Carter POV
"Terima kasih paman Carter!"
"Sampai bertemu besok!"
Aku tersenyum sambil melambaikan tanganku untuk melepas kepergian Stu dan May di depan gereja.
Menjaga anak-anak itu menyenangkan. Meskipun tak pernah terpikir sebelumnya bagiku akan menjalankan kebiasaan ini saat aku memutuskan untuk menjadi pendeta di pulau ini.
Hari ini berlalu seperti biasa. Aku menjalankan tugasku di gereja ini, menjaga anak-anak saat tidak dalam jadwal untuk mendengarkan pengakuan, kemudian bergegas tidur.
Dari pinggir gereja, terdengar suara tapak-tapak kaki yang mungil. Saat kutoleh, senyumku terlintas melihat sesosok mungil dengan pakaian biru tua disana tengah membawa sayuran liar dari hutan.
"Bagaimana hari ini, Staid?" sapaku terhadap salah satu dari kurcaci pulau ini.
Pulau ini unik. Selain memiliki dewi panen yang menjaga stabilitas produksi dari tanaman di pulau serta menjaga warga desa, dia juga memiliki 7 kurcaci panen yang mendampinginya. Mereka tinggal di pondok kayu mungil yang berada di belakang gereja ini. Mereka mengenakan 7 pakaian dengan warna yang berbeda.
Terkadang, mereka membantu warga desa dalam mengerjakan pekerjaannya. Terutama dalam hal merawat lahan dan hewan ternak. Berulang kali Barley memberi mereka susu dan bulu domba sebagai upah mereka dalam membantunya. Rick juga turut memberikan telur rebus setiap kali Bold, kurcaci yang mengenakan baju ungu membantunya dalam memanen jagung di musim panas.
"Kami mendapatkan daun herbal yang bagus untuk menambah cita rasa teh, budum." sahut Staid, kurcaci yang mengenakan pakaian biru tua.
"Untuk pesta teh?"
"Benar budum!" mata kurcaci tersebut berbinar-binar. "Kau harus bergabung dengan kami, budum. Semakin banyak orang, akan semakin meriah, budum."
Aku menurunkan tubuhku untuk duduk agar dapat berbicara dengan leluasa dengannya. "Baiklah, aku akan datang. Jam tiga sore kan?"
"Iya, budum!"
Selama beberapa menit, Staid terdiam. Matanya terlihat sedih.
"Aku merindukan Jack, budum."
Staid kemudian duduk di depanku dengan memeluk tanaman herbal seukuran tubuhnya yang dibawa. Sambil tetap tersenyum, aku berusaha menghiburnya.
"Bagaimana dengan Pete?"
"Dia juga, budum..." Staid memutuskan perkataannya sejenak sebelum melanjutkan. "...tapi, Jack lebih sering mengajakku bekerja bersamanya, budum."
Kuubah posisi dudukku dengan meluruskan kaki agar bisa menemani dia dengan leluasa. Sambil menatap laut yang terlihat dari balik pagar di lapangan, aku termenung sejenak.
Pete adalah cucu dari pemilik perternakan Rhapsody, kakek Clayton. Namun dia bersikeras tak mau melanjutkan usaha kakeknya meskipun peternakan tersebut sudah memiliki jaminan kualitas hingga menjalin kerja sama dengan salah satu perusahaan makanan instan yang terkenal di kota. Dia lebih ingin menambah pengalaman dengan bekerja di kota daripada terjebak di desa seperti ini.
Keinginan tersebut tidak berubah, meski saat CEO dari perusahaan tersebut mendatangi kakek Clayton bersama putranya.
Yaitu Jack Rustwold.Saat kunjungan itu, Jack yang masih berusia 12 tahun datang bersama keluarganya dan menginap selama seminggu. Namun dia kembali lagi untuk menemani Pete mengolah peternakan tersebut selama setahun saat kakek Clayton meninggal 5 tahun kemudian.
Dan di musim semi seperti ini, biasanya Jack dan Pete tak pernah absen untuk menghadiri pesta minum teh bersama para kurcaci. Kadang, aku ikut bergabung ketika pekerjaanku selesai. Kami menghabiskan sore hingga malam menjelang bersama secangkir teh andalan Chef, si kurcaci merah. Tak lupa dengan cake panggang dan ubi ungu panggang yang manis. Pete terkadang membawa telur rebus karena dia tak terlalu suka dengan makanan manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Something!
FanfictionLelaki bernama Gray itu jarang sekali berbicara. Namun tingkah lakunya membuat Claire, gadis pindahan dari kota itu penasaran. Terutama saat kedua mata mereka bertemu. Entah sejak kapan, Claire menjadi tergoda untuk mendekatinya. Inginkan lelaki pen...