Under The Mist (4)

117 15 2
                                    


Kai POV


"Meenyeebaalkaaaan...."

"Dasar tua bangka tak tau diiriiii"

Aku menyesap jus nanasku dengan nikmat. Memperhatikan bagaimana rencanaku berhasil. Membiarkan Gray mabuk hingga tak sadar seperti saat ini.
Pagi ini sebelum aku berangkat kerja seperti biasanya, aku berpesan kepada Ann saat Gray ingin meminum anggur, biarkan dia untuk minum sebanyak yang dia inginkan. Meski awalnya sempat mendapat penolakan darinya, namun akhirnya dia lakukan juga. 

"Hei, kau yakin tak apa dengan cara begini?" Ann menyikutku sambil berbisik cemas melihat kondisi sepupunya yang sudah mabuk. "Besok bagaimana dia akan bekerja?"

Aku mengangguk. "Tenang, besok semuanya akan kuurus."

Setelah menghabiskan sebotol bir yg dia ambil sendiri, kini dia sudah tenggelam dalam efeknya. Meracau tak jelas.
Kuakui cara ini memang licik, namun hanya dalam saat seperti ini saja temanku ini bisa menjawab dengan jujur.

Gray menoleh ke arahku. Matanya yg sudah berwarna merah tersebut menatapku tajam.

"Apa?"

"Kau..." Gray meletakkan gelasnya. Beberapa detik kemudian tiba-tiba tangannya sudah meraih kerah kemeja yg kukenakan. Mengubah atmosfir yang tadinya terasa hangat kini menjadi penuh dengan ketegangan.

"Gray!" Ann hendak bergegas memisahkan kami, namun langsung kuhalangi.

"Padahal kau sudah punya perempuan itu..." Gray memperkuat cengkramannya. "...untuk apa kau memeluk Claire?"

"Hah?"

"Apa?"

Ann mendelik kearahku. Tangannya  yg terkepal memberikan pertanda jika aku akan mengalami kejadian buruk setelah ini. 

"Kai...." Ann mengayunkan handphone nya. Menunjukkan kontak Popuri disana.

Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. "Tidak tidak tidak, itu salah paham."

"AKU MELIHATNYA DENGAN JELAS KAI!" Gray mempertinggi nada suaranya, membuatku tersentak. Sekaligus khawatir suaranya akan membangunkan pengunjung lain yg telah terlelap. "KAU MEMELUKNYA DI DEPAN RUMAHNYA PAGI ITU. APA YANG KAU PIKIRKAN?"

Rasa gugup yang tadi kurasakan kini mereda karena sudah mengetahui penyebab tindakan acuhnya akhir-akhir ini. Aku berusaha sekuat tenaga menahan senyumku saat mendengar ocehannya.

"Padahal kau setiap malam bercerita tentang kekasihmu itu!" Gray menggoyang-goyangkan tubuhku melalui kerah baju yang dia pegang. "Padahal aku mulai yakin kau sudah tidak lagi menjadi lelaki brengsek yang memainkan hati banyak perempuan, tapi ini apa..."

Terdengar suara tawa tertahan dari Ann. Sial, dia yang tadinya paling menentang ideku saat ini justru menikmati kondisi ini.

"Kita hanya sedang berbisnis!" 

Sebelah alis Gray terangkat. "Apa perlu sampai memeluknya?"

"Wow relax man, aku hanya menganggapnya sebagai adik."

"Begitu pula ucapanmu mengenai dua puluh wanita yang dulu sempat kau kencani..."

"Sembarangan! Lima belas!" Ralatku tersinggung. Seenaknya saja bocah ini menambah daftar mantan kekasihku itu.

"Oooo lima belas.." gumam Ann sambil menganggukkan kepalanya, kemudian tampak mengetik sesuatu dengan ponselnya. Aku mendelik. Sial, aku keceplosan.

"Sebenarnya bukan masalahku jika kau menyukai dia juga." Gray melepaskan cengkramannya dariku, dan kembali duduk. Dia meletakkan kepalanya diatas counter.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang