"ucap Gita lalu mengambil tasnya dan berjalan keluar kamar

"Ati-ati"ucapku teriak

"Iyaaa"balas Gita teriak

Aku menghela nafas sejenak, lalu beranjak dari kasur karna perutku yang sudah berbunyi dan meminta untuk makan. Aku berjalan menuju dapur, dan mencari sesuatu yang bisa dimakan atau dimasak.

"Bikin apa yaa"ucapku mengetuk-ngetuk dagu

Terlintas di pikiranku untuk membuat nasi goreng, namun seketika aku teringat saat pertama kalinya Satya membuatkan ku sarapan pagi meskipun ada insiden yang menurutku lucu.

Seporsi nasi goreng menghiasi pagi ini namun pandangan ku terfokus pada telur yang gosong dan pinggirannya sudah tidak berbentuk. Aku mencicipi bagian telur yang masih bisa terselamatkan. Satu suapan masuk dan satu rasa yang mendominasi pahit, aku hanya menahan rasa tidak enak di lidahku dengan tersenyum manis di depan Satya yang sedari tadi diam.

"Maaf"ucap Satya singkat

"Gak papa, lagian udah lumayan kok"ucapku sedikit  berbohong

"Kalau pahit jangan dimakan"ucap Satya

"Kan mubazir kalo dibuang"ucap ku tak enak

"Biar saya saja"ucap Satya lalu mendekatkan kepalanya disamping kepala ku

Aku yang melihat Satya dari samping membuat jantungku berdetak kencang terlebih lagi aku menganga melihat Satya dengan santainya memakan telur tersebut yang rasanya naudzubillah aku tidak ingin mencicipinya lagi. Aku pun tersadar ketika Satya kembali berdiri tegak di sampingku tanpa sepatah kata apapun.

Aku memejamkan mataku dan memegangi dadaku yang terasa sesak. Aku tidak bisa membohongi diriku jika aku merindukan nya dan sampai detik ini aku masih dengan perasaan yang sama. Bayang-bayang senyuman milik Satya seakan berputar ria di pikiranku.

Aku memilih melanjutkan acara sarapanku di depan tv, namun dering telpon dari phonsel membuatku berdecak kesal, dengan malas aku mengangkatnya.

"Hallo"ucapku memulai pembicaraan

"......."

DEGH!!

Seketika phonselku terjatuh begitu saja, air mataku mengalir deras setelah mendapat kabar dari pihak perusahaan ayah.

Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang