Sunflower

108 13 2
                                    


Aku berdiri mematung di hadapan petak tanah kosong yang berada di hadapanku.

Sudah seminggu berlalu semenjak kompetisi berenang itu.  Dan aku telah kembali disibukkan dengan kegiatan bertani seperti biasanya.

Atas saran Basil, aku mulai menanam rumput untuk menata lahan ini.  Meski sebagai gantinya aku tidak bisa membeli banyak benih lain, tapi setidaknya 8 kantung yg kubeli ini sudah cukup memberikan perubahan untuk lahanku. 

Kali ini aku menanam tanamanku dalam setiap 8 kotak lahan dengan satu petak tanah kosong di tengah. Aku membatasi setiap lahan dengan satu kotak rumput. Dengan penghasilanku di musim semi kemarin, aku sudah membeli bibit jagung, tomat, dan bawang. Aku sempat tergoda untuk membeli bibit Nanas dari Won, pedagang dari kota. Namun kuurungkan karena uangku belum cukup. Akibat perjanjian bisnis dengan Kai tempo hari pun aku membatalkan niatku untuk membeli ayam. 

Toh uang hasil pembelian Kai nanti bisa untuk membeli 4 ekor ayam. Jadi tak ada masalah. 

Kali ini aku berpikir ingin menanam bunga di beberapa petak di pinggir sungai. Kupikir akan sangat cantik dan berguna sebagai tempat pelepas lelah sehabis aku mengurusi lahan seharian.

Tapi, bunga apa ya?

Bunga yang sedang tumbuh di desa musim ini hanyalah bunga pink cat. Seperti bunga tulip berwarna pink tapi bunganya tidak terarah keatas, namun kesamping. 

Bunga itu juga tidak jelek, tapi entah mengapa aku menginginkan bunga lain.

Mungkin aku bisa mencari tau dengan bertanya kepada paman Jeff.

***

"Claire!"

Setelah kekasihnya kemarin, kini yang pasangannya yg mendatangiku. Dengan tergopoh-gopoh Popuri mengejarku dari halaman rumahnya.

"Mau kemana?" dia bertanya sambil merapikan rambutnya.

"Ke supermarket."

"Wah kebetulan! Bareng yuk!" 

Melihat dengan santai Popuri mengamit lenganku membuatku tersenyum. Mungkin jika aku memiliki adik, rasanya akan seperti ini. 

Kami pun berjalan beriringan menuju satu-satunya supermarket di pulau ini.

Jalan setapak berbatu yg tersusun rapi. Keteduhan yg kamu dapatkan ketika berjalan disana akibat pepohonan yang masih mudah ditemukan dimanapun. Serta senyuman ramah dari setiap warga saat kamu berpapasan dengan mereka. Mungkin ini semua yg membuatku betah berada disini.

"Kamu mau membeli apa?" suara riang Popuri kembali terdengar. Manik hazel yg menggemaskan itu menatapku penasaran.

"Entahlah aku masih bingung."

Sebelah alis Popuri terangkat. "Kok begitu? Jadi kamu ke supermarket tanpa tahu ingin membeli apa?" 

Aku terkekeh mendengar pertanyaan bertubi-tubi tersebut. "Rencananya aku mau bertanya kepada paman Jeff sih." 

"Tidak ingin bertanya kepadaku saja?" 

"Memangnya kamu mengerti soal bibit?"

"Tidak sih, hehe!" Dengan polosnya Popuri tersenyum. "Oh iya, kok kemarin kamu tidak cerita kalau kamu sudah mengenal Kai?"

"Ah itu-" Saat aku hendak menjawab pertanyaan Popuri, manik mataku menangkap kehadiran Gray di depan pintu perpustakaan yg tak jauh dari tempatku berada. Menyadari aku yg kini menatapnya membuat Gray tersentak sesaat. Seperti biasanya, senyuman langsung terukir saat aku menemukannya. Namun dia mengusap leher belakang dengan tangan untuk mengalihkan pandangan sebelum memasuki perpustakaan dengan terburu-buru.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang