.36.

4.5K 360 33
                                    

Kata mereka cinta itu sederhana.
Sesederhana cara matahari menyukai rembulan.
Yang rela tenggelam demi bulan merajai petang.
Menjaga bintang dan bersatu padu menyempurnakan malam.
~•~

            Zain telah bersiap dengan gamis merah maroon yang dipadukan dengan hijab panjang berwarna senada.Wajahnyapun telah dirias dengan natural. Dengan demikian pesona cantiknya semakin bertambah.Namun masih belum ada sebuah senyum yang menyempurnakan penampilannya malam ini.
Zain meremat jemarinya.Melihat pantulan dirinya sendiri didepan cermin membuat dadanya sesak.Semua yang terjadi telah melampaui batas penalarannya.

          Pintu terdengar dibuka dari luar, cukup membuat perhatian Zain teralihkan.Sebelum itu ia sempatkan siku jemarinya untuk menyentuh sudut mata.Mengusut satu bulir yang siap terjun bebas dari sana.

"Ibu," Seru Zain pelan mengamati sang ibu yang tersenyum didekat pintu dan kini mulai berjalan menghampirinya.

"Zain, irham dan keluarganya sudah ada di depan.Ayo temui mereka." Senyuman lembut diperlihatkan Maryam pada putrinya.Zain mengangguk.

"Bu," Lirih sekali kata itu tertangkap oleh pendengaran Maryam.Ia juga dapat merasakan,lengan kirinya menghangat.Niatnya untuk pergi terurung.Memutar tubuh kurusnya untuk menatap sang putri.

           Rengkuhan hangat yang ia terima setelahnya.Zain memeluk Maryam erat, menyembunyikan wajah sendunya pada ceruk leher sang ibu.Membuat air mata yang semula ia tahan membasahi kerudung biru langit kesukaan ibunya.
Maryam tiada memberikan respon yang berarti, hanya elusan lembut yang ia salurkan pada punggung Zain.Entahlah rasanya seperti membingungkan, antara senang dan sedih manakah yang harus ia percayai.Perasaan itu melebur begitu saja.

"Tenanglah, semua akan baik baik saja." tutur Maryam, masih menelusur punggung sempit Zain menggunakan tangan bergetarnya.Ia tahu betul apa yang ditakutkan Zain.Rentang waktu perpisahan dengannya akan semakin pasti.

         Tapi lebih dari itu, Zain jua menangis karena satu hal.Dan kata baik baik saja yang Maryam ucapkan semakin menyayat hatinya.Bagaimana dengan perasaan Taehyung? Zain tak mampu membayangkannya, ulu hatinya terlalu sesak.Andai saja ia bisa mengutaran apa yang menjadi keinginannya, tapi sayangnya Zain terlalu baik untuk menghancurkan hati ibu dan mimpi ayahnya.

~•~

      Kehidupan memang tak selalu berjalan dengan apa yang diinginkan.Dan sekarang mengutuk takdir bukanlah sebuah hal yang ingin Taehyung lakukan.Sakit hati?pasti.Kecewa? Siapapun yang berada diposisinya akan berkata iya.Taehyung lebih memilih menerima.Bukannya pupus akan keadaan.Hanya saja merengek pada sesuatu yang memang bukan haknya adalah salah.Zain telah menentukan keputusannya.Taehyung pun sudah berusaha sejauh ini.Tapi jika memang takdir mereka tak menemui titik potong, berlapang hati adalah pilihan terakhirnya.

     Tanah air telah menantinya, hari ini Taehyung akan pulang.Membawa seutas kenangan yang mungkin sampai beberapa tahun kedepan akan terus mengingatkannya.Bahwasanya ia pernah jatuh cinta pada seorang gadis Indonesia.Ia pernah berjuang namun harus berujung mengikhlaskan.

      Kedua kalinya tempat ini ia tapaki.Bising suara pesawat yang berbaur dengan deras air hujan memenuhi pendengaran.Gemuruh.Tak jauh berbeda dengan yang terjadi pada hatinya.Seseorang merangkulnya dari arah samping.Taehyung tahu siapa orang yang selalu ada, menjaga dan menguatkannya.Park Jimin.

    Tiada kata yang tersalur, Jimin hanya menawarkan senyumnya dengan jemari yang terus mengelus lengan Taehyung.Ia tahu sahabatnya ini memerlukan dukungan.Senyum yang sama turut ditampakkan Taehyung.Seperti inikah rasanya Jimin mengikhlaskan Zain untuknya?

Imam Dari Negri Para OppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang