"Claire!"
Aku mendongak. Tampak ada perempuan dengan rambut oranye yang diikat ekor kuda disana. Manik matanya yang berwarna biru saphire memancarkan tatapan yang sangat bersahabat. Tangan kanannya mengayunkan kantung plastik kearahku. "Sudah waktunya makan siang kan?"
"Oh, makasih Ann!" Ucapku sambil menyebutkan namanya. Kuluruskan kedua kakiku setelah seharian kugunakan untuk bergerak menyusuri lahanku yang cukup luas ini.
"Cuci tanganmu dulu dong!" Suara ceria itu tampak menyiratkan perhatian. "Ga lucu kan, kamu sakit perut gara-gara makan menggunakan tanah penuh lumpur begitu?"
Benar juga.
Kuarahkan kakiku ke arah sungai kecil yang berada di sebelah perkebunanku ini.
Ann sendiri tampaknya berinisiatif untuk menemaniku, dengan berjalan mengikutiku dari belakang.
"Hei, tampaknya kau menanam sesuatu ya di lahanmu itu?" Tanyanya saat aku membasuh kedua tanganku dengan air sungai. Kuanggukkan kepalaku sebagai jawaban.
Kuputuskan akhirnya untuk mulai mengisi lahanku ini dengan tanaman 'selain' rumput liar sialan itu. Ya karena setelah kupikir ulang, jika aku menunggu untuk mulai 'menggarap' lahan ini setelah benar-benar bersih dari segala gangguan semacam rumput liar dan lainnya itu, tampaknya aku akan sudah tinggal nama saja disini sebelum rencana itu tercapai.
Meski masih tak seberapa luas, sepertinya lahan seluas 2 x 2 meter hasil kerja kerasku minggu lalu ini sudah cukup untuk memberiku penghasilan yang akan menopangku sepanjang musim semi.
"Wah akhirnya! Kalau begitu, jual ke penginapanku dong! Kupastikan ayahku akan membelinya dengan harga yang lumayan deh!"
Aku tertawa. "Tidak bisa begitu Ann, kan aku sudah berjanji pada Zack, kalau setiap hasil kebunku akan kujual kepadanya."
Kugerakkan tanganku untuk menyingkap plastik bungkus yang dibawa Ann tadi. Kudapati kotak bekal berwarna biru muda disana.
"Iya sih, tapi..." Ann tampak belum menyerah dalam meyakinkanku. "Kalau begitu begini saja, jika kau mulai memelihara ayam dan ayammu itu mulai bertelur, kau harus menjual telur-telurnya kepadaku!"
"Ann..."
"Zack hanya ingin hasil kebunmu kan? Kalau begitu itu tidak termasuk dengan hasil peternakanmu juga!"
Aku terkekeh mendengarnya. Perempuan ini memang gigih sekali.
Ann adalah teman pertamaku dari desa ini. Mungkin karena sifatnya yang sangat ceria inilah membuatku jadi cepat untuk akrab dengannya.
Aku jadi teringat di hari pertama saat aku berkenalan dengannya.
Saat kedua kalinya aku menginjakkan kaki ke desa ini, dimana aku kesulitan membawa barang bawaanku yang terlalu banyak. Ditambah aku masih merasa sungkan untuk meminta bantuan kepada walikota karena tidak ingin memberi kesan jelek sebagai warga baru disini. Jadilah akhirnya aku keluar dari pelabuhan dengan menyeret koperku dan tas ranselku yang besar dengan kepayahan. Sambil berharap tidak bertemu dengan warga desa karena malu.
Saat itulah aku bertemu dengan perempuan enerjik ini.
"Kau tidak apa-apa?"
Tanpa ragu, dia langsung merebut tas ranselku yang cukup besar itu, dan diletakkan di atas punggungnya. "Tunjukkan aku dimana rumahmu."
"Tapi-"
"Jangan sungkan! Aku justru senang jika kau menerima bantuanku." potongnya sambil tersenyum lebar. "Siapa namamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Something!
Hayran KurguLelaki bernama Gray itu jarang sekali berbicara. Namun tingkah lakunya membuat Claire, gadis pindahan dari kota itu penasaran. Terutama saat kedua mata mereka bertemu. Entah sejak kapan, Claire menjadi tergoda untuk mendekatinya. Inginkan lelaki pen...