[18] Suatu Fakta

2K 80 0
                                    

Zaell mengerutkan kening nya saat melihat gadis yang dikenali nya dengan keadaan acak-acakan seperti orang habis menangis. Dilihat nya Via yang hanya terdiam namun masih memasang wajah sinis nya. Bermaksud agar menenangkan gadis itu, Zaell pun menuntun Via dengan cara memegangi punggung gadis itu lalu membawa gadis cantik itu untuk duduk di kursi. Di ambil nya air putih lalu di berikannya untuk gadis itu, Via pun tidak menolak sama sekali, gadis itu menerima nya lalu meneguk nya hingga habis.

Keadaan hening, tak ada yang membuka suara sedikitpun. Mau itu dari Via ataupun Zaell, sampai akhirnya Via lah yang memulai pembicaraan. Tidak. Melainkan gadis itu yang mulai bicara, tidak ada percakapan seperti perdebatan biasa yang mereka lakukan.

"Gue... Ke depan" kata nya lalu beranjak dari duduk nya.

Ketika Via sudah sampai di ruang tengah, gadis itu kaget saat melihat Qaissa yang sedang duduk di samping Neora, Bunda Zaell.

"Qai" panggil Via pelan, entah mengapa gadis itu mendadak menjadi mellow seperti ini.

"Eh? Vi! Yaampun, udah gue tebak lo disini. Di depan ada mobil lo soal nya" pekik Qaissa senang ketika melihat Via yang berdiri tak jauh dari nya.

Yang Via lakukan hanya mengangguk saja. Gadis itu masih canggung.

"Via! Duduk lagi sini, di samping aku" ajak Dreya yang posisi nya masih sama seperti sebelum Via ke toilet.

Bukannya Via tidak mau, gadis itu hanya masih canggung. Di satu sisi, gadis itu ingin cepat pergi dari rumah keluarga Agler, namun di sisi lain ia juga merasa tidak enak kalau menolak permintaan Dreya.

Gadis itu memutuskan sesuatu setelah lama berkutik dengan pikiran nya, "Gue pulang deh" kata nya.

Seketika Qaissa kaget, "Loh? Kok pulang, Vi? Jangan dong! Kan gue baru nyampe"

"Gue ada urusan, gue balik dulu!"

"Vi! Iya balik, tapi pamitan dong sama yang punya rumah" suruh Qaissa yang berhasil membuat Via tidak mengerti.

"Ck! Pamit sama Bunda" sambung Qaissa saat melihat Via yang tampak nya bingung.

Gadis bernama Via itu mengerti kemana arah pembicaraan mereka, namun dengan cepat gadis itu menggeleng.

"Kok gitu? Ngga sopan, Vi! Bilang kek apa gitu ke Bunda. Misal nya gini 'Bunda, Vivi pulang dulu ya' gitu!"

"Ngga, Qai. Gue buru-buru. Duluan!"

Via mempercepat langkah kaki nya menuju luar rumah keluarga Agler, lalu gadis itu masuk ke dalam mobil nya setelah itu pergi entah kemana.

Di dalam rumah, ada Qaissa yang menatap sendu kearah pintu rumah yang terbuka lebar.

"Mungkin, Vivi belom terbiasa" kata Bunda tiba-tiba.

"Bun... Tapi Qai kan juga pengen liat dia bisa punya orang tua" kata Qaissa yang belum mengalihkan perhatian nya dari pintu rumah yang terbuka lebar itu.

"Lama kelamaan dia terbiasa kok!" kata Bunda meyakinkan. Respon dari Qaissa hanga anggukan yang dilakukan sangat pelan.

<<>>

"Bibi!!" pekik Via antara senang dan sedih saat melihat wanita paruh baya itu tengah tersenyum ramah kepada dirinya sambil merentangkan kedua tangan nya bermaksud untuk memeluk gadis itu.

"Via udah jarang kesini, ya? Via kemana aja?" tanya wanita yang di panggil Bibi oleh Via itu sambil mengelus punggung Via yang terlihat rapuh.

"Sibuk sekolah, Bi. Bi Nina kenapa juga jarang mampir kerumah, Via? Rumah Via kurang gede ya? Atau rumah Via ngga nyaman ya? Maklum deh, Bi. Via kan beli rumah itu harus 'lari kesana kemari'"

The Story of a Badgirls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang