Pagi ini derasnya suara air yang mengenai jendela memenuhi telingaku saat aku membuka mata. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat gravitasi kasur terasa semakin kuat, sehingga tubuhku enggan untuk beranjak.
Memang disaat cuaca hujan seperti ini, keempukan kasur dan kehangatan selimut yang biasa kau gunakan seakan meningkat drastis.
Perkataan dari peramal cuaca di televisi kemarin membuatku semakin merapatkan selimutku.
"Esok pagi awan mendung dengan potensi hujan akan memenuhi langit. Melihat tekanan angin dan tebalnya awan tersebut, perkiraan cuaca cerah akan dipastikan baru akan terlihat lusa nanti"
Derasnya tetesan air yang turun dari langit membasahi apapun yang mengenainya. Terkadang dia turut membawa hembusan angin yang cukup kuat bersamanya sehingga menimbulkan badai. Cuaca buruk yang dikatakan orang desa sini, sebab saat itu mereka sama sekali tak bisa meninggalkan rumah mereka. Karena dikhawatirkan akan terkena 'hinggapan' benda-benda asing yang turut terbawa angin, belum lagi jika terkena flu.
Karena itulah bisa dikatakan, jika setiap mereka datang itu adalah hari liburku. Toh kapan lagi tanaman-tanaman itu mendapat guyuran air melimpah selama sehari penuh.
Tapi....
Aku tak betah di atas kasurku seharian!
Aku harus melakukan sesuatu!
Sambil berfikir demikian, aku pun beranjak dari kasurku.
"Ayo nona Rustwold, kau harus bisa melawan rasa kantukmu untuk melakukan hal yg produktif!" kuulang berkali-kali kalimat itu dalam benakku untuk mengurangi rasa berat di pelupuk mataku.
Kuamati ruangan di rumah ini dengan cermat.(Untuk mencari alasan agar terbangun dari kasur)
Ruangan mungil yang hanya berukuran 7x6 meter. Dindingnya yang dibentuk dari kumpulan kayu-kayu yang kuat sehingga menimbulkan kesan country atau cottage mini ketika kamu berada di dalam. Rak buku yang berisi kumpulan buku tua mengenai panduan cara mengolah perkebunan dengan baik. Peti berukuran cukup besar sebagai tempat menaruh peralatan berkebun. Televisi yang sudah cukup usang namun masih bisa menampilkan tayangan dengan jernih (apa mungkin karena telah diperbaiki oleh Mayor sebelum aku datang?). Meja bundar kecil di tengah ruangan, tempat aku biasa menyantap sarapanku setiap pagi. Box-box kecil yang berisi bahan makanan...
Kriuuuuuuk.
.....
....hmm ok. Sepertinya aku (atau lebih tepatnya perutku) sudah menemukan alasan untuk bangkit.
"Mari kita lihat apa yang kita punya disini..." kubuka box-box kecil yang berada di dekat kasurku itu.
Roti. Sereal. Air Mineral. Dengan tanggal kadaluarsa masih 2 tahun lagi.
.....
Mungkin sebaiknya aku harus pergi ke penginapan Ann untuk mencari makan siang nanti.
***
Tepat pukul 9 pagi, aku memutuskan untuk keluar dari perkebunanku ini.
Mungkin cuaca masih tetap mendung dan juga tetesan air hujan masih tetap ada, tapi setelah kuamati jika cuaca ini tidak mengarah ke badai, aku jadi memiliki keberanian untuk meninggalkan rumahku sementara.
Tepat ketika aku hendak ke arah penginapan Ann, kakiku justru terhenti di depan toko pandai besi Saibara.
....................
Apa dia ada disini?
Aku mendekat ke arah papan kecil yang berada di depan pintu masuk itu.
"Pandai Besi Saibara. Buka pukul 10.00 -16.00. Libur hari Kamis."
Ah sayangnya masih jam 9, jadi masih terlalu awal untuk bertamu disini.
Kubalikkan badanku ke arah perkebunanku, lalu berbelok ke jalan pintas tercepat untuk ke penginapan Ann, yaitu melewati Perkebunan Poultry serta Peternakan milik kakek Barley yang berada di sebelah kanan perkebunanku. Karena cuaca tak bersahabat seperti ini, rasanya membuatku tak berminat untuk masuk ke dalam desa, karena pasti tidak ada siapapun yang lagi berada di luar rumah disana.
Samar-samar dari arah Peternakan Kakek Barley, terdengar suara percikan air yang beradu dengan suara langkah kaki yang tergesa-gesa.
Kuangkat payungku agar aku bisa melihat siapakah sumber dari suara itu.
...oh!
Mantel coklat mudanya yang ditutupi oleh mantel hujan berwarna hitam gelap, rambut pirang keemasan pendek bermodel spike messy (mungkin karena bangun tidur?) yang terlihat dari tudung mantelnya karena topinya tidak berada disana..
Dia terlihat berlari sambil menarik masing-masing sisi dari tudung mantelnya untuk menutupi kepalanya, agar tak terkena air hujan. Dan saat langkahnya kian mendekat ke arahku, mata kami pun bertemu.
Tak ada kata-kata yang terucap, dia mengalihkan pandangannya dariku.
....hmm wajar sih, toh kita memang belum kenal akrab. Apa yang kuharapkan?
Namun, ketika kami berpapasan dan aku hendak berjalan menjauhinya, dia justru menarik lenganku dengan kuat, lalu menyeretku untuk ikut dengannya.
Tanpa suara.
Dan lagi-lagi. Saat tangannya menyentuhku, aku merasa suhu tubuhku meningkat dengan signifikan. Seakan ada bara api yang menyala didalamnya.
"G-gray?"
"Badai"
Setelah berkata demikian, dia menarikku masuk ke dalam toko Pandai Besi Saibara itu.
***
Oh iya, untuk nama belakang dari masing-masing karakter, (seperti Gray William atau Claire Rustwold) itu buatan saya ya, jadi bukan asli dari gamenya. Karena kalau dari gamenya, semua chara tidak memiliki nama marga hahaha x'')))
Anyway, cerita ini dibuat dua bagian, karena kalo dijadikan satu chapter sepertinya akan terlalu panjang :")
So, enjoy! :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Something!
FanfictionLelaki bernama Gray itu jarang sekali berbicara. Namun tingkah lakunya membuat Claire, gadis pindahan dari kota itu penasaran. Terutama saat kedua mata mereka bertemu. Entah sejak kapan, Claire menjadi tergoda untuk mendekatinya. Inginkan lelaki pen...