Getting Thicker

94 12 1
                                    


Gray POV

"Sudah kubilang aku tidak apa-apa!"

Aku bergegas turun dari kamarku ketika menyadari jika jarum jam sudah mengarah ke angka 8. 
Gila. Selelah itu kah aku?

"Ambillah hari libur dulu Graay."

Dari balik counter, Ann berseru, mencegahku untuk pergi. Dia memegang senampan hidangan yang sepertinya akan dihidangkan untukku.

"Kau berlebihan sekali sih, cuma hangover begini saja masih tidak masalah!" sergahku kesal.
Kepalaku terasa berat, namun jika Kakek tau aku kembali mengambil ijin, bisa-bisa aku diusir dari desa ini.

"Tak apa Gray, aku bisa berbicara dengan Saibara kalau kau mau." saran paman Doug dari balik mesin kasir. Aku menggelengkan kepala.

"Tapi wajahmu tadi merah sekali."  Kali ini Cliff yang bersuara. "Istirahat saja tak apa kan?"

"Kau diam sa-"

Suara pintu dapur yang terbuka menghentikan ucapanku. Dari sana terlihat Mary keluar sambil membawa keranjang kayu. Gadis itu menatapku dengan ekspresi kebingungan.

"Gray? Kau belum ke rumah Kakek?" 

"Hari ini dia libur Mary." jawab Ann sambil mendengus. Kemudian dia menoleh kepadanya. "Oh iya, bagaimana? Kau sudah bisa memasaknya seperti ibumu?"

Bibir Mary tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Ann. "Ah, kurang lebih begitu. Terima kasih sudah mengajariku."

Aku mengernyitkan alis saat menatap mereka berdua. Benar-benar pemandangan yang langka, karena seingatku Ann berselisih dengan Karen yang merupakan teman dekat dari Mary.

"Yak jadi, mari kembali ke dalam kamar." ujar Cliff sambil menarikku kembali ke atas. Mengabaikan semua protesku.

***

Aku mengerjapkan mata menatap langit-langit yang berwarna putih tulang.
Begitu kepalaku kembali menyentuh bantal, rasa nyaman menyelimuti diriku. Meringankan rasa pusing disana.

Cliff meninggalkanku setelah berhasil meyakinkanku untuk beristirahat hari ini. Sementara Ann langsung menghidangkan semangkuk sup ikan beserta minuman herbal yang katanya manjur untuk mengurangi rasa hangover seusai banyak minum kemarin malam.

"Sial, memang sudah berapa banyak yang kuminum kemarin?" Pikirku sambil mengusap keningku. Berusaha mengingat apa saja yang telah kulakukan di malam itu.

Yang kuingat, aku tak mampu menahan semua rasa berat yang ada didalam pikiran. Hingga akhirnya aku melampiaskannya dengan meminum wine. Minuman pahit kegemaran Karen yang mampu meringankan kepalamu di setiap gelasnya.

Aku juga masih dapat mendengar omelan Ann melihatku yang kerap menambah botol yang kupesan, serta Kai yang bergabung untuk minum denganku. Namun setelah itu ingatanku kabur.

Mungkin aku harus menanyakannya kepada Kai.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Setelah itu, pintu kembali terbuka.
Aku mendongak ke arah pintu. 

"Mary?"

Gadis berambut hitam legam tersebut menatapku dengan tatapan sendu. Mulutnya berulang kali mengambil nafas dan terlihat banyak keringat mengucur di wajahnya, tanda jika dia habis berlari.

"Kau darimana?"

"Claire...." nama seseorang yang akhir-akhir ini menguasai pikiranku terucap dari bibirnya. "Dia dekat dengan Dokter Trent?"

Aku mengangkat sebelah alisku. "Entah. Memangnya kenapa?"

"Aku melihatnya memeluk Claire di depan klinik."

Denyutan di kepalaku semakin menguat setelah dia berkata demikian. Membayangkan seperti apa mereka melakukannya membuatku panas. 

"Kau tak apa-apa dengan itu?" Tanya gadis itu sambil berjalan mendekatiku.

"Apa?"

"Kau menyukai dia kan?" 

Detak jantungku menjadi tak karuan mendengar pertanyaan tersebut. Aku refleks bangkit dari atas kasur.

"A-apa maksudm-"

"Gray."

Mary menatapku tajam. Manik hitam kelamnya menatap jauh kearahku, seakan mencari jawabannya dari dalam diriku. Membatalkan niatanku untuk berkilah, kemudian menghela nafas.

"Tinggalkan aku Mary, aku ingin beristirahat."

Kembali kubaringkan diriku sambil mengangkat selimut hingga menutupi wajah. Harapkan itu dapat mengurangi sedikit kegetiran dalam benakku.

Sial, tidak dia, tidak Ann, Cliff, Kai, mengapa semuanya mengatakan hal yang sama? 

***

"Kau mau kemana?"

Ann bertanya dengan nada sinis melihatkku turun dari lantai 2. Aku melirik ke arah jam yang berada di bawah tangga. Pukul 13.00. 

Biasanya jam segini bar penuh dengan warga desa atau nelayan yang tengah singgah untuk makan siang. Namun karena ini musim panas dan bar milik Kai dibuka, sepertinya itu berhasil merebut pelanggan disini.

"Aku sudah beristirahat cukup lama, jadi sekarang sudah tak apa kan?"

Sepupuku itu kemudian menghela nafas. "Yasudahlah kalau begitu."

"Tidak makan siang dulu Gray?" Tawar paman Doug ramah. Dia terlihat tengah mengelap gelas bening di balik meja kasir.

"Di tempat Kai saja paman. Aku ada urusan dengannya." jawabku sambil mengenakan topi.

"Baiklah kalau begitu, selamat jalan!" Ujar Ann sambil melambaikan tangannya kepadaku. Tak lama kemudian, kepalanya menoleh ke arah dapur. "Astaga, kueku!"

Aku terkekeh melihat sepupuku yang kemudian berlari secepat kilat ke arah dapur. Sepertinya dia lupa kalau tengah memanggang kue.

Sambil berharap agar kakek tidak mendampratku, aku membuka pintu penginapan.

Dan saat itu pintu membentur sesuatu.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang